3. Sistematika Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
2. Prof. Mahadi
Mendukung gagasan tersebut tetapi tidak secara utuh, karena beliau berpendapat pasal-pasal KUHPerdata tidak berlaku sebagai kitab UU dalam satu ikatan kodifikasi, tetapi apabila berdiri sendiri-sendiri tidak terikat dalam satu sistem kofifikasi pasal-pasal tersenut tetap sebagai UU.
3. Dr. Mathilda Sumampouw, SH.
Tidak sependapat dengan Dr. Saharjo dan Prof. Mahadi karena beliau
tetap menghendaki adanya kepastian hukum apabila KUHPerdata dianggap sebagai
kumpulan hukum kebiasaan maka akan terdapat kekosongan hukum yang akan
menimbulkan ketidakpastian hukum.
4. Prof. Soebekti
Beranggapan Surat Edaran MA No. 3 Tahun 1863 tidak mempunyai
kekuasaan hukum untuk mencabut pasal-pasal KUHPerdata, adalah merupakan
kewenangan hakim untuk menafsirkan dan kemudian memutuskan apakah ketentuan
Pasal 2 KUHPerdata yang dicabut oleh surat edaran tersebut masih tetap berlaku
atau tidak, sehingga yurisprudensial yang akan mengesampingkan pasal-pasal
KUHPerdata tersebut.
MODUL 2 :
Subjek hukum adalah pengemban hak dan kewajiban dalam lalu lintas hukum. Dengan demikian, yang dapat memiliki hak dan dibebani dengan kewajiban adalah Subjek Hukum. Subjek Hukum dapat berupa orang atau manusia itu sendiri atau badan hukum yang memiliki harta kekayaan terpisah dari pengurusnya.
Kedudukan manusia sebagai Subjek Hukum muncul sejak dilahirkan dan berakhir ketika meninggal dunia. Namun demikian tidak setiap manusia yang dilahirkan memiliki kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum.
Hanya mereka
yang telah dewasa saja dan tidak berada dibawah pengampuan saja yang berhak
melakukan perbuatan hukum misalnya menikah, membuat warisan, melakukan jual
beli, dan lain-lain. Sedangkan mereka yang belum dewasa atau berada dibawah
pengampuan harus diwakili oleh orang tua, wali, atau pengampunya dalam melakukan
perbuatan hukum.
Mereka yang belum dewasa diwakili oleh orang tuanya dalam melakukan
perbuatan hukum, jika orangtuanya masih hidup. Jika orang tua sudah meninggal
dunia maka orang yang belum dewasa diwakili oleh walinya.Sedangkan mereka yang
telah dewasa, tetapi tidak dapat melakukan perbuatan hukum sendiri disebabkan
boros, sakit ingatan atau lemah ingatan maka diwakili oleh pengampunya dalam
melakukan tindakan hukum.
Hukum perorangan dalam arti sempit hanya meliputi ketentuan orang sebagai subjek hukum saja, sedangkan dalam arti luas meliputi ketentuan-ketentuan mengenai orang sebagai subjek hukum dan keluarga. Subjek Hukum adalah pengemban hak dan kewajiban dalam lalu lintas hukum, subjek hukum terdiri dari manusia dan badan hukum.
Lahirnya manusia sebagai subjek hukum adalah saat dia dilahirkan dan berakhir pada saat dia meninggal dunia. Terhadap ketentuan tersebut terdapat pengecualian, sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 2 KUHPerdata yang mengatur mengenai seorang bayi dalam kandungan dianggap sebagai subjek hukum dengan syarat ada kepentingan yang menghendaki dan dilahirkan hidup.
Manusia sebagai subjek hukum mempunyai wewenang hukum, tetapi tidak semua subjek hukum mempunyai wewenang bertindak, hal tersebut didasarkan pada syarat kecakapan untuk bertindak dalam melakukan perbuatan hukum. Selain manusia sebagai subjek hukum, juga dikenal adanya badan hukum. Badan hukum dapat melakukan perbuatan hukum atas nama badan hukum tersebut termasuk dituntut dan menuntut di muka hukum melalui perantara pengurusnya, misalnya melalui direksi pada perseroan terbatas.
1. Kekayaan sendiri
2. Tujuan tertentu
3. Kepentingan sendiri
4. Organisasi teratur
B. KEWENANGAN DAN KECAKAPAN BERTINDAK
Orang-orang yang tidak mempunyai kewenangan bertindak untuk melakukan perbuatan hukum berdasarkan Pasal 1330 KUHPerdata adalah mereka :
Dalam UU No 1 Tahun 1974 tidak dijumpai satu ketentuan pasal pun yang mengatur mengenai kapan seseorang dinyatakan cakap untuk melakukan perbuatan-perbuatan hukum, tetapi melalui ketentuan Pasal 47 dan 50 UU tersebut menyatakan bahwa anak yang berusia belum mencapai 18 tahun dan belum pernah menikah berada dibawah kekuasaan orang tua atau berada dibawah kekuasaan wali.
Maka ditafsirkan menurut UU No 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan anak yang sudah berusia 17 tahun atau lebih dan tidak
dibawah kekuasaan orang tua atau perwalian dapat ditafsirkan sudah dewasa dan
dapat melakukan semua perbuatan hukum.
Mengenai keadaan dewasa ternyata UU memberikan
kemungkinan bahwa orang yang belum dewasa dan telah memenuhi syarat-syarat
tertentu dapat dismakan dengan orang yang sudah dewasa, tindakan hukum ini
dikenal dengan pendewasaan (handlichting)
Pendewasaan adalah suatu lembaga hukum agar orang yang belum dewasa, tetapi telah memenuhi syarat tertentu dapat memiliki kedudukan sama dengan orang dewasa. Ada dua macam pendewasaan yaitu sebagai berikut :
2. Pendewasaan Terbatas; dapat diajukan oleh mereka yang berusia 18 tahun permohonannya diajukan kepada ketua pengadilan negeri untuk kemudian yang bersangkutan dapat melakukan perbuatan hukum tertentu.
KUHPerdata mengatur pula mengenai orang yang sudah
dewasa, tetapi tidak cakap untuk melakukan perbuatan-perbuatan hukum karena
alasan-alasan tertentu, alasan yang dimaksud adalah lemah akal (idiot), dan
hilang ingatan (gila). Lembaga ini disebut sebagai Pengampuan (curatelle)
Pendewasaan merupakan suatu cara untuk meniadakan kedaan belum dewasa terhadap orang-orang yang belum mencapai 21 tahun. Dengan demikian, akan diberikan kedudukan hukum yang terbatas atau penuh terhadap orang-orang yang belum dewasa tersebut.
Presiden akan memberikan keputusannya setelah mendengar nasihat dari mahkamah agung yang untuk itu mendengar orang tua anak tersebut dan anggota keluarga lainnya yang dianggap perlu.
Apabila permohonan diluluskan maka si pemohon tersebut akan memperoleh kedudukan yang sama dengan seorang yang sudah dewasa. Hanya dalam soal perkawinan terhadap orang tersebut masih berlaku Pasal 35 dan Pasal 37 KUHPerdata mengenai pemberian izin untuk melakukan perkawinan.
Pada masa sekarang ini ketentuan lembaga pendewasaan tersebut tidak lagi relevan karena dalam ketentuan UU No 1 Tentang Perkawinan Pasal 47 Ayat 1 dan Pasal 50 Ayat 2 menentukan bahwa seorang yang sudah berusia 18 tahun tidak lagi berada dibawah kekuasaan orang tua atau perwalian. Hal ini ditafsirkan bahwa yang bersangkutan sudah dewasa.
B. PENGAMPUAN
Orang yang sudah dewasa yang menderita sakit ingatan menurut UU harus ditaruh dibawah pengampuan atau curatele. Begitu pun seorang yang terindikasi mengobralkan kekayaannya atau lemah akal, ketiga hal tersebut yang menjadi alasan seseorang harus ditaruh di bawah suatu pengampuan.
Dalam hal alasannya adalah sakit ingatan maka permintaan pengampuan dapat dilakukan oleh setiap anggota keluarga. Sedangkan apabila alasannya adalah mengobralkan kekayaan (boros) maka permintaan hanya dapat dilakukan oleh anggota keluarga yang sangat dekat.
Sementara apabila alasannya adalah lemah ingatan atau kurang cerdas sehingga tidak mampu untuk mengurus kepentingannya sendiri yang bersangkutan dapat mengajukannya sendiri untuk ditaruh dibawah pengampuan.
Jika alasannya adalah gila atau sakit ingatan yang akan membahayakan masyarakat umum permintaannya dilakukan oleh jaksa.
Permohonan untuk menaruh seseorang dibawah pengampuan harus diajukan kepada pengadilan negeri dengan menjelaskan peristiwa-peristiwa yang menguatkan adanya persangkaan tentang adanya alasan-alasan untuk menaruh orang tersebut di bawah pengawasan, dengan bukti-bukti dan saksi-saksi yang dapat diperiksa oleh hakim.
Pengadilan akan mendengar saksi-saksi itu, begitu pula anggota keluarga dari orang yang diminta pengampuannya. Akhirnya, orang itu sendiri akan diperiksa jika dianggap perlu hakim berwenang untuk mengangkat seorang pengawas untuk mengurus kepentingan orang tersebut.
Putusan Pengadilan yang menyatakan orang tersebut
dibawah pengampuan harus diumumkan dalam berita Negara. Kedudukan seseorang
yang telah ditaruh dibawah pengampuan sama dengan seorang yang belum dewasa,
dia tidak dapat melakukan perbuatan hukum apapun.
MODUL
3 :
HUKUM ORANG / PRIBADI LANJUTAN
" Subjek Hukum tidak hanya Manusia tetapi dikenal pula Badan Hukum "
Badan Hukum seperti Perseroan Terbatas (PT), Koperasi dan Yayasan merupakan Subjek Hukum Mandiri sebagai pengemban Hak dan Kewajiban , serta dapat dituntut dan menuntut di hadapan pengadilan melalui perantaraan pengurusnya. Badan Hukum memiliki harta kekayaan yang terpisah dari pengurusnya, sehingga tanggung jawab badan hukum terbatas pada harta kekayaan yang dimiliki oleh badan hukum tersebut.
Disamping badan hukum, dalam kaitannya dengan hukum orang atau hukum pribadi, penting untuk dipahami mengenai domisili, catatan sipil dan keadaan tidak hadir.
Domisili seseorang atau badan hukum menentukan di mana tempat dan kedudukan seseorang atau badan hukum dalam melakukan perbuatan hukum tertentu termasuk menentukan wilayah pengadilan yang berwenang untuk menyelesaikan sengketa apabila terjadi perselisihan hukum.
Sedangkan
Catatan Sipil penting dalam kaitannya dengan status hukum seseorang,
misalnya status anak yang dilahirkan, status perkawinan dan lain lain.
Selain
permasalahan badan hukum, domisili dan catatan sipil, penting juga untuk
dipahami pengaturan tentang keadaan tak hadir. Hal ini penting khususnya
untuk menentukan bagaimana kelanjutan tentang hak dan kewajiban seseorang,
apabila seseorang tidak diketahui keberadaannya perlu diatur mengenai kapan
hak-haknya dapat beralih kepada ahli waris dan siapa pihak yang seharusnya
bertanggung jawab tentang kewajiban-kewajiban orang tersebut.
KEGIATAN
BELAJAR 1 :
BADAN HUKUM DAN DOMISILI
A.
BADAN HUKUM
Sebagaimana
halnya Subjek Hukum Manusia, Badan Hukum pun dapat mempunyai hak-hak dan
kewajiban serta dapat pula melakukan hubungan-hubungan hukum, baik antar badan
hukum maupun antar badan hukum dengan orang/manusia. Dengan demikian, badan
hukum ini adalah pendukung hak dan kewajiban yang tidak berjiwa sebagai lawan
pendukung hak dan kewajiban yang berjiwa (manusia).
Pembentukan
suatu badan hukum dikaitkan dengan tujuannya ada dua macam; Pertama adalah badan hukum yang
sengaja dibentuk dan didirikan oleh pemerintah berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan guna mengejar tujuan negara yang bersifat ideal, misalnya
badan atau organ pemerintah. Kedua adalah badan hukum yang didirikan
oleh perseorangan, baik Warga Negara indonesia (WNI) maupun Warga Negara Asing
(WNA) yang mendapat pengakuan dari pemerintah guna mengejar kepentingan yang
bersifat ekonomi atau ideal.
Prosedur
pendirian badan hukum ini didasarkan pada ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Untuk PT misalnya berdasarkan UU No
40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, untuk Koperasi berdasarkan
UU No 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, dan Yayasan berdasarkan
UU No 28 Tahun 2004 tentang Yayasan.
B.
DOMISILI
Domisili adalah tempat dimana seseorang dalaim kaitannya dengan pelaksanaan hak-hak dan pemenuhan kewajiban-kewajibannya setiap waktu dapat dicapai sekalipun dalam kenyataannya orang tersebut tinggal di tempat lain. Jadi, yang dimaksud dengan domisili adalah tempat dimana seseorang oleh hukum dianggap selalu hadir. Domisili ini diperlukan demi kepastian hukum.
Domisili
dibutuhkan untuk menentukan perbuatan hukum yang akan dilakukan, misalnya calon suami isteri yang akan
melangsungkan perkawinan harus menentukan domisili tempat dimana dilangsungkan
perkawinan. Dalam menentukan pengajuan gugatan dibutuhkan adanya domisili untuk
memastikan kompetensi relatif pengadilan mana yang berwenang mengadili perkara
tersebut.
Berikut
ini dua macam domisili :
1. Domisili
yang sesungguhnya; yaitu dimana seseorang atau badan hukum melakukan
kewenangan perdata pada umumnya. Domisili sesungguhnya dibedakan atas domisili
wajib dan domisili sukarela. Domisili Wajib maksudnya adalah adalah
domisili yang sesungguhnya dari seseorang atau domisili yang ditentukan oleh
jabatan. Misalnya, presiden wajib tinggal di istana kepresidenan. Domisili
sukarela adalah bergantung kepada kehendak yang bersangkutan untuk
berdomisili.
2. Domisili Pilihan; adalah domisili yang dipilih oleh yang bersangkutan untuk menentukan perbuatan hukum tertentu. Misalnya, Pada Pasal 11 Ayat 1b UU NO 4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan yang mensyaratkan bagi mereka yang tinggal di luar negeri dalam hal akan melakukan perjanjian jaminan hak tanggungan mereka harus mencantumkan domisili pilihannya di Indonesia. Jika hal itu tidak dicantumkan maka kantor PPAT di mana pembebanan hak tanggungan dibuat dianggap sebagai domisili yang dipilih.
Rumah Kematian dianggap terletak pada domisili yang terakhir. Hal ini berkaitan dengan penentuan penetapan warisan dan penuntutan hak-hak para ahli waris dalam menentukan di pengadilan mana hal tersebut dapat diajukan.
KEGIATAN BELAJAR 2 :
CATATAN SIPIL DAN KEADAAN TIDAK HADIR
A. CATATAN SIPIL
Manusia sejak lahir sampai meninggal mengalami peristiwa-peristiwa yang secara hukum memiliki arti penting. Oleh karena peristiwa tersebut memiliki akibat hukum berkaitan dengan statusnya sebagai subjek hukum.
Peristiwa yang diamaksud adalah kelahiran,
kematian, perkawinan, perceraian, pengakuan anak, pengesahan anak, pengangkatan
anak, perubahan nama, dan perubahan status kewarganegaraan.
Peristiwa-peristiwa tersebut penting untuk dicatat berkaitan dengan status
hukum seorang untuk menjamin adanya kepastian hukum.
Peristiwa kelahiran perlu dicatat untuk menjamin status seorang anak sebagai anak yang sah dari kedua orang tuanya. Sementara untuk perkawinan pencatatan perkawinan akan membawa akibat hukum yang berkaitan dengan hak dan kewajiban sebagai suami isteri terhadap harta dan terhadap anak yang dilahirkan. Perceraian juga perlu dicatatkan untuk menentukan status dari pasangan itu dalam hal akan menikah lagi. Sedangkan kematian perlu dicatatkan karena berkaitan dnegan peralihan hak dan kewajiban orang yang meninggal kepada ahli warganya.
Lembaga yang bertugas untuk mencatatkan peristiwa hukum tersebut dan memberikan salinannya pada yang bersangkutan adalah catatan sipil (bugerlijk stand). Dalam menjalankan tugas dan kewenangannya lembaga catatan sipil secara struktural berada dibawah tanggung jawab Kementerian Dalam Negeri. Untuk memudahkan masyarakat dalam mencatatkan peristiwa hukum yang dialaminya maka kantor catatan sipil terebar pada setiap kabupaten dan kotamadya.
Khusus untuk mereka yang beragama Islam maka pencatatan nikah talak rujuk berada di kantor catatan sipil di bawah Kementerian Agama. Sebelum diundangkannya UU No. 3 Tahun 2006 lembaga catatan sipil menggunakan ketentuan yang berlaku pada zaman Kolonial Belanda yang menganut sistem diskriminasi dengan adanya penggolongan penduduk dan penggolongan hukum sehingga terdapat beberapa ketentuan catatan sipil yang berbeda yang berlaku pada masing-masing golongan penduduk. Misalnya, Staat Blad 1849 No. 25 yang berlaku bagi golongan Eropa dan mereka yang dipersamakan dengan golongan tersebut Staat Blad No. 130 berlaku bagi keturunan Tionghoa.
Dengan dikeluarkannya Instruksi Presidium Kabinet No. 31/U/IN/12/66 yang ditujukan kepada Menteri Kehakiman dan Kantor Catatan Sipil di sleuruh Indonesia untuk tidak menggolongksn penduduk Indonesia berdasarkan Pasal 131 IS. Hal tersebut dipertegas dengan Instruksi Menteri Kehakiman dan Menteri Dalam Negeri No. 51/I/3/J.A:2/2/5 tanggal 28 Januari 1967 yang isinya menghilangkan adanya penggolongan penduduk tersebut.
Berdasarkan hal tersebut maka pengaturan catatan sipil yang berlaku bagi seluruh penduduk Indonesia baik WNI maupun WNA dengan diundangkannya UU No. 23 Tahun 2006 tentang administrasi kependudukan maka semua ketentuan lama tidak berlaku lagi. Dengan demikian hapuslah sudah diskriminasi dan penggolongan penduduk sebagaimana diatur dalam ketentuan yang lama. Pengecualian khusus bagi penduduk yang beragama Islam, pencatatan nikah talak rujuk diatur oleh UU No. 23 Tahun 1954 di mana lembaga pencatatanya berada di bawah tanggung jawab Kementerian Agama dalam hal ini dilaksanakan oleh Kantor Urusan Agama.
B. KEADAAN TIDAK HADIR
Jika seseorang meninggalkan tempat tinggalnya dan tidak memberikan kuasa kepada orang lain untuk mengurus kepentingannya maka kepentingan-kepentingan tersebut harus diwakili oleh orang yang berkepentingan. Dalam hal ini hakim untuk sementara dapat memerintahkan balai harta peninggalan untuk mengurus kepentingan-kepentingan orang yang pergi tersebut. Jika kekayaannya tidak terlalu besar maka hakim dapat menunjuk anggota keluarganya. Balai harta peninggalan berkewajiban untuk menyegel harta kekayaannya dan membuat catatan menurut peraturan yang berlaku bagi pengurusan harta benda seorang anak di bawah umur.