PERAN, FUNGSI, DAN PERKEMBANGAN ORGANISASI ADVOKAT


SEJARAH ORGANISASI ADVOKAT

Organisasi Advokat dapat dikategorikan kedalam tiga periode. Periode Pertama, merupakan periode awal awal terbentuknya organisasi Advokat di Indonesia, yaitu kelahiran dan perintisan organisasi hukum di Indonesia. Periode Kedua, merupakan periode di mana organisasi Advokat di Indonesia mengalami krisis akibat maraknya intervensi dari pemerintah serta konflik antar organisasi Advokat. Dan Periode Ketiga, merupakan periode pasca tumbangnya rezim pemerintahan Soeharto.

a. Periode Awal
Pada masa kolonialisme, Jumlah Advokat masih sedikit dan keberadaannya terbatas pada kota-kota besar yang memiliki landraad dan raad van justitie. Para Advokat yang tergabung dalam organisasi ini dikenal sebagai "Bali van Advocaten". Adapun praktisi hukum yang tergabung dalam organisasi tersebut pada umumnya berkebangsaan Eropa, dan sedikit sekali yang merupakan warga pribumi asli.

Hal ini membuat pokrol bambu memainkan perannya yang sifnifikan dan memberikan jasa hukum didepan pengadilan pada saat itu. Sehingga pada tahun 1927, protokol bambu bersatu dan membangun wadah organisasi profesinya saat didirikan PERPI (Persatuan Pengacara Indonesia) di Surabaya. 

Pada masa revolusi fisik Indonesia, sedikit sekali catatan mengenai perkembangan organisasi Advokat di Indonesia, dan baru pada tahun 1959-1960, para Advokat yang berasal dari Jawa Tengah berkumpul di Semarang, dan mendirikan organisasi Advokat bernama "Balie" yang diketuai Mr. Soejoedi. Kemudian, diikuti dengan munculnya berbagai perkumpulan Advokat berskala lokal lainnya seperti "Balai Advokat" di Jakarta, Bandung dan Surabaya.

Baru pada awal tahun 1960, lahir organisasi Advokat yang memiliki skala nasional. Pada tanggal 14 maret 1963 bersamaan dengan berlangsungnya seminar Hukum Nasional, Persatuan Advokat Indonesia (PAI) didirikan dengan diketuai MR. Loekman Wiriadinata.
Pada tanggal 30 Agustus 1964 dalam Kongres I Musyawarah Advokat di Hotel Dana Solo dibentuk Persatuan Advokat Indonesia (PERADIN). Dan pada 3 Mei 1966, PERADIN ditunjuk sebagai pembela tokoh-tokoh pelaku Gerakan 30 September (G 30 S PKI).

b. Periode Dua (Masa Krisis Organisasi Advokat Indonesia)
Beberapa anggota PERADIN yang sudah menikmati kemapanan material yang mereka peroleh sejak pemerintahan Orde Baru sampai merasa perlu untuk mengundurkan diri dari PERADIN dan mendirikan Himpunan Penasihat Hukum Indonesia (HPHI). Namun yang paling fatal dari resolusi tersebut adalah hilangnya preferensi pemerintah terhadap PERADIN. Dukungan moral yang pernah diberikan pada tahun 1966 secara diam-diam ditarik kembali.

Ditambah lagi gejala berpalingnya pemerintah atas pembentukan LPPH (Lembaga Pelayanan dan Penyuluhan Hukum) oleh Albert Hasibuan pada tahun 1979 yang kemudian muncul satu per satu organisasi-organisasi lain yang juga berperan sebagai Organisasi Advokat. Contohnya, Pusat Bantuan dan Pengabdian Hukum (PUSBADHI), Forum Studi dan Komunikasi Advokat (Fosko Advokat), dan Bina Bantuan Hukum (BBH). Keadaan ini menjadikan kondisi keadvokatan di Indonesia menjadi buruk. Banyaknya organisasi Advokat yang ada, perlahan menurunkan kewibawaan PERADIN yang kemudian juga diikuri pula menurunnya kewibawaan praktisi hukum.

Pada tahun 1980-an pemerintah mulai melaksanakan strategi peleburan PERADIN dan Organisasi Advokat lainnya kedalam wadah tunggal yang dapat dikontrol oleh pemerintah. Namun PERADIN tidak serta merta menyetujui inisiatif ini. Mereka mencurigai bahwa ini adalah satu plot untuk menempatkan Advokat dibawah kontrol pemerintah.

Lepas dari hiruk pikuk perkembangan organisasi Advokat tersebut, pada tahun 1988, para konsultan mendirikan Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), selanjutnya muncul pula Advokat yang berdasarkan pada Undang-Undang seperti Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM), Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI), hingga organisasi Advokat dengan model klub seperti Jakarta Lawyers Club (JLC) dan lainnya. Pada 10 November 1985 disepakati berdirinya IKADIN.

c. Periode Ketiga (Masa Rekonsolidasi dan Reformasi)
Pada tahun 1995 pemerintah memfasilitasi dua seminar di Jakarta bagi ketiga organisasi Advokat (IKADIN, AAI, dan IPHI). Hasil dari seminar tersebut adalah kode etik bersama yang selanjutnya diadopsi oleh ketiga organisasi itu, lalu berada dibawah payung Forum Komunikasi Advokat Indonesia (FKAI). Dan kemudian ketiga organisasi itu pun mencapai kemajuan yang signifikan.

Sehingga pada tahun 1998 Mahkamah Agung menyetujui mengadopsi kode etik FKAI untuk dipergunakan pada seluruh pengadilan di Indonesia. Pemerintah juga memberikan kepercayaan kepada FKAI dengan memasukkan kode etik yang diakui selama masa transisi sebelum terciptanya wadah tunggal dalam rancangan undang-undang tentang profesi Advokat. Dengan ini FKAI telah menunjukkan sinyal rekonsilidasi dan membuka kemungkinan bagi Organisasi Advokat untuk kembali berkembang dimasa mendatang.

Namun upaya tersebut rupanya kembali terhambat, IKADIN mendadak mencabut keanggotaannya dalam Piagam Forum Komunikasi dan tidak mengakui FKAI. IKADIN kemudian menarik diri dari FKAI dan kembali memberlakukan kode etiknya  sendiri serta meninggalkan kode etik bersama FKAI. Tanpa IKADIN, FKAI terus berjalan dan pada saat itu kode etik diurus oleh AAI dan IPHI sampai tahun 2001, dan pada saat itu IKADIN belum pernah mengadakan  ujian kode etiknya sendiri.


PERAN DAN FUNGSI ADVOKAT

Organisasi Advokat adalah organisasi profesi yang didirikan berdasarkan UU Advokat (Pasal 1 ayat (4) UU Advokat). Berdasarkan Pasal 28 ayat (1) UU Advokat, Organisasi Advokat adalah satu-satunya wadah profesi Advokat yang bebas dan mandiri yang dibentuk sesuai dengan ketentuan UU Advokat dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas profesi Advokat. Berdasarkan pasal ini, maka dapat dipahami bahwa Organisasi Advokat memiliki Sitem single bar assosiation.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 34 ayat (3) UU Advokat, untuk sementara tugas dan wewenang organisasi Advokat sebagaimana dimaksud dalam UU Advokat, dilaksanakan bersama oleh Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Ikatan Penasihat hukum Indonesia (IPHI), Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultasi Hukum Indonesia (AKHI), Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM), dan Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI). Untuk menjalankan tugas yang dimaksud, kedelapan Advokat tersebut setuju memakai nama Komite Kerja Advokat Indonesia (KKAI) pada tanggal 16 juni 2003.

Ketentuan mengenai susunan Organisasi Advokat ditetapkan oleh para Advokat yang tergabung dalam PERADI sebagai wadah profesi Advokat, dalam Anggaran Dasae dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART). Pada tanggal 21 Desember 2004, Advokat Indonesia sepakat untuk membentuk Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI), saat ini PERADI melakukan beberapa tugas mendesak, yaitu :
1. Mengangkat Advokat (Pasal 2 ayat (2))
2. Menyelenggarakan ujian Advokat (Pasal 3 ayat (1) huruf b)
3. Menyelenggarakan peradilan profesi melalui Dewan Kehormatan dan Majelis Kehormatan (Pasal 7, Pasal 26, Pasal 27)
4. Memberhentikan Advokat (Pasal 9 ayat (1))
5. Mengawasi Advokat (Pasal 12 ayat (1))
6. Membentuk kelengkapan organisasi Advokat (Pasal 13 ayat (1), Pasal 27 ayat (1), dan Pasal 27 ayat (4))
7. Membentuk aturan-aturan organisasi Advokat (Pasal 13 ayat (3), Pasal 26 ayat (1), Pasal 27 ayat (5))
8. Membentuk buku daftar Advokat (Pasal 29 ayat (2))
9. Merekomendasikan izin Advokat asing (Pasal 23 ayat (2))
10. Memfasilitasi magang calon Advokat (Pasal 29 ayat (5))
11. Merumuskan prosedur bagi Advokat Asing untuk mengajukan rekomendasi untuk bekerja di Indonesia
12. Membentuk Dewan Kehormatan Sementara yang berkedudukan di Jakarta dan dalam waktu dekat akan membentuk Dewan Kehormatan tetap.
13. Membentuk Komisis Pendidikan Profesi Advokat Indonesia (KP2AI). Komisi ini bertanggung jawab seputar ketentuan pendidikan khusus bagi Calon Advokat serta pendidikan hukum berkelanjutan bagi Advokat.

Berdasarkan ketentuan Pasal 32 ayat (4) UU Advokat, dalam waktu paling lambat dua tahun setelah berlakunya UU Advokat, Organisasi Advokat telah terbentuk. Mengingat UU Advokat telah diundangkan pada 5 April 2003, maka organisasi Advokat harus sudah terbentuk selambat-lambatnya pada 5 April 2005.