HUKUM ACARA PIDANA (MATERI UPA)






















Hukum Acara Pidana disebut juga dengan Hukum Pidana Formal. Wiryono Prodjodikoro, memberikan pernyataan bahwa hubungan acara pidana berhubungan erat dengan adanya hukum pidana. Oleh karen itu, merupakan suatu rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana badan-badan pemerintah yang berkuasa, yaitu kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan harus bertindak guna mencapai tujuan negara dengan mengadakan hukum negara. Adanya hukum pidana formal dimaksudkan untuk mempertahankan hukum pidana materiil dengan memberlakukan Undang-undang Republik Indonesia No 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

1. PENYELIDIKAN

Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam KUHAP. Tugas penyelidikan dilakukan oleh penyelidik, yaitu pejabat Polisi Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh Undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan.

Berdasarkan Pasal 4 KUHAP menjelaskan, penyelidik adalah setiap pejabat polisi Negara Republik Indonesia maka karena kewajibannya mempunyai wewenang :
a. Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana
b. Mencari keterangan dan barang bukti
c. Menyuruh berhenti seorang yang di curigai dan menanyakan serta memeriksa tand apengenal diri
d. Mengadakan tindakan lain menurut hukum  yang bertanggung jawab

Atas perintah penyidik, penyelidik juga dapat melakukan tindakan berupa :
a. Pennagkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan penahanan
b. Pemeriksaan dan penyitaan surat
c. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang
d. Membawa dan menghadapkan seseorang kepada penyidik

Atas tugas dan wewenang penyelidik karena undang-undang atau karena perintah penyidik, penyelidik harus membuat dan menyampaikan laporan hasil pelaksanaan tindakan penyelidikan yang telah dilakukan kepada penyidik.


2. PENYIDIKAN

Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang tergadi dan guna menemukan tersangkanya. Penyidikan dilakukan oleh penyidik dan penyidik pembantu.

Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh UU untuk melakukan penyidikan. Sedangkan Penyidik Pembantu adalah Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan yang diatur dalam KUHAP. Mengacu pada Pasal 6 ayat (1) KUHAP, Penyidik, yaitu :
(1). Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia
(2). Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh UU.

Syarat kepangkatan pejabat penyidik diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 92 Tahun 2015.

Penyidik dalam melakukan tugas dan wewenanngnya wajib menjunjung tinggi hukum yang berlaku. Pasal 7 KUHAP mengatur wewenang penyidik, yaitu :
(1). Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana
(2). Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian
(3). Menyuruh berhenti seseorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka
(4). Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan
(5). Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat
(6). Mengambil sidik jari dan memotret seseorang
(7). Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi
(8). Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara
(9). Mengadakan penghentian penyidikan
(10). Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

Selama melakukan tindakan tersebut, penyidik membuat berita acara. Berita acara itu tentang :

a. Pemeriksaan Tersangka
(1). Penangkapan
Berdasarkan Pasal 1 angka 20 KUHAP, Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengengkangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam KUHAP.

Terhadap seorangb yang dianggap kerasa melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup dapat dilakukan penangkapan paling lama 1 (satu) hari. Terhadap tersangka pelaku pelanggaran tidak diadakan penangkapan, kecuali dalam hal ia telah dipanggil secara sah dua kali berturut-turut tidak memenuhi panggilan itu tanpa alasan yang sah.

(2). Penahanan
Berdasarkan Pasal 1 angka 21 KUHAP, Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa ditempat tertentu oleh penyidik, atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam KUHAP. Penahanan dilakukan atas kepentingan penyidikan, penuntutan dan/atau pemeriksaan hakim di sidang pengadilan.

Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang di duga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan/atau mengulangi tindak pidana.
Penahanan tersebut hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal :
a). Tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih.
b). Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 282 ayat (3), Pasal 296, Pasal 335 ayat (1), Pasal 351 ayat (1), Pasal 353 ayat (1), Pasal 372, Pasal 378, Pasal 379 a, Pasal 453, Pasal 454, Pasal 455, Pasal 459, Pasal 480, dan Pasal 506 KUHP.
Pasal 25 dan Pasal 26 Rechtenordonnantie (Pelanggaran terhadap Ordonansi Bea dan Cukai, terakhir diubah dengan Staatsblad Tahun 1931 Nomor 471), Pasal 1, Pasal 2 dan Pasal 4 UU Tindak Pidana Imigrasi (UU No 8 Drt. Tahun 1955, Lembaran Negara Tahun 1955 Nomor 8), Pasal 36 ayat (7), Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 47 dan Pasal 48 UU No 9 Tahun 1976 tentang Narkotika (Lembaran Negara Tahun 1976 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3086).

Penahanan dapat dibagi dalam beberapa jenis, yaitu :
a). Penahanan rumah tahanan negara
b). Penahanan rumah
c). Penahanan kota.

Ketentuan jangka waktu yang perlu diperhatikan terkait dengan masa penahanan, yaitu :
a). Perintah  penahanan yang diberikan oleh penyidik dilakukan paling lama 20 (dua puluh) hari dan apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh penuntut umum yang berwenang untuk paling lama 40 (empat puluh) hari.
b). Perintah penahanan yang diberikan oleh penuntut umum hanya berlaku paling lama 20 (dua puluh) hari dan apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapt diperpanjang oleh Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang untuk paling lama 30 (tiga puluh) hari.
c). Hakim Pengadilan Negeri yang mengadili perkara, guna kepentingan pemeriksaan berwenang mengeluarkan surat perintah penahanan untuk paling lama 30 (tiga puluh) hari dan apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan untuk paling lama 60 (enam puluh) hari
d). Hakim Pengadilan Tinggi yang mengadili perkara, guna kepentingan pemeriksaan banding berwenang mengeluarkan surat perintah penahanan untuk paling lama 30 (tiga puluh) hari dan apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh Ketua Pengadilan Tinggi yang bersangkutan untuk paling lama 60 (enam puluh) hari.
e). Hakim Mahkamah Agung yamg mengadili perkara, guna kepentingan pemeriksaan kasasi berwenang mengeluarkan surat perintah penahanan untuk paling lama 50 (lima puluh) hari dan apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh Ketua Mahkamah Agung untuk paling lama 60 (enam puluh) hari.

(3). Penggeledahan
Untuk kepentingan penyidikan, penyidik dapat melakukan penggeledahan rumah atau penggeledahan pakaian atau penggeledahan badan menurut tata cara yang ditentukan dalam KUHAP. Terhadap penggeledahan rumah kecuali dalam hal tertangkap tangan, penyidik tidak diperkenankan memasuki :
1). Ruang diamana sedang berlangsung sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
2).Tempat dimana sedang berlangsung ibadah dan atau upacara keagamaan
3). Ruang dimana sedang berlangsung sidang pengadilan.


b. Pemasukan Rumah
(1). Penyitaan Benda
Berdasarkan Pasal 1 angka 16 KUHAP, Penyidik adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan, dan peradilan. Yang dapat dikenakan penyitaan adalah :
a). Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian di duga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana.
b). Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya.
c). Benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana
d). Benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana
e). Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan.

Benda sitaan disimpan dalam rumah penyimpanan benda sitaan negara. Dalam hal benda sitaan terdiri atas benda yang dapat lekas rusak atau yang membahayakan, sehingga tidak mungkin untuk disimpan sampai putusan pengadilan terhadap perkara yang bersangkutan memperoleh kekuatan hukum tetap atau jika biaya penyimpanan benda tersebut akan menjadi terlalu tinggi, sejauh mungkin dengan persetujuan tersangka atau kuasanya dapat diambil tindak sebagai berikut :
a). Apabila perkara masih ada ditangan penyidik atau penuntut umum, benda tersebut dapat dijual lelang atau dapat diamankan oleh penyidik atau penuntut umum, dengan disaksikan oleh tersangka atau kuasanya.
b). Apabila perkara sudah ada ditangan pengadilan, maka benda tersebut dapat diamankan atau dijual lelang oleh penuntut umum atas izin hakim yang menyidangkan perkaranya dan disaksikan oleh terdakwa atau kuasanya.

Benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka dari siapa benda itu disita, atau kepada orang atau kepada mereka yang paling berhak apabila :
a). Kepentingan penyidikan dan penuntutan tidak memerlukan lagi
b). Perkara tersebut tidak jadi dituntut karena tidak cukup bukti atau ternyata tidak merupakan tindak pidana
c). Perkara tersebut dikesampingkan untuk kepentingan umum atau perkara tersebut ditutup demi hukum. kecuali apabila benda itu diperoleh dari suatu tindak pidana atau yang dipergunakan untuk melakukan suatu tindak pidana
d). Apabila perkara sudah diputus, maka benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka yang disebut dalam putusan tersebut, kecuali jika menurut putusan hakim benda itu dirampas untuk negara, untuk dimusnahkan atau untuk dirusakkan sampai tidak dapat dipergunakan lagi atau, jika benda tersebut masih diperlukan sebagai barang bukti dalam perkara lain.

(2). Pemeriksaan Surat

(3). Pemeriksaan Saksi

(4). Pemeriksaan di tempat kejadian

(5). Pelaksanaan penetapan dan putusan pengadilan

(6). Pelaksanaan tindakan lain sesuai dengan ketentuan dalam KUHAP.

Apabila berkas perkara telah lengkap, penyidik menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum. Penyerahan berkas perkara tersebut dilakukan dengan cara :
a). Pada tahap pertama penyidik hanya menyerahkan berkas perkara
b). Dalam hal penyidikan sudah dianggap selesai, penyidik menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum.



3. PRAPERADILAN

Praperadilan adalah wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang :
a. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka
b. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan.
c. Permintaaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.

Kewenangan Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 77 KUHAP telah diubah berdaarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015, maka wewenang Pengadilan Negeri dalam hal praperadilan menjadi:
a. Memeriksa dan memutus tentang sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan
b. Memeriksa dan memutus tentang sah atau tidaknya penetapan tersangka penggeledahan dan penyitaan.

Praperadilan dipimpin oleh hakim tunggal yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Negeri dan dibantu oleh seorang panitera. Acara pemeriksaan praperadilan dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Dalam waktu tiga hari setelah diterimanya permintaan, hakim yang ditunjuk menetapkan hari sidang
b. Dalam memeriksa dan memutus tentang sah atau tidaknya penangkapan atau penahanan, sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan, permintaan ganti kerugian dan/atau rehabilitasi akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan, akibat sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan dan ada benda yang disita yang tidak termasuk alat pembuktian, hakim mendengar keterangan baik dari tersangka atau pemohon maupun dari pejabat yang berwenang.
c. Pemeriksaan tersebut dilakukan secara cepat dan selambat-lambatnya tujuh hari hakim harus sudah menjatuhkan putusannya
d. Dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh Pengadilan Negeri, sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada praperadilan belum selesai, maka permintaan tersebut gugur
e. Putusan Praperadilan pada tingkat penyidikan tidak menutup kemungkinan untuk mengadakan pemeriksaan, praperadilan lagi pada tingkat pemeriksaan oleh penuntut umum, jika untuk itu diajukan permintaan baru.

Isi Putusan Hakim dalam acara pemeriksaan praperadilan harus memuat hal sebagai berikut :
a. Jelas dasar dan alasannya.
b. Dalam hal putusan menetapkan bahwa sesuatu penangkapan atau penahanan tidak sah, maka penyidik atau Jaksa Penuntut Umum pada tingkat pemeriksaan masing-masing harus segera membebaskan tersangka.
c. Dalam hal putusan menetapkan bahwa sesuatu penghentian penyidikan atau penuntutan tidak sah, penyidikan atau penuntutan terhadap tersangka wajib dilanjutkan.
d. Dalam hal putusan menetapkan bahwa suatu penangkapan atau penahanan tidak sah, maka dalam putusan dicantumkan jumlah besarnya ganti kerugian dan rehabilitasi yang diberikan, sedangkan dalam hal suatu penghentian penyidikan atau penuntutan adalah sah dan tersangkanya tidak ditahan, maka dalam putusan dicantumkan rehabilitasinya.
e. Dalam hal putusan menetapkan bahwa benda yang disita ada yang tidak termasuk alat pembuktian, maka dalam putusan dicantumkan bahwa benda tersebut harus segera dikembalikan kepada tersangka atau dari siapa benda itu disita.

Terhadap putusan praperadilan tidak dapat dimintakan banding, kecuali terdapat putusan praperadilan yang menetapkan tidak sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan, yang untuk itu dapat dimintakan putusan akhir pengadilan tinggi dalam daerah hukum yang bersangkutan.



4. PENUNTUTAN

Penuntutan adalah tindakan penuntutan umum untuk melimpahkan perkara pidana ke Pengadilan Negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam UU ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan.
Penuntut Umum berwenang melakukan penuntutan terhadap siapa pun yang didakwa melakukan suatu tindak pidana dalam daerah hukumnya dengan melimpahkan perkara ke pengadilan yang berwenang mengadili.

Penuntutan dapat dilakukan apabila berkas perkara hasil penyidikan sudah memenuhi persyaratan untuk dilimpahkan ke pengadilan. Meski demikian, terdapat tiga kemungkinan bahwa berkas perkara belum bisa dilimpahkan ke pengadilan yaitu :
a. Dalam hal hasil penyidikan ternyata belum lengkap, Penuntut Umum mengembalikan berkas perkara kepada penyidik disertai petunjuk tentang hal yang harus dilakukan untuk dilengkapi dan dalam waktu empat belas hari sejak tanggal penerimaan berkas, penyidik harus sudah menyampaikan kembali berkas perkara itu kepada Penuntut Umum (Pasal 138 ayat (2) KUHAP)
b. Dalam hal penuntut umum berpendapat bahwa dari hasil penyidikan dapat dilakukan penuntutan, ia dalam waktu secepatnya membuat surat dakwaan (Pasal 40 ayat (1) KUHAP_
c. Dalam hal Penuntut Umum memutuskan untuk menghentikan penuntutan karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau perkara ditutup demi hukum, Penuntut Umum menuangkan hal tersebut dalam surat ketetapan (Pasal 140 ayat (2) KUHAP)



5. TAHAP PERSIDANGAN

a. Jenis Pemeriksaan Perkara Pidana
Pemeriksaan Perkara Pidana di Pengadilan terbagi menjadi tiga bentuk berdasarkan jenis perkaranya, yaitu :
1). Acara Pemeriksaan Singkat ialah perkara kejahatan atau pelanggaran yang tidak termasuk ketentuan Pasal 205 dan yang menurut penuntut umum pembuktian serta penerapan hukumnya mudah dan sifatnya sederhana.

2). Acara Pemeriksaan cepat dimana perkara dalam pemeriksaan ini diperiksa diadili dan diputus dalam jangka waktu 7 (Tujuh) hari untuk mengadili perkara :
a). Perkara tindak pidana ringan ialah perkara yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama tiga bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya tujuh ribu lima ratus rupiah,  dan penghinaan ringan kecuali perkara pelanggaran lalu lintas (Pasal 205 ayat (1) KUHAP)
b). Perkara pelanggaran lalu lintas ialah pemeriksaan perkara pelanggaran tertentu terhadap peraturan perundang-undangan lalu lintas jalan (Pasal 211 KUHAP)

3). Acara pemeriksaan biasa ialah pemeriksaan perkara yang tidak termasuk perkara dalam acara pemeriksaan singkat dan cepat.;


b. Dakwaan
Penuntut Umum melimpahkan perkara ke Pengadilan Negeri dengan permintaan agar segera mengadili perkara tersebut disertai dengan surat dakwaan. Penuntut Umum membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani serta memenuhi ketentuan berisi :
1). Nama Lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka
2). Uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan.

Penuntut Umum dapat mengubah sjurat dakwaan sebelum pengadilan menetapkan hari sidang baik dengan tujuan untuk menyempurnakan maupun untuk tidak melanjutkan penuntutannya. Pengubahan surat dakwaan tersebut dapat dilakukan hanya satu kali selambat-lambatnya tujuh hari sebelum sidang dimulai.

Penuntut Umum dapat melakukan penggabungan perkara dan membuatnya dalam suatu surat dakwaan, apabila pada waktu yang sama atau hampir bersamaan ia menerima beberapa berkas perkara dalam hal :
1). Beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh seorang yang sama dan kepentingan pemeriksaan tidak menjadikan halangan terhadap penggabungannya
2). Beberapa Tindak Pidana yang bersangkut-paut satu dengan yang lain
3). Beberapa Tindak Pidana yang tidak bersangkut-paut satu dengan yang lain, akan tetapi yang satu dengan yang lain itu ada hubungannya, yang dalam hal ini penggabungan tersebut perlu bagi kepentingan pemeriksaan .

c. Eksepsi
Eksepsi merupakan tangkisan atau pembelaan yang tidak mengenal atau tidak ditujukan terhadap materi pokok suatu dakwaan, tetapi keberatan tersebut ditujukan terhadap cacat formal yang terdapat pada surat dakwaan.
Eksepsi diatur dalam Pasal 156 ayat (1) KUHAP, yang menjelaskan bahwa : " Dalam hal terdakwa atau penasihat hukum mengajukan keberatan bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan, maka setelah diberi kesempatan kepada penuntut umum untuk menyatakan pendapatnya, hakim mempertimbangkan keberatan tersebut untuk selanjutnya mengambil keputusan "

Jika Hakim menyatakan keberatan tersebut diterima, maka perkara itu tidak diperiksa lebih lanjut, sebaiknya dalam hal tidak diterima atau hakim berpendapat hal tersebut baru dapat diputus setelah selesai pemeriksaan, maka sidang dilakukan.


d. Pembuktian
Apabila eksepsi ditolak, hakim akan menyatakan agar sidang dilanjutkan dan memerintahkan kepada penuntut umum untuk mengajukan alat bukti. Hal yang umum diketahui tidak perlu dibuktikan.

Alat bukti yang sah dan dapat diajukan berdasarkan Pasal 184 KUHAP, yaitu :
1). Keterangan saksi
2). Keterangan ahli
3). Surat
4). Petunjuk
5). Keterangan Terdakwa
Alat Bukti lain diluar KUHAP yang dapat dijadikan bukti dalam acara pidana adalah informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya.


e. Tuntutan (Requisitor) dan Pembelaan (Pleidooi)
Tuntutan penuntut umum diajukan setelah pemeriksaan atas perkara pidana dinyatakan selesai. Tuntutan tersebut diajukan oleh penuntut umum berdasarkan dakwaan dan alat bukti yang telah diajukan di persidangan.
Dasar hukum tuntutan terdapat pada Pasal 182 ayat (1) huruf a KUHAP, yang menyatakan bahwa setelah pemeriksaan dinyatakan selesai, penuntut umum mengajukan tuntutan pidana.

Setelah penuntut umum mengajukan tuntutan, terdakwa dan/atau penasihat hukumnya diberikan kesempatan untuk mengajukan pembelaan. Dasar hukum pembelaan terdapat pada Pasal 182 ayat (1) huruf b KUHAP, yang menyatakan bahwa terdakwa dan atau penasihat hukum mengajukan pembelaannya yang dapat dijawab oleh penuntut umum, dengan ketentuan bahwa terdakwa atau penasihat hukum selalu mendapat giliran terakhir.


f. Putusan
Putusan merupakan tahap terakhir dalam proses pemeriksaan perkara pidana pada tingkat Pengadilan Negeri. Putusan yang dijatuhkan hakim dapat berupa :
1). Putusan Bebas
Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas
2). Putusan Lepas
Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum.
3). Putusan Penjatuhan Pidana
Jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan pidana.

Segera setelah putusan pemidanaan diucapkan, bahwa hakim ketua sidang wajib memberitahukan kepada terdakwa tentang segala apa yang menjadi haknya, yaitu :
1). Hak segera menerima atau segera menolak putusan
2). Hak mempelajari putusan sebelum menyatakan menerima atau menolak putusan, dalam tenggang waktu yang ditentukan oleh KUHAP
3). Hak minta penangguhan pelaksanaan putusan dalam tenggang waktu yang ditentukan oleh UU untuk dapat mengajukan grasi, dalam hal ia menerima putusan
4). Hak minta diperiksa perkaranya dalam tingkat banding dalam tenggang waktu yang ditentukan oleh KUHAP, dalam hal ia menolak putusan
5). Hak mencabut pernyataan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dalam tenggang waktu yang ditentukan oleh KUHAP


g. Upaya Hukum
Upaya Hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan p[engadilan yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi  atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur KUHAP. Upaya hukum dalam KUHAP terbagi menjadi dua jenis:
  • Upaya hukum biasa (banding dan kasasi)
  • Upaya hukum luar biasa (kasasi demi kepentingan hukum dan peninjauan kembali)
(1). Banding
Upaya hukum banding diatur dalam Pasal 26 ayat (1) dan ayat (2) UU Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman alasan yang dibolehkan untuk mengajukan banding, yaitu:
a). Putusan pengadilan tingkat pertama
b). Putusan itu tidak merupakan pembebasan dari dakwaan
c). Putusan itu tidak merupakan putusan lepas dari segala tuntutan hukum

Permintaan banding dapat diajukan ke pengadilan tinggi oleh terdakwa atau yang khusus dikuasakan untuk itu atau penuntut umum. Permintaan banding boleh diterima oleh panitera pengadilan negeri dalam waktu 7 (tujuh) hari sesudah putusan dijatuhkan atau setelah putusan diberitahukan kepada terdakwa yang tidak hadir.
Apabila tenggang waktu tersebut telah lewat tanpa diajukan permintaan banding oleh yangbersangkutan, maka yang bersangkutan dianggap menerima putusan.

Selama perkara banding belum diputus oleh pengadilan tinggi, permintaan banding dapat dicabut sewaktu-waktu dan dalam hal sudah dicabut, permintaan banding dalam perkara itu tidak boleh diajukan lagi.
Apabila perkara telah mulai diperiksa akan tetapi belum diputus, sedangkan sementara itu pemohon mencabut permintaan bandingnya, maka pemohon dibebani membayar biaya perkara yang telah dikeluarkan oleh pengadilan tinggi hingga saat pencabutannya.

Jangka waktu pengajuan banding sejak diterimanya berkas perkara banding oleh pengadilan tinggi, sebagai berikut :
a). Selambat-lambatnya dalam waktu empat belas hari sejak permintaan banding diajukan, panitera mengirimkan salinan putusan pengadilan negeri dan berkas perkara serta surat bukti kepada pengadilan tinggi
b). Selama tujuh hari sebelum pengiriman berkas perkara kepada pengadilan tinggi, pemohon banding wajib diberi kesempatan untuk mempelajari berkas perkara tersebut di pengadilan negeri
c). Dalam hal pemohon banding yang dengan jelas menyatakan secara tertulis bahwa ia akan mempelajari berkas tersebut di pengadilan tinggi, maka kepadanya wajib diberi kesempatan untuk itu secepatnya tujuh hari setelah berkas perkara diterima oleh pengadilan tinggi
d). Kepada setiap pemohon banding wajib diberi kesempatan untuk sewaktu-waktu meneliti keaslian berkas perkaranya yang sudah ada di pengadilan tinggi
e). Selama pengadilan tinggi belum mulai memeriksa suatu perkara dalam tingkat banding, baik terdakwa atau kuasanya maupun penuntut umum dapat menyerahkan memori banding atau kontra memori banding kepada pengadilan tinggi.

(2). Kasasi
Definisi Kasasi dalam Pasal 244 KUHAP, yaitu terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain dari Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas. Pemeiksaan dalam tingkat kasasi dilakukan atas permintaan para pihak guna menentukan :
a). Apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya
b). Apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang
c). Apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya.

Permohonan kasasi disampaikan oleh pemohon kepada panitera pengadilan yang telah memutus perkaranya dalam tingkat pertama, dalam waktu 14 (empat belas) hari sesudah putusana pengadilan yang dimintakan kasasi itu diberitahukan kepada terdakwa.
Permintaan tersebut oleh panitera ditulis dalam sebuah surat keterangan yang ditandatangani oleh panitera serta pemohon, dan di catat dalam daftar yang dilampirkan pada berkas perkara.
Dalam hal pengadilan negeri menerima permohonan kasasi, baik yang dijukan oleh penuntut umum, atau terdakwa maupun yang diajukan oleh penuntut umum dan terdakwa sekaligus, maka panitera wajib memberitahukan permintaan dari pihak yang satu kepada pihak yang lain.

Tenggang waktu dalam pengajuan kasasi :
a). Apabila tenggang waktu tersebut diatas telah lewat tanpa diajukan permohonan kasasi oleh yang bersangkutan, maka yang bersangkutan dianggap menerima putusan
b). Apabila dalam tenggang waktu tersbut pemohon terlambat mengajukan permohonan kasasi maka hak untuk itu gugur.

Tenggang waktu pengajuan memori kasasi, yaitu :
a). Pemohon kasasi wajib mengajukan memori kasasi yang memuat alasan permohonan kasasinya dan dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah mengajukan permohonan tersebut, harus sudah menyerahkannya kepada panitera yang untuk itu ia memberikan surat tanda terima
b). Apabila dalam tenggang waktu tersebut pemohon terlambat menyerahkan memori kasasi maka hak untuk mengajukan permohonan kasasi gugur.

(3). Kasasi demi Kepentingan Hukum
Pengajuan kasasi demi kepentingan hukum diatur dalam Pasal 259 ayat (1) KUHAP yang menjelaskan bahwa, demi kepentingan hukum terhadap semua putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dari pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, dapat diajukan kepada Mahkamah Agung selama satu kali atas permohonan kasasi oleh Jaksa Agung.

Syarat pengajuan kasasi dalam hal hukum acara pidana, yaitu tidak boleh merugikan pihak yang berkepentingan . Batasan mengenai syarat, "tidak merugikan kepentingan" berupa :
a). Tidak menjatuhkan putusan pemidanaan atas putusan pembebasan
b). Tidak memperberat pidana dari apa yang telah dijatuhkan dalam putusan yang dikasasi demi kepentingan hukum.
c. Tidak boleh mencabut hak perdata terdakwa jika hal itu tidak terdapat dalam putusan yang dikasasi.

(4). Peninjauan Kembali
Peninjauan Kembali diatur dalam Pasal 263 ayat (1) KUHAP yang menjelaskan bahwa, terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, dapat diajukan permintaan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung selama 1 (satu) kali atas permohonan terpidana atau ahli warisnya.
Dengan demikian, Jaksa/Penuntut Umum tidak memiliki hak untuk mengajukan upaya hukum peninjaun kembali.

Permintaan Peninjauan Kembali dapat dilakukan atas dasar :
a). Apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan
b). Apabila dalam pelbagai putusan terhadap pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu, ternyata telah bertentangan satu dengan yang lain.
c). Apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.


h. Eksekusi
Pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dilakukan oleh Jaksa, yang untuk itu panitera mengirimkan salinan surat putusan kepadanya. Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh KUHAP untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yamh telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia mengatur mengenai kewenangan jaksa terhadap eksekusi pengadilan dalam perkara pidana yang telah berkekuatan hukum tetap, yaitu :
1. Pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan kekuatan hukum tetap dilakukan oleh Jaksa, yang untuk itu panitera mengirimkan salinan surat putusan kepadanya (Pasal 30 ayat (1) huruf b)
2. Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 30 ayat (1) huruf c)