KODE ETIK ADVOKAT INDONESIA


Advokat sebagai salah satu penegak hukum yang sejajar dengan instansi penegak hukum lainnya, merupakan suatu profesi yang terhormat (officium nobile). Advokat harus aling menghargai antara teman sejawat dan juga antara para penegak hukum lainnya. Setiap advokat harus menjaga citra dan martabat kehormatan profesi, serta menjunjung tinggi kode etik dan sumpah profesi.

Dewan Kehormatan merupakan suatu lembaga dalam organisasi Advokat yang memiliki fungsi untuk mengawasi tindak tanduk profesi Advokat berdasarkan kode etik Advokat. Kode Etik Advokat merupakan hukum tertinggi dalam menjalankan profesi Advokat, yang menjamin dan melindungi dengan membebankan kewajiban kepada setiap Advokat untuk jujur dan bertanggungjawab dalam menjalankan profesinya.

1. DASAR HUKUM KODE ETIK ADVOKAT

Berdasarkan Pasal 3 UU Advokat, Kode etik dan ketentuan tentang Dewan Kehormatan Profesi Advokat yang telah ditetapkan pada 23 Mei 2002 dinyatakan telah mempunyai kekuatan hukum matatis mutandis menurut UU Advokat sampai ada ketentuan baru yang dibuat oleh organisasi Advokat.

Kode Etik Advokat di Indonesia dibuat pada 23 Mei 2002, oleh Komite Kerja Advokat Indonesia, yang disahkan dan ditetapkan oleh Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI), Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), dan Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPI).

Kode Etik Advokat telah mengalami satu kali perubahan di Jakarta pada tanggal 1 Oktober 2002 oleh yaitu, merunah seluruh ketentuan Bab XXII, Pasal 24 Kode Etik Advokat Indonesia yang ditetapkan pada tanggal 23 Mei 2002, sehingga seluruhnya menjadi :

BAB XXII
PENUTUP

Kode Etik Advokat ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, yaitu sejak tanggal 23 Mei 2002


2. PENGAWASAN DAN PELAKSANAAN KODE ETIK

Pasal 26 ayat (3) UU Advokat menentukan bahwa pengawasan atas pelaksanaan kode etik profesi Advokat dilakukan oleh Organisasi Advokat. Pengawasan dalam hal ini sebagai tindakan teknis dan administratif terhadap Advokat untuk menjaga agar dalam menjalankan profesinya sesuai dengan kode etik profesi yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Pasal 27 ayat (1) UU Advokat, Organisasi Advokat membentuk Dewan Kehormatan Organisasi Advokat, baik ditingkat pusat maupun ditingkat daerah. Pasal 9 huruf b Kode Etik  Advokat Indonesia menyatakan bahwa pengawasan atas pelaksanaan Kode etik Advokat dilakukan oleh Dewan Kehormatan. Berdasarkan Pasal tersebut, maka fungsi dewan Kehormatan berwenang memeriksa dan mengadili perkara pelanggaran Kode Etik yang dilakukan oleh Advokat berdasarkan tata cara Dewan Kehormatan Organisasi Advokat.

3. KEPRIBADIAN ADVOKAT

Advokat adalah warga negara Indonesia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam melaksanakan tugasnya menjunjung tinggi hukum, Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Kode Etik Advokat, serta sumpah jabatannya.
Pasal 4 Kode Etik Advokat menjabarkan lebih lanjut mengenai kepribadian Advokat, yaitu :
1. Advokat dalam melakukan tugasnya tidak bertujuan semata-mata untuk memperoleh imbalan materi, tetapi lebih mengutamakan tegaknya hukum, kebenaran dan keadilan.
2. Advokat wajib memelihara rasa solidaritas diantara teman sejawat
3. Advokat dapat menolak untuk memberi nasihat atau bantuan hukum kepada setiap orang yang memerlukan jasa atau bantuan hukum dengan alasan, karena tidak sesuai dengan keahliannya dan bertentangan dengan hati nuraninya. Akan tetapi, ia tidak dapat menolak dengan alasan karena perbedaan agama, kepercayaan, suku, keturunan, jenis kelamin, keyakinan politik dan kedudukan sosialnya.
4. Advokat dalam menjalankan profesinya adalah wajib memperjuangkan hak-hak manusia dalam negara hukum Indonesia, bebas, mandiri dan tidak dipengaruhi oleh siapapun.
5. Advokat wajib memberikan bantuan dan pembelaan hukum kepada teman sejawat yang diduga atau didakwa dalam suatu perkara pidana atau permintaannya atau karena penunjukkan organisasi profesi.
6. Advokat dalam menjalankan profesinya harus bersifat sopan terhadap semua pihak namun wajib mempertahankan hak dan martabat Advokat.
7. Advokat tidak dibenarkan melakukan pekerjaan lain yang dapat merugikan kebebasan, derajat, dan martabat Advokat.
8. Advokat harus menjunjung tinggi profesinya sebagai profesi yang terhormat (officium nobile); dan
9. Seorang Advokat yang kemudian diangkat menjadi pejabat negara (eksekutif, legislatif, dan yudikatif) tidak diperkenankan untuk :
a). Berpraktik sebagai Advokat
b). Namanya dicantumkan/dipergunakan oleh siapa pun, oleh kantor mana pun dalam suatu perkara yang sedang diproses/berjalan selama ia menduduki jabatan tersebut.

4. HUBUNGAN ANTARA ADVOKAT DENGAN PIHAK LAIN

Kode etik yang perlu diperhatikan ketika Advokat menjalankan profesi dan kewajibannya dengan pihk lain, adalah sebagai berikut :

a. Hubungan Advokat dengan Klien, berlaku ketentuan berikut :
(1). Advokat dalam menghadapi perkara-perkara perdata harus mengutamakan penyelesaian dengan jalan damai
(2). Advokat tidak dibenarkan memberi keterangan yang menyesatkan klien mengenai perkara yang sedang diurusnya
(3). Advokat tidak dibenarkan menjamin kepada kliennya bahwa perkara yang ditanganinya akan menang
(4). Dalam menentukan besarnya honorarium, Advokat wajib mempertimbangkan kemampuan klien
(5). Advokat tidak dibenarkan membebani klien dengan biaya-biaya yang tidak perlu
(6). Advokat dalam mengurus perkara cuma-cuma harus memberikan perhatian yang sama seperti terhadap perkara untuk mana ia menerima uang jasa
(7). Advokat harus menolak mengurus perkara yang menurut keyakinannya tidak ada dasar hukumnya.
(8). Advokat wajib memegangrahasia jabatan tentang hal-hal yang diberitahukan oleh klien secara kepercayaan dan wajib tetap menjaga rahasia itu setelah berakhirnya hubungan antara Advokat dan klien.
(9). Advokat tidak dibenarkan melepas tugas yang dibebankan kepadanya pada saat yang tidak menguntungkan posisi klien atau pada saat tugas itu akan dapat menimbulkan kerugian yang tidak dapat diperbaiki lagi bagi klien yang bersangkutan, dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a Kode Etik Advokat Indonesia.
(10). Advokat yang mengurus kepentingan bersama dari dua pihak atau lebih harus mengundurkan diri sepenuhnya dari pengurusan kepentingan-kepentingan tersebut apabila dikemudian hari timbul pertentangan kepentingan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
(11). Hak retensi Advokat terhadap klien diakui sepanjang tidak akan menimbulkan kerugian kepentingan klien.

b. Hubungan Advokat dengan teman sejawat, berlaku ketentuan berikut :
(1). Harus dilandasi sikap saling menghormati, saling menghargai, dan saling mempercayai
(2). Advokat jika membicarakan teman sejawat atau jika berhadapn satu sama lain dalam sidang pengadilan, hendaknya tidak menggunakan kata-kata yang tidak sopan, baik secara tertulis maupun secara lisan
(3). Keberatan-keberatan atas tindakan teman sejawat yang dianggap bertentangan dengan Kode Etik Advokat harus diajukan kepada Dewan Kehormatan untuk diperiksa dan tidak dibenarkan untuk disiarkan melalui media massa atau cara lain
(4). Advokat tidak dibenarkan untuk menarik atau merebut seorang klien dari teman sejawat
(5). Apabila klien hendak mengganti Advokat, maka Advokat yang baru hanya dapat menerima perkara itu setelah menerima bukti pencabutan pemberian kuasa kepada Advokat semula dan berkewajiban mengingatkan klien untuk memenuhi kewajibannya apabila masih ada terhadap Advokat semula
(6). Apabila suatu perkara kemudian diserahkan oleh klien terhadap Advokat yang baru maka Advokat semula wajib memberikan kepadanya semua surat dan keterangan yang penting untuk mengurus perkara tersebut, dengan memperhatikan hak retensi Advokat terhadap klien tersebut.

5. BATANG TUBUH ATURAN KODE ETIK ADVOKAT INDONESIA

Untuk memudahkan dalam memahami substansi Kode Etik Advokat, maka dirangkum garis besar batang tubuh aturan Kode Etik Advokat Indonesia, sebagai berikut :

BAB I        : Ketentuan Umum (Pasal 1)
BAB II       :Kepribadian Advokat (Pasal 2 dan Pasal 3)
BAB III     : Hubungan dengan Klien (Pasal 4)
BAB IV     : Hubungan dengan Teman Sejawat (Pasal 5)
BAB V       : Tentang Sejawat Asing (Pasal 6)
BAB VI     : Cara bertindak menangangi (Pasal 7)
BAB VII    : Ketentuan-Ketentuan lain tentang Kode Etik (Pasal 8)
BAB VIII  : Pelaksanaan Kode Etik (Pasal 9)
BAB IX     : Dewan Kehormatan. Bab ini dibagi dengan beberapa bagian sebagai berikut :
Bagian Kesatu         : Ketentuan Umum (Pasal 10)
Bagian Kedua          : Pengaduan (Pasal 11)
Bagian Ketiga          : Tata Cara Pengaduan (Pasal 12)
Bagian Keempat     : Pemeriksaan Tingkat Pertama oleh dewan Kehormatan Cabang/Daerah (Pasal 13)
Bagian Kelima         : Sidang Dewan Kehormatan Cabang/Daerah (Pasal 14)
Bagian Keenam       : Cara Pengambilan Keputusan (Pasal 15)
Bagian Ketujuh       : Sanksi-Sanksi (Pasal 16)
Bagian Kedelapan   : Penyampaian Salinan Keputusan (Pasal 17)
Bagian Kesembilan : Pemeriksaan Tingkat Banding Dewan Kehormatan Pusat (Pasal 18)
Bagian Kesepuluh   : Keputusan Dewan Kehormatan (Pasal 19)
Bagian Kesebelas    : Ketentuan lain tentang Dewan Kehormatan (Pasal 20)     

BAB X       : Kode Etik dan Dewan Kehormatan (Pasal 21)
BAB XI     : Aturan Peralihan (Pasal 22 dan Pasal 23)
BAB XII   : Penutup (Pasal 24)