KEBIJAKAN BISNIS (ADBI4437) - ADB

  


DAFTAR ISI

TINJAUAN MATA KULIAH
MODUL 1   : KONSEP MANAJEMEN STRATEGI DAN KEBIJAKAN BISNIS
MODUL 2   : LINGKUNGAN EKSTERNAL
MODUL 3   : LINGKUNGAN INTERNAL PERUSAHAAN
MODUL 4   : MISI DAN TUJUAN PERUSAHAAN
MODUL 5   : STRATEGI PERUSAHAAN
MODUL 6   : KEBIJAKAN KEUANGAN 
MODUL 7   : KEBIJAKAN PRODUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA
MODUL 8   : KEBIJAKAN PEMASARAN
MODUL 9   : IMPLEMENTASI DAN EVALUASI STRATEGI


TINJAUAN MATA KULIAH

Istilah kebijakan bisnis sering dikaitkan dengan istilah strategi bisnis. Suatu kebijakan memang menyangkut pemikiran yang bersifat strategis yang membawa dampak secara menyeluruh bagi aktivitas organisasi. Disamping bersifat menyeluruh, interval waktu dari dampak tersebut juga bersifat jangka panjang.
Beberapa istilah kemudain berkembang menjadi perencanaan jangka panjang (long range planning) dan perencanaan strategis (strategic planning). Bahkan dalam perkembangan selanjutnya, istilah manajemen strategis (strategic management) dipandang lebih bersifat komprehensif, sedangkan kebijakan bisnis dilihat sebagi salah satu bagian dari manajemen strategi. 

Pentingnya manajemen strategi dan kebijakan bisnis semakin menonjol pada era perdagangan global saat ini, satu era yang telah menumbuhkembangkan hubungan bisnis lintas negara  ataupun kawasan. Meluasnya hubungan ini membawa dampak bagi semakin ketatnya tingkat persaingan bisnis secara global di pengujung abad ke-20, suatu kecendrungan saat mereka yang tidak mampu berkompetisi secara fair pasti akan terpuruk. Pada tingkat persaingan demikian, para pelaku bisnis akan mencurahkan perhatian pada strategi dan kebijakan bisnis yang telah diambil. Sangatlah perlu meninjau ulang, apakah selama ini keputusan strategi telah diambil secara tepat.

Kenyataan diatas merupakan alasan bagi pentingnya mahasiswa administrasi bisnis untuk menguasai mata kuliah kebijakan bisnis. Hal ini karena para calon administrator tidak mungkin hanya berorientasi pada pencapaian tujuan bisnis jangka pendek yang terpokus pada upaya mengejar keuntungan belaka. Keputusan yang bersifat strategis hanya mampu dilakyukan oleh pemimpin yang memiliki wawasan jauh ke depan.

Secara umum mata kuliah ini menyajikan materi tentang proses dan latar belakang pengintegrasian berbagai fungsi manajerial dan bisnis dalam sebuah organisasi. Materi ini dimaksudkan sebagai pucuk pelingkup (capstone) serta teknik-teknik bersaing yang dapat diterapkan dalam pengembangan suatu usaha.

MODUL 1 : KONSEP MANAJEMEN STRATEGI DAN KEBIJAKN BISNIS

Hakikat dari strategi dan kebijakan bisnis akan bisa diraih melalui pemahaman secara mendalam tentang definisi yang dikemukakan oleh berbagai pakar. Strategi dan kebijakan bisnis merupakan keputusan yang dibuat pada level manajemen puncak. 
Keputusan yang bersifat menyeluruh ini akan mendasari berbagai keputusan yang bersifat styrategis dan tentunya sangat memerlukan kecermatan dalam merumuskan ataupun menjabarkannya. Dengan merumuskan strategi, berarti perusahaan telah membuat formulasi tentang apa yang harus dilakukan dalam bisnis. Penjabarannya diperlukan agar strategi dan kebijakan tersebut lebih mudah untuk diaplikasikan. 
Dalam pengertian umum, istilah manajemen strategi dan kebijakan bisnis sering menjadi rancu. Para mahasiswa acapkali mengalami kesulitan untuk membedakan antara strategi korporat (strategi pada level puncak perusahaan) dan strategi fungsional di bidang pemasaran. Apalagi intensitas topik yang disajikan di berbagai media massa Indonesia memang lebih banyak berbicara tentang strategi pemasaran daripada strategi pada level manajemen puncak. Oleh karena itu, sebagai langkah awal unruk memahami, mahasiswa perlu menguasai proses, konten, serta konteks strategi dan kebijakan bisnis.

KB 1 : PENGERTIAN MANAJEMEN STRATEGI DAN KEBIJAKAN BISNIS

Kebijakan atau policy dalam suatu organisasi merupakan pedoman umum untuk melakukan kegiatan ataupun keputusan dari orang-orang yang ada dalam organisasi tersebut. Kebijakan biasanya berupa suatu pernyataan yang dapat memberikan pedoman kepada anggota organisasi tentang bagaimana hendaknya mereka bertindak dalam suatu situasi tertentu. Suatu situasi yang spesifik sering kali membuat seseorang sulit untuk mengambil langkah secara pasti jika tidak ada ketentuan dari pihak atasan yang bisa digunakan karena menyangkurt aktivitas bisnis perusahaan secara keseluruhan. Adanya pedoman semcam itu amatlah diperlukan.

Sebagai salah satu aspek dalam adminstrasi bisnis - Christiansen Andres dan Bower - Kebijakan Bisnis merupakan suatu studi tentang fungsi dan tanggung jawab pemimpin umum perusahaan serta problema yang memengaruhi karakter dan keberhasilan perusahaan secara keseluruhan.
Permasalahan kebijakan dalam bisnis akan menyangkut beberapa kegiatan (aktivitas), misalnya aktivitas pemilihan tujuan, pembentukan karakter organisasi, penentuan tentang apa yang perlu dikerjakan, dan mobilisasi sumber daya untuk mencapai tujuan dalam situasi persaingan.

Aktivitas memilih tujuan dalam rangka kebijakan bisnis mengharuskan manajemen memahami makna dari tujuan organisasi. Tujuan organisasi menyangkut apa yang harus dicapai serta kapan hasilnya bisa dicapai. Oleh karena itu, dalam mencapai tujuan, perlu dicanangkan aktivitas apa saja yang harus diperlukan. Sumber daya dalam organisasi hendaknya benar-benar didayagunakan sehingga tujuan organisasi bisa dicapai secara optimal.

Tujuan yang ingin dicapai dalam organisasi sifatnya berjenjang. Pada level bawah, tujuan bersifat teknis operasional. Pada level menengah, bersifat fungsional. Pada level atas, bersifat strategis. Antara jenjang tujuan yang satu dan jenjang yang lain hendaknya merupakan tujuan yang berkaitan dan berkesinambungan. Misalnya, tujuan teknis operasional harus merupakan penjabaran dari  tujuan pada jenjnag fungsional.
Berbagai kegiatan yang dilakukan oleh para karyawan pada seksi penjualan tidak boleh menyimpang dari tujuan fungsional di bidang pemasaran. Penentuan tujuan fungsional di bidang pemasaran juga harus mengacu pada tujuan strategis dari perusahaan secara keseluruhan.

Istilah strategi - Mintzberg dan Quinn - merupakan pola atau rencana yang mengintegrasikan tujuan utama organisasi, kebijakan, ataupun tindakan-tindakan ke dalam suatu keterkaitan secara terpadu. Strategi yang baik diharapkan mampu membantu mengintegrasikan berbagai kepentingan. 
Bagi kepentingan internal organisasi, strategi diharapkan mampu membantu pendayagunaan dan pengalokasian sumber daya organisasi. Bagi kepentingan eksternal organisasi, strategi diharapkan mampu membantu mengantisipasi perubahan lingkungan. Roda organisasi hendaknya maju seiring dengan perkembangan lingkungannya.

Berpikir Strategis - Thomson dan Strickland - akan membiasakan manajer melatih kejelian pandangan mata untuk melihat ke luar pada kebutuhan konsumen, peluang baru, dan posisi bersaing, selain mengasah kejadian manajer dalam melihat operasi yang ada di perusahaan. Sangatlah penting bagi manajer untuk mengarahkan perhatian pada kebutuhan konsumen yang senantiasa berkembang. 
Pendapatan serta pengetahuan konsumen yang semakin tinggi membawa dampak terthadap meningkatnya jenis kebutuhan, selera, pelayanan, kenyamanan, dan keamanan dari produk yang ingin dibeli. Tanpa memperhatikan faktor-faktor tersebut, cepat atau lambat produk/jasa yang dihasilkan perusahaan akan ditinggalkan oleh pelanggannya. 
Sebaliknya, jika aspek perubahan lingkungan tersebut menjadi pusat perhatian, akan tampak dengan jelas munculnya peluang-peluang baru yang bisa dimanfaatkan oleh perusahaan. Di balik itu, pandangan ke luar juga melatih manajer untuk selalu mengamati posisi perusahaan dalam persaingan. Manajer diharapakan tidak seperti pepatah katak dalam tempurung yang merasa serbatahu. Padahal, ternayata pesaing telah mengalami kemajuan yang jauh meninggalkan perusahaan. Kealpaan mengantisipasi posisi tersebut dapat menyebabkan perusahaan mengalami kekalahan pada keunggulan bersaing.

Dengan berpikir strategis, para pemimpin organisasi/perusahaan akan memiliki arah yang jelas dalam menhjalankan roda perusahaan. Para manajer akan memiliki visi tentang masa depan dan perubahan yang harus dihadapi. Mereka mempunyai komitmen tinggi untuk merumuskan dan mengimplementasikan rencana strategis yang paling tepat sehingga kinerja perusahaan memapu meraih keunggulan dalam posisi persaingan.

Dalam kebijakan bisnis, masalah yang dipertimbangkan dan asumsi yang digunakan dalam menganalisis masalah menjadi tugas pokok dari para eksekutif. Mereka ini memiliki tanggung jawab penuh atas perusahaan secara keseluruhan. Studi tenatng kebijakan bisnissemestinya menjadi puncak pendidikan profesi bisnis. Namun, penggunaan studi tersebut masih jauh dari persiapan langsung bagi calon eksekutif yang kelak memikul tanggung jawab. Padahal, dalam perkembangan lingkungan yang serba kompleks, diperlukan orang yang memiliki kemampuan khusus ini. Orang tersebut harus mampu merumuskan kepentingan perusahaan dan membuat rekomendasi yang perinci bagi usaha pengembangan serta memiliki wawasan tentang apa yang dibutuhkan perusahaan secara keseluruhan. Secara singkat, diperlukan eksekutif yang mampu mendefinisikan bisnis perusahaan.

Pendefinisian bisnis berkaitan dengan pertanyaan yang mendasar bagi para manajer senior tentang apa sebebqanrnya yang menjadi bisinis perusahaan. Pertanyaan ini membawa pemikiran pihak manajer untuk melihat ruang lingkup aktivitas organisasi, membuat refleksi tentang jenis organisasi apa yang mereka yakini paling tepat, dan secara spesifik mengetahui kebutuhan para konsumen yang ingin dilayani secara memuaskan.

Salah satu contohnya adalah bisnis properti di Jawa Timur. Pada awalnya perusahaan properti di daerah ini lebih mengutamakan membangun sebuah kawasan perumahan berdasarkan segmen tingkat pendapatan konsumen. Pertama kali biasanya dibangun perumahan tipe 36 yang ditujukan untuk kelompok berpenghasilan menengah ke bawah, Setelah tingkat hunian di kawasan tersebut semakin ramai, mulailah dibangun kawasan perumahan Tipe 70 untuk memenuhi kebutuhan segmen menengah ke atas. Kawasan kedua ini lokasinya lebih strategis karena terletak didekat jalan yang besar dan dilengkapi dengan sarana pertokoan dan sarana-sarana umum yang lain. 
Strategi tersebut cukup sukses, terutama profit besar yang bisa diraih ketika berhasil memenuhi kebutuhan konsumen segmen menengah ke atas. Berdasarkan oengamatan para entreprenuer di bidang proiperti, ternyata bisa diciptakan sgmentasi pasar lain yang berbeda dengan segmentasi sebelumnya.
Segmen baru tersebut adalah perumahan khusus bagi para manajer dan pebisnis yang berasal dari mancanegara atau yang sering sebut ekspatriat. Perumahan yang dibangun disesuaikan dengan style negara asal para ekspatriat. Misalnya, dibangun tipe perumahan dengan struktur gaya cina, Jepang, Eropa dan sebagainya agar para penghuninya mencapai kepuasan karena merasa tinggal dalam suasana seperti di tganah asalnya. Inilah sebuah langkah untuk mendefinisikan kembali segmen pelanggan. Suatu kemampuan menangkap makna kebijakan bisnis yang hanya bisa dilakukan oleh mereka yang memiliki profesionalisme dalam merumuskan strategi perusahaan.

Studi tentang strategi dan kebijakan bisnis berkaitan dengan proses menentukan strategi yang relevan memalui kekuatan dan tujuan yang menjadi curahan perhatian . Manajemen strategi dan kebijakan bisnis merupakan upaya untuk menentukan arah masa depan organisasi berikut implementasi dari keputusan yang ingin dicapai. Di samping bisa dihindari adanya kesalahan langkah yang bisa mengancam eksistensi organisasi, dengan strategi dan kebijakan bisnis juga bisa diperoleh kepastian tentang prospek kemajuan yang kelak mampu digapai perusahaan di masa mendatang.

DEFINISI

Istilah Strategi berasal dari bahasa Yunani Strategos, yang bermakna komando umum dari suatu militer (stratos; militer, agos; memimpin). Hampir seluruh Pemerintahan Yunani Kuno memiliki strategos atau opsir jenderal militer. 
Jadi seseorang yang awalnya menjabat sebagai pimpinan militer kemudian meningkat fungsinya ke arah administratif, kenegaraan, dan politik serta memiliki kedudukan penting memimpin negara. Pada era tahun 500-an SM, muncul istilah strategia atau dewan 10 jenderal yang berkedudukan di Athena untuk mengoordinasi dan berkuasa atas 10 suku. Sretiap jenderal memimpin militer dari sukunya dan bertindak selaku pemegang tongkat komando.
Dalam era tersebut, Athena mengalami masa revolusi (misalnya perang dengan Polandia) dan krisis pemerintahan. Pada saat itu, terjadi suatu masa krisis pertenatngan antara soistem pemerintahan demokratis dengan peran dewan ataupun peran sristokrat yang sedmikian kuat. Belum lagi krisis dalam kebijakan luar negeri yang menyangkut hubungan dengan Persia, Sparta, dan Ionia. 
Maka itu, Pemerintahan Athena mengalami reorganisai besar-besaran dalam struktur ataupun prosedur menuju demokrasi Yunani. Bentuk organisasi tersebut diperlukan untuk menghindari tirani kekuasaan agar keputusan pemerintah sejalan dengan aspirasi kelompok besar penduduk.

Konsep Startegi merupakan sumber utama dari konsep kebijakan dan seluk beluk aktivitas manajerial. Telah banyak berbagai pembahasan di bidang administrasi bisnis, terutama istilah di seputsr strategi, antara lain perencanaan strategi, manajemen strategis, formula strategis, strategi korporat, dan strategi unit bisnis. Bahkan dikalangan militer dan sektor publik (pemerintahan), banyak peneliti yang tertarik kepada persoalan manajemen strategis. Pada dasarnya, konsep strategi mengacu pada sisi yang amat penting dari aktivitas manusia dalam organisasi. 
Konsep tersebut cukup sulit untuk didefinisikan secara pasti, meningat perannya di tengah kompleksitas lingkungan organisasi itu sendiri. Namun, konsep tersebut dirasakan demikian penting bagi para peneliti yang sedang mengarahkan perhatiannya pada maslah kebijakan (policy). Kualitas dan penelitian kebijakan akan sangat dipengaruhi oleh kejelasan konsep manajemen strategis.

Beberapa Definisi Strategi :

1. Von Neumann dan Morgenstern;
Strategi adalah serangkaian tindakan perusahaan yang diputuskan sehubungan dengan situasi tertentu.
2. Drucker
Strategi adalah analisis situasi masa kini dan apabila perlu  mengubahnya, termasuk menemukan sumber daya serta apa yang semestinya dilakukan.
3. Chandler
Strategi adalah penentuan tujuan dasar jangka panjang dari suatu perusahaan, penerapan tindakan, dan alokasi sumber daya yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut.
4. Ansoff
Starategi adalah suatu aturan untuk membuat keputusan berdasarkan ruang lingkup produk/pasar, arah pertumbuhan, keunggulan bersaing, dan sinergi.
5. Cannon
Strategi adalah arah keputusan tindakan yang diperlukan dalam persaingan untuk mencapai tujuan perusahaan.    
6. Learned, Christiensen, Andrew, dan Guth
Strategi adalah pola tujuan, maksud, sasaran, dan kebijakan utama serta rencana untuk menggapai sasaran tersebut yang dinyatakan dalam suatu cara agar memberikan batasan tentang apa serta ke mana bisnis perusahaan ataupun sosok perusahaan diinginkan.
7. Newman dan Logan
Strategi adalah rencana masa depan yang mengantisipasi perubahan dan inisiatif tindakan untuk memanfaatkan peluang yang dipadukan dalam konsep atau misi perusahaan.
8. Schendel dan Hatten
Strategi didefinisikan sebagai sasaran dan tujuan dasar dari organisasi, program utama tindakan ayang dipilih untuk mencapai sasaran dan tujuan tersebut, serta pola utama alokasi sumber daya yang digunakan berhubungan dengan aktivitas organisasi dan lingkungannya.
9. Uyterhoeven, Ackerman, dan Rosenblum
Strategi memberikan arah sekaligus keterpaduan perusahaan yang disusun dalam beberapa tahap: profil strategis, ramalan strategis, penghitungan sumber daya, alternatif strategi yang digali, pengujian konsistensi, dan pilhan strategi.
10. Ackoff
Strategi berkaitan dengan tujuan jangka panjang dan cara menggapainya yang bisa memengaruhi sistem secara menyeluruh.       
11. Paine dan Naumes
Strategi adalah tindakan utama atau pola tindakan yang spesifik untuk mencapai tujuan perusahaan
12. Glueck
Strategi adalah rencana yang menyatu, komprehensif, dan terpadu yang dirancang untuk memastikan bahwa tujuan dasar dari perusahaan akan bisa dicapai.
13. M. Nichols
Strategi diramu dalam perumusan kebijakan. Ia berisikan serangkaian keputusan yang merefleksikan keputusan tentang tujuan dasar bisnis dan pendayagunaan keterampilan ataupun sumber daya untuk mencapai tujuan tersebut.  
14. Steiner dan Miner
Strategi adalah pembentukan misi perusahaan, penentuan tujuan organisasi searah dengan tuntutan lingkungan eksternal dan internal, perumusan kebijakan dan strategi yang spesifik untuk mencapai tujuan, serta memastikan implementasi yang tepat sehingga maksud dantujuan dasar organisasi akan bisa dicapai.
15. Mintzberg
Strategi adalah kekuatan yang menjembatani organisasi dengan lingkungan berisi pola-pola keputusan organisasi sehubungan dengan perkembangan lingkungan tersebut.
16. Schendel dan Hofer
Strategi memberikan tanda arah kepada organisasi untuk mencapai tujuan sebagai tanggapan terhadap peluang dan ancaman yang terjadi dalam lingkungannya.
17. Wheelen dan Hunger
Strategi perusahaan adalah suatu rencana besar yang komprehensif dan yang menunjukkan bagaimana suatu perusahaan akan mencapai misi dan tujuannya
18. Thompson dan Strickland
Strategi adalah suatu cetak biru (blueprint) dari sleuruh sktivitas penting bagi kewirausahaan, persaingan, dan fungsional yang diambil dalam rangka mencapai tujuan organisasi dan memosisikan organisasi untuk meraih sukses di masa depan.
19. Boseman dan Phatak
Manajemen strategi adalah suatu proses yang berhubungan dengan penentuan arah masa depan organisasi dan mengimplementasikan keputusan yang diarahkan untuk mencapai tujuan jangka panjang ataupun jangka pendek dari organisasi.
20. Higgins dan Vincze
Manajemen strategi merupakan proses pengelolaan misi organisasi yang ingin digapai sejalan dengan pengelolaan hubungan antara organisasi dan lingkungan, khususnya tanggap terhadap lingkungan stakeholders serta pihak-pihak yang paling berkepentingan dalam lingkungan internal dan eksternal (konstituen) yang dipengaruhi oleh tindakan-tindakannya.

jika mengacu pada pendapat Ansoff, strategi disebut juga sebagai konsep bisnis perusahaan dalam arti sebagai aturan untuk membuat keputusan dan penentuan garis pedoman. Berdasarkan pendapat Chandler, yang dimaksud dengan strategi adalah penentuan dasar sasaran jangka panjang dan tujuan perusahaan serta pemakaian cara-cara bertindak dan alokasi sumber-sumber daya yang diperlukan untuk mencapai tujuan. 
Kemudian Uyterhoeven mengemukakan strategi perusahaan sebagai usaha pencapaian tujuan dengan memberikan arah dan keterikatan perusahaan. Selanjutnya Christensen memberikan definisi strategi sebagai pola-pola berbagai tujuan serta kebijaksanaan dasar dan rencana-rencana untuk emncapai tujuan tersebut. Hal itu dirumuskan sedemikian rupa sehingga jelas usaha apa yang sedang dan akan dilaksanakan oleh perusahaan. demikian pula sifat perusahaan, baik sekarang maupun yang akan datang. Hampir senada dengan endapat diatas, Glueck mendefinisikan strategi sebagai suatu kesatuan rencana yang komprehensif dan terpadu yang menghubungkan kekuatan strategi perusahaan dengan lingkungan yang dihadapi. semuanya menjamin agar tujuan perusahaan tercapai.

Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa strategi dan kebijakan bisnis merupakan aktivitas secara terpadu dan komprehensif yang mampu menyatukan berbagai arah usaha dan kegiatan untuk mencapai tujuan yang penuh daya guna serta berhasil guna. Denagan demikian, strategi bisnis yang dirumuskan ibarat payung yang biasa menaungi seluruh tujuan dan sasaran yang ingin dicapai. 
Rumusan strategi tersebut disertau pula dengan penjabaran kebijakan-kebijakan yang diperlukan untuk mengimplementasikannya. Kemudian implementasi strategi ini biasanya dituangkan secara lebih operasional dalam bentuk program kegiatan, prosedur kegiatan, dan anggaran yang diperlukan.

akhirnya, pelaksanaan suatu strategi memang memerlukan evaluasi agar bisa diketahui sejauh mana kinerja yang dihasilkan serta kendala yang menghambat keberhasilannya.


KB 2 : HIERARKI STRATEGI

Bertolak dari pengertian strategi dan kebijakan bisnis yang telah dipahami pembaca, tampak bahwa mulai dari perumusan suatu strategi hingga operasionalisasi pelaksanaan atau implementasinya terdapat beberapa tingkatan strategi. 
Mahasiswa diharapakan memiliki wawasan yang lebih luas tentang tingkatan strategi serta mampu melihat siapa sebenarnya yang memiliki tanggung jawab atas pengelolaan strategi perusahaan. Tanggung jawab ini tentunya tergantung pada besar kecilnya perusahaan. Bagi perusahaan kecil atau yang baru berdiri, pihak pendiri biasanya menentukan strategi dan kebijakan perusahaan. Usaha yang dijalankan perusahaan yang demikian barangkali juga baru mencakup satu bidang (unit) usaha. Sebagai unit bisnis tunggal, tempat sang pendirimerangkap sebagai manajer puncak, tingkatan strategi yang masih cukup sederhana. Tanggung jawab manajemen puncak dalam perusahaan mencakup berbagai tahapan proses manajemen strategi. Manusia menganalisislingkungan, merumuskan strategi, menjabarkan kebijakan, dan mengoperasionalkan Kebijakan tersebut dalam bentuk program, prosedur, dan anggaran perusahaan  dengan segala kemampuan dan pengalamannya.

Semakin berkembang suatu perusahaan ketika fungsi-fungsi perusahaan diserahkan kepada para manajer fungsional - tanggung jawab strategi bisa dibagikan kepada para manajer tersebut. Pihak manajemen puncak tidak lagi harus memikirkan strategi dan kebijakan bisnis perusahaan secara keseluruhan, melainkan lebih berkonsentrasi pada strategi di tingkat korporasi dan bisnis. Sementara itu, tanggung jawab strategi fungsional, seperti bidang pemasaran, keuangan, produksi, litbang, ataupun sumber daya manusia, diserahkan kepada para manajer tingkat menengah tersebut. Boseman dan Phatak misalnya, menggambarkan strategi bisnis tunggal atau single strategie business unit firm ini sebagai berikut :


Jika unit usaha bisnisnya hanya satu macam,pihak manajemen puncak tidak banyakl bertanggungjawab untuk menentukan strategi yang luas dalam lingkungan makro ataupun strategi korporat, melainkan juga menentukan strategi dari unit bisnisnya. Kemudian, pada level departemen fungsional, pemilihan strategi tersebut diserahkan kepada manajer masing-masing departemen. Apabila unit usaha perusahaan telah berkembang dalam beberapa bidang, menurut Boseman dan Phatak, hal ini disebut dengan multiple strategic unit firm yang digambarkan sebagai berikut :


Jadi, pada perusahaan besar yang memiliki berbagai macam bidang usaha tersebut, tingkat manajemen strategi dibagi menjadi tiga level, yakni strategi di tingkat korporasi atau corporate strategy, strategi pada tingkat bisnis atau strategic business unit, dan strategi pada tingkat kegiatan fungsional perusahaan atau functional strategy, Ketiga macam level strategi tersebut , jika dilihat dari luas ruang lingkupnya menurut Wheelen & Hunger, bisa digambarkan sebagai berikut :



A. CORPORATE STRATEGY (STRATEGI KORPORAT)

Strategi pada level puncak berupaya untuk menentukan arah dan keterpaduan dari perusahaan. Arah dan strategi korporasi membangkitkan minat terhadap tujuan dan misi yang diemban. Sementara itu, keterpaduan amat penting bagi penyatuan langkah dan kerja sama antara unit dalam organisasi. Perusahaan yang telah memiliki banyak unit bisnis terkadang merasa kurang perlu untuk melakukan perumusan strategi di awal level korporat. Ini disebabkan masing-masing unit bisnis memang telah memiliki strategi sendiri. Akan tetapi, apabila terjadi konflik kepentingan di antara unit-unit bisnis di bawah naungan perusahaan yang sama, barulah bisa dirasakan betapa besarnya manfaat strategi korporat tersebut. Apalagi, jika diantara unit bisnis yang satu dan yang lain terdapat saling keterkaitan, adanya strategi korporat amat diperlukan.

Dalam proses strategi korporat, terdapat kegiatan strategic profiling. Menururt Uyterhoeven, Ackerman, dan Ronsenblum, strategic profile adalah proses untuk menggambarkan sosok perusahaan yang mencakup tiga unsur utama : bagaimana suatu perusahaan mendefinisikan bisnisnya, bagaimana suatu perusahaan mendefinisikan sosok persaingannya, dan bagaimana suatu perusahaan mendefinisikan konsep diri.

Langkah mendefinisikan bisnis berkaitan dengan gambar tentang pilihan dasar ruang lingkup operasi, baik secara horizontal, vertikal, maupun geografis. Operasi yang bersifat horizontal, misalnya memproduksi barang yang beraneka ragam berdasarkan segmentasi pasar. Misalnya, memproduksi pesawat terbang untuk keperluan rekreasi, bisnis, dan komersial atau memp[roduksi pesawat terbang dengan harga yang bervariasi berdasarkan konfigurasinya, berupasatu mesin, dua mesin, turboprop, dan sebagainya. 

Pilihan operasi secara horizontal ini diperlukan sehubungan dengan pendektan pada berbagai aktivitas yang dilakukan. Sementara itu, operasi yang bersifat vertikal lebih mengarah pada keterkaitan berbagai aktivitas tersebut. Misalnya, suatu perusahaan tekstil yang semula hanya memproduksi kain, kemudian membangun usaha pabrik benang dan perkebunan kapas.
Pilihan pada ketiga usaha yang saling terkait tersebut pasti berdasarkan suatu alasan tertentu. Kemudian, ruang lingkup operasi secara geografis berdasarkan pertimbangan kondisi wilayah operasi. Produsen pakaian jadi yang diekspor, misalnya, pasti akan mempertimbangkan postur tubuh ataupun selera konsumen di wilayah yang akan menjadi sasaran produk tersebut. Pilihan pada ruang lingkup operasi berdasarkan geografis tergantung pada pandangan perusahaan dalam mendefinisikan bisnisnya.

Langkah mendefinisikan sosok persaingan dari satu sisi bisa berdasarkan pilihan tentang apa yang menjadi senjata dalam bersaing. Suatu perusahaan akan mengandalkan kemampuannya. misalnya dalam bidang pemasaran kegiatan produksi, teknologi, penelitian dan pengembangan, atau mungkin kemampuan finansialnya. Dari sisi lain, pendefinisian persaingan bila dilakukan dengan melihat posisi dalam persaingan. Bagaimana perannya dalam industri, apakah mampu menjadi pemimpin pasar atau sekadar pengikut perusahaan lain.

Langkah mendefinisikan konsep diri antara lain berkaitan dengan sikap mental dan perilaku. Secara spesifik, contohnya adalah gaya kepemimpinan yang dikembangkan dalam perusahaan. Ross Perot yang mendirikan EDS meruipakan contoh seorang pemimpin perusahaan yang mengembangkan kepemimpinan gaya militer dengan mengutamakan kedisiplinan dan siap tempur bagi para staf perusahaannya.
Sementara itu, Muhammad Gobel yang mendirikan National Gobel di Indonesia terkenal dengan falsafah pohon pisangnya. Dalam memimpin perusahaan, menururt Gobel, yang diutamakan adalah pengembangan SDM dalam rangka kaderisasi. Ibarat pohon pisang, kematiannya segera disusul oleh tunas-tunas baru yang tumbuh berkembang, menggantikan peran untuk memimpin perusahaan. Langkah pendefinisian konsep diri ini juga mencakup sasaran kinerja perusahaan yang ingin dicapai.

Strategi korporasi tersebut juga menggambarkan bagaimana perusahaan mengembangkan suatu strategi portofolio yang tepat untuk berbagi aktivitas perusahaan. Misalnya, berdasarkan analisis portofolio, laju npertumbuhan industri alat pertanian senantiasa mengalami penurunan. Sementara itu, aktivitas perusahaan di bidang industri alat pertanian sangat kuat atau bahkan menguasai pangsa pasar yang cukup luas. Dalam situasi demikian, pihak perusahaan harus membuat suatu keputusan tentang strategi apa yang tepat untuk dilakukan.
Keputusan yang akan diambil merupakan keputusan strategi dalam peringkat korporasi, termasuk keputusan dalam strategi ini, misalnya beberapa faktor keputusan tentang pendefinisian kembali bisnis perusahaan atau tipe bisnis yang seharusnya. Keputusan tentang arus keuangan serta berbagai sumber daya dari dan ke divisi-divisi yang ada ataupun berbagai cara untuk menambah tingkat pengembalian investasi merupakan keputusan pada level ini.


B. BUSINESS STRATEGY (STRATEGI BISNIS)

Strategi pada level unit bisnis yang dikenal dengan istilah SBU (Strategic Business Unit) merupakan strategi yang ditetapkan pada tingkat divisi perusahaan. Divisionalisasi organisasi perusahaan ini diperlukan dengan adanya pertumbuhan usaha. Divisi yang dibentuk bisa berdasarkan ragam produk yang dihasilkan, ragam usaha yang dijalankan, atau ragam wilayah yang dijangkau perusahaan. Berdasarkan ragam produk kemungkinan akan dibentuk, misalnya divisi produk A, produk B, produk C, dan sebagainya. Berdasarkan ragam usaha, suatu perusahaan mempunyai beberapa divisi usaha, seperti divisi perkapalan, agrobisnis, perbankan, industri pariwisata, dan lain-lain. Sementara itu berdasarkan ragam wilayahnya, dibentuk divisi kawasan Indonesia bagian barat, kawasan Indonesia bagian tengah, dan divisi kawasan Indonesia bagian timur. Jika sudah menjadi perusahaan multinasional, dibentuklah divisi berdasarkan negara atau benua, misalnya divisi Eropa, Asia, Amerika dan sebaginya. 
Dengan pembagian tersebut, diperlukan keputusan strategis yang berbeda antara divisi yang satu dan divisi yang lain. SBU untuk agrobisnis tentunya berbeda dengan strategi industri perkapalan. Demikian pula strategi pada unit bisnis perbankan akan berbeda dengan unit bisnis pariwisata.

Pihak manajemen puncak biasanya memperlakukan SBU sebagai suatu unit yang memiliki otonomi. Dengan kewenangan yang ada, pihak SBU dapat menentukan sendiri strategi yang harus diambil sepanjang tidak ke luar dari tujuan dan strategi korporat. Keputusan yang diambil, misalnya berkaitan dengan upaya untuk meningkatkan profit margin dalam produksi dan penjualan dari produk atau jasa yang dihasilkan. Sebagai contoh, peluang pasar pada produk divisi agrobisnis berkembang pesat dengan banyaknya supermarket-supermarket. Seiring dengan kemampuan perusahaan untuk memproduksi barang tersebut cukup besar, keputusan untuk memacu penjualan produk agrobisnis dalam meningkatkan profit margin dilakukan sebagai keputusan strategi pada peringkat divisional.

Pada saat tertentu, keputusan pada tingkat divisional ini memerlukan campur tangan pihak manajemen puncak. Misalnya, aktivitas salah satu departemen telah berkembang sehingga bisa diperluas sebagai salah satu unit usaha baru. Departemen teknik suatu perusahaan besar mampu memproduksi suku cadang yang bisa dijual perusahaan sejenis. Maka itu, ada kemungkinan departemen tertentu dikembangkan sebagai suatu unit usaha suku cadang. Keputusan untuk mengembangkan departemen menjadi suatu unit bisnis tidak mungkin menjadi tanggung jawab ataupun kewenangan manajer pada tingkat divisi. Hal ini disebabkan keputusan tersebut akan memengaruhi aktivitas pada tingkat korporat. Berarti strategi yang diambil sudah berada pada peringkat strategi korporat.

Strategi pada level divisional hendaknya juga bisa mengintegrasikan berbagai aktivitas fungsional dalam rangka mencapai tujuan divisi. Misalnya, kemampuan untuk mengintegrasikan berbagai kegiatan di antara R & D dengan kegiatan produksi dan oemasaran. Untuk itu, diperlukan upaya untuk membina hubungan antardepartemen, menerjemahkan tujuan pada tingkat divisional, serta menerjemahkan standar kinerja yang ingin dicapai ataupun kejelasan tentang wewenang dan tanggung jawab masing-masing departemen. Adanya strategi yang bisa mengintegrasikan kegiatan antarfungsi ini tentunya akan bisa memperkuat daya sainh divisi tersebut.


C. FUNCTIONAL STRATEGY (STRATEGI FUNGSIONAL)

Strategi ini memfokuskan perhatiannya pada pemanfaatan atau maksimalisasi sumber daya secara produktif. Strategi ini lebih bersifat operasional karena disusun dan dikembangkan oleh para manajer di masing-masing departemen, misalnya berdasarkan analisis, departemen pemasaran perlu melakukan promosi sebagai kiat untuk memasuki pasar produk di daerah tertentu.
Keputusan ini merupakan strategi pada peringkat fungsional dalam rangka mngembangkan pemasaran produk prusahaan. Strategi fungsional yang lain bisa dilakukan di bidang produksi, mislanya dengan mengembangkan sistem produksi baru sehingga produk dapat dihasilkan secara lebih efisien. Efisiensi biaya ini akan berpengaruh terhadap besarnya harga pokok produk yang akan dijual. Contoh dari strategi fungsional dibidang keuangan adalah bagaimana mencari sumber dana dari luar perusahaan.
Strategi fungsional lainnya meliputi strategi fungsional di bidang SDM serta strategi fungsional di bidang penelitian dan pengembangan. Berbagai langkah yang ditempuh para manajer pada tingkat departemen ini hendaknya dalam kerangka pemikiran yang bersifat strategis. Keputusan yang diambil lebih bersifat komprehensif dengan mempertimbangkan dampaknya, baik bagi kepentingan intern departemen maupun kepentingan yang terkait denagn departemen lain. Oleh karena itu, strategi fungsional ini bisa dilakukan melalui kerja sama antardepartemen dalam rangka merumuskan suatu strategi fungsional secara terpadu.

Ketiga level strategi tersebut (korporat, bisnis, dan fungsional) membangun suatu hierarki atau jenjang strategi dari suatu perusahaan skala besar. Antara jenjang strategi yang satu hendaknya berkait dengan jenjang strategi yang lain. Disamping itu, ketiga level  tersebut harus berintegrasi sepenuhnya agar perusahaan berhasil mencapai tujuannya secara keseluruhan.

Dalam perspektif pengembangan teori yang terkait dengan peringkat strategi ini, para peneliti telah mengarahkan pada level strategi yang lebih luas, yakni dengan adanya pengembangan konsep networking atau jejaring kerja.
Proses globalisasi usaha, misalnya menuntut adanya upaya untuk membangun jejaring kerja diantara perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lain. Strategi pada level jejaring kerja, menurut Wit dan Meyer, diperlukan ketika strategi yang diambil pada level fungsional, SBU, ataupun korporat belum mampu menjangkau kegiatan lintas perusahaan yang terjadi pada era globalisasi. Pada suatu perkembangan usaha, diperlukan titik perhatian yang lebih luas dan dilakukan dalam rangka menyelaraskan aktivitas bisnis perusahaan terkait dengan aktivitas perusaahaan lain, baik yang bergerak pada bidang usaha yang sejenis maupun bidang usaha lainnya yang saling melengkapi. Pengelompokkan berbagai aktivitas usaha memerlukan jaringan kerja di antara perusahaan-perusahaan untuk melakukan kolaborasi.
Strategi yang dilakukan bisa mengarah pada strategi aliansi, joint venture (usaha patungan), dan berbagai strategi kemitraan yang lain. Jaringan kerja tersebut bisa mencakup puluhan atau ratusan hubungan dari para partisipan. Secara singkat, bisa dikatakan bahwa dari satu sisi, perusahaan secara keseluruhan menjadi bagian dari kelompok perusahaan yang bergerak pada suatu usaha tertentu. Di sisi lain, kemungkinan perusahaan tersebut hanya salah satu bagian jaringan kerja sama secara temporer dengan perusahaan lain. Ketika suatu strategi mulai dikembangkan oleh sekelompok perusahaan, pada saat tersebut peringkat strategi telah memasuki level strategi jejaring kerja (network level startegy).


KB 3 : PROSES MANAJEMEN STRATEGI DAN KEBIJAKAN BISNIS

Proses strategi berkaitan dengan sederet pertanyaan yang mencakup bagaimana dan kapan suatu strategi dirumuskan; siapa yang akan merumuskannya; apakah strategi perlu dibuat, dianalisis, dan diimplementasikan; bagaimana mengevaluasi keberhasilan strategi; dan siapa saja yang terlibat dalam berbagai aktivitas tersebut.
Pada umumnya, buku teks strategi dan kebijakan bisnis menggambarkan strategi sebagai suatu proses yang meliputi tahapan analisis lingkungan, formulasi strategi, implementasi strategi, hingga evaluasi dan pengawasan starteg. 
Pada tahapan proses awal, adanya analisis lingkungan mengarah pada identifikasi tentang peluang dan tantangan bisnis yang dihadapi dari lingkungan eksternal perusahaan serta posisi kekuatan dan kelemahan  yang dimiliki berdasarkan analisis lingkungan internal organisasi perusahaan.
Pada tahap formulasi, strategi visi dan misi perusahaan akan mendasari tujuan dan strategi yang akan dipilih ataupun kebijakan yang akan diambil oleh pihak manajemen perusahaan. 
Pada tahap implementasi, strategi yang telah dirumuskan kemudian dijabarkan dengan mempertimbangkan faktor kepemimpinan dan budaya organisasi serta pemanfaatan sistem informasi yang menunjang pelaksanaan strategi dan kebijakan perusahaan. 
Akhirnya, Pada tahap evaluasi dan pengawasan disamping ditetapkan standar keberhasilan strategi, juga di analisis tentang kesenjangan yang terjadi di antara perumusan dan implementasi strategi serta penentuan proses tindak lanjut atas penyimpangan yang terjadi dalam proses implementasi tersebut. Berikut ini disajikan sebuah model tentang proses manajemen strategi  dengan melihat pola hubungan antara formulasi strategi dan implementasi strategi.



Dari Gambar diatas, secara substantif, prinsip dari formulasi strategi merupakan suatu aktivitas yang meliputi identifikasi dari peluang dan ancaman dalam lingkungan perusahaan berikut membuat estimasi tentang alternatif yang bisa dilihat. Sebelum suatu pilihan dapat dibuat, kekuatan dan kelemahan perusahaan hendaknya diukur seiring dengan sumber daya tersedia. Potensi kemampuan aktual dari perusahaan untuk memanfaatkan peluang kebutuhan pasar ataupun menanggulangi berbagai risiko yang dihadapi membuahkan estimasi tentang tujuan yang mungkin bisa diraih.

Alternatif strategi yang berkaitan dengan kemampuan memanfaatkan peluang dari kejelian dalam menanggulangi risiko tersebut, menurut Andrew, dikatakan sebagai strategi ekonomi. Tinggi rendahnya tingkat keberanian untuk memasuki peluang ataupun mengambil resiko sangat tergantung pada sasaran profit yang bisa diperoleh. Dalam proses formulasi strategi tersebut, terdapat proses untuk menentukan apa yang seharusnya dilakukan perusahaan sehubungan dengan peluang lingkungan dan menentukan apa yang mampu dilakukan berdasarkan kekuatan yang dimiliki. Keputusan tentang strategi yang akan diambil tergantung pada keseimbangan optimal yang bisa digapai sehubungan dengan kedua pertimbangan tersebut.
Disamping itu, keputusan strategi juga perlu mempertimbangkan alternatif apa yang dikehendaki pihak eksekutif bersama para stafnya. Hal-hal yang berkaitan dengan nilai pribadi, aspirasi, dan yang ideal bagi seseorang hendaknya ikut mempertimbangkan pilihan akhir suatu sasaran. Jadi, kemauan untuk bertindak dari pihak eksekutif perusahaan hendaknya tercakup dalam keputusan strategi.

Akhirnya, pilihan strategi juga tidak bisa dilepaskan dari aspek etika, antara lain yang berhubungan dengan tanggung jawab sosial perusahaan. Adanya pemikiran tentang stakeholders (bukan, stockholder), misalnya merupakan upaya untuk memperhatikan tanggung jawab sosial tersebut. Jika pada masa lalu para eksekutif hanya memperhatikan kepentingan stockholders (pemegang saham), sekarang mereka harus menyadari kepentingan pada stakeholders.
Pengertian stakeholder adalah semua pihak yang berkepentingan dengan aktivitas perusahaan dalam memproduksi barang ataupun jasa, Pihak-pihak tersebut, misalnya para pemasok, para konsumen, para kreditor, pihak pemerintah, para karyawan perusahaan, organisasi serikat pekerja, dan sebagainya.
Keputusan yang diambil, disampingb tidak bertentangan dengan kepentingan mereka, hendaknya diupayakan agar mampu memenuhi apa yang mereka perlukan. Beberapa alternatif kemungkinan akan dipertimbangkan oleh pihak eksekutif sehubungan dengan faktor pelayanan bagi kebutuhan berbagai pihak sebelum memilih strategi.

Keempat unsur tersebut secara terpadu akan menentukan apa yang hendaknya dilakukan perusahaan dalam membuat formulasi strategi. Suatu contoh yang cukup spektakuler, misalnya strategi yang ditempuh perusahaan mobil Honda dan Toyota di Amerika Serikat. Kedua perusahaan tersebut mengembangkan suatu strategi yang disebut transplant atau pabrik transnasional. Langkahnya antara lain mengekspor mobil yang di produksi di AS ke negaranya sendiri (Jepang).
Dengan langkah ini kedua perusahaan berupaya memberi kesan kepada Pemerintah AS akan sumbangsih untuk mengurangi defisit neraca pembayaran negara tersebut. Memang, selama ini nilai ekspor mobil Honda made in Ohio tidak hanya berhenti disitu. Kegiatan ekspor tersebut membawa nama Amerika memasuki pasar di Taiwan. Padahal selama ini pihak Taiwan menolak masuknya mobil Jepang ke negara tersebut. Akan tetapi, dengan power legitimasi yang didapat dari Amerika, akhirnya mobil Honda dan Toyota merajai pemasaran mobil di Taiwan.
Di satu sisi, perusahaan tersebut memenuhi tanggung jawab sosialnya kepada pemerintah setempat. Di sisi lain perusahaan mampu menerobos peluang di negara lain. Lebih dari itu, pihak perusahaan juga secara jeli mampu menanggulangi resiko sanksi dari pemerintah setempat karena sumbangan devisa yang cukup besar ataupun kesempatan kerja yang disediakan bagi penduduk negeri pusat kegiatan bisnisnya.

Aspek penting kedua dalam strategi adalah implementasi strategi yang meliputi serangkaian aktivitas yang sebagian besar merupakan aktivitas yang bersifat administratif. Disebutkan oleh pencetus model tersebut,antara lain yang berkaitan dengan struktur dan hubungan dalam organisasi, proses dan perilaku organisasi,serta kepemimpinan puincak memengaruhi pelaksanaan strategi secara keseluruhan.
Struktur organisasi menunjang kinerja tugas secara efektif apabila didukung oleh sistem informasi dan antara hubungan yang terkoordinasi di antara subaktivitas yang terbagi. Pengukuran kerja dalam proses organisasi, pengaturan kompensasi, ataupun pengembangan manajemen yang tercakup dalam sistem insentif dan pengawasan hendaknya bertumpu pada perilaku yang dibutuhkan bagi kepentingan organisasi. Oleh karena itu, peran kepemimpinan juga ikut menentukan keberhasilan mencapai sasaran strategi. 
Jika mengacu pada contoh strategi dari perusahaan mobil Honda dan Toyota, pembenahan struktur organisasi memang amat diperlukan. Berbagai kegiatan ekspor yang dilakukan perusahaan, misalnya, memerlukan penambahan struktur organisasi, khususnya yang berkaitan dengan penempatan agen-agen perusahaan di negara lain. Jaringan sistem informasinya juga semakin meluas. Berbagai informasi yang berkaitan dengan kebutuhan konsumen ataupun persediaan produk beserta suku cadangnya hendaknya senantiasa dipenuhi dengan memuaskan.
Pembukaan agen perusahaan di negara lain dengan menempatkan para manajer ekspatriat juga memerlukan persiapan tersendiri. Faktor kepemimpinan sungguh ikut menentukan keberhasilan seseorang dalam memimpin suatu organisasi dengan manajemen lintas budaya, Pelatihan tentang cross-cultural management biasanya diberikan sebagai bekal bagi mereka yang akan bertugas di mancanegara. Berbagai persiapan tersebut diperlukan agar implementasi startegi yang dilakukan mampu mencapai sasaran startegi yang telah dirumuskan.

Pada Gambar 1.5, khususnya pada kotak yang ditengah, ditunjukkan strategi perusahaan yang mencakup pola tujuan dan kebijakan serta pendefinisian bisnis perusahaan. Tujuan perusahaan dapat ditetapkan setelah proses formulasi strategi dengan mempertimbangkan keempat unsur yang kemudian diikuti dengan berbagai kebijakan sebagai pedoman untuk mengimplementasikan strateginya.
Adapun yang dimaksud dengan pendefinisian bisnis perusahaan adalah mmemikirkan secara lebih mendalam bagaimana sosok bisnis yang kini sedang dijalankan perusahaan. Kembali mengambil contoh kasus perusahaan mobil Honda dan Toyota diatas, langkah strategi transplants juga memerlukan pendefinisian bisnis. Jika pada kegiatan sebelumnya pihak Honda ataupun Toyota mengarahkan hasil produknya khusus untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negara AS, dengan adanya wawasan baru mereka menjadikan usahanya di AS sebagai pusat manufuktur.
Sementara itu, pasar yang ingin dijangkau sekarang meliputi sluruh dunia. Produk Honda Accord dan Civic dua pintu yang kurang laku di AS kini justru laku sebagai mobil kelas atas di Eropa. Pendefinisian kembali tentang bisnis perusahaan merupakan filosofi yang mendasara tentang tujuan. Ternyata, hal ini amat diperlukan dalam rangka mengantisipasi peluang ataupun risiko yang akan dihadapi sesuai dengan perubahan lingkungan. 

Filosofi yang mendasari tujuan perusahaan tersebut sama dengan istilah mission berdasarkan model manajemen dari thomas Wheelen dan David Hunger. Dalam model ini. filosofi tersebut tercakup dalam ruang lingkup formulasi strategi. Adapun model manajemen strategi dari Wheelen dan Hunger bisa dilihat pada hambar berikut ini :
Agak berbeda dengan model dari Andrew, pada model diatas, Wheelen dan Hunger membagi proses manajemen strategi ke dalam empat aspek : analisis lingkungan eksternal dan internal, Formulasi strategi, implementasi strategi, serta evaluasi dan pengawasan. Jadi, secara lebih tegas, kedua pakar tersebut mengemukakan perlunya analisis lingkungan sebelum bisa memformulasikan suatu strategi.

Hal ini tampak pada kotak paling kiri model tersebut. Kita dapat melihat bahwa proses manajemen strategi dimulai dengan melakukan analisis lingkungan eksternal dan internal. Dengan analisis tersebut, diharapkan dapat diperoleh suatu wawasan tentang bagimana pengaruh lingkungan terhadap masa depan perusahaan.

Sebuah model proses manajemen strategi yang lain sebagi suatu proses tahapan strategi telah dikemukakan oleh Boseman dan Phatak. Hal tersebut bisa dilihat pada gambar berikut ini :


Jika dibandingkan model dari Wheelen & Hunger, sebenarnya model dari Boseman & Phatak ini hampir sama. Namun, dalam proses awal, tidak disebutkan adanya penaksiran (assessement) terhadap kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman organisasi. Sebenarnya, penaksiran ini sama halnya dengan analisis terhadap situasi lingkungan.
Taksiran tentang kekuatan dan kelemahan organisasi merupakan kesimpulan dari hasil analisis lingkungan internal. Dengan adanya pengukuran terhadap sumber daya yang dimiliki perubahan, akan bisa diketahui besar kemampuan perusahaan dalam menjalankan aktivitas bisnisnya. Ukuran kekuatan yang dimaksud di sini tidak hanya  mencakup kemaluan di  bidang keuangan, melainkan juga kekuatan di bidang sumber daya manusia, produksi, pemasaran, litbang, dan termsasuk pula kekuatan struktur ataupun kultur perusahaan. Suatu kultur perusahaan yang kuat, misalnya, merupakan wahana yang ampuh bagi komitmen seluruh anggota organisasi terhadap strategi dan kebijakan perusahaan.

Taksiran tentang peluang dan ancaman organisasi merupakan hasil kesimpulan dari analisis lingkungan eksternal. Misalnya, peluang untuk memasuki bisnis baru akan sangat tergantung  sejauh mana perusahaan mengantisipasi perkembangan lingkungan yang menjanjikan peluang tersebut. 
Tanpa adanya antisipasi lingkungan, tidak  mungkin bisa ditemukan peluang tersebut, seperti halnya ketidakmampuan perusahaan untuk memahami ancaman dari luar perusahaan. Suatu perusahaan yang sudah mapan sering kali lalai dengan tugas antisipatif ini. Tanpa disaari, kemajuan pihak pesaing sudah semakin besar dan mampu berperan sebagi pemimpin pasar.

Seperti halnya dengan pendapat Wheelen dan Hunger, setelah penaksiran tentang kekuatan dan kelemahan perusahaan serta penaksiran tentang peluang dan ancaman yang dihadapi, misi organisasi dirumuskan. Namun, penempatan kebijakan dalam model Boseman dan Phatak, tampaknya disejajarkan dengan filosofi organisasi pada kotak ketiga.
Berarti kebijakan yang dibuat di sini lebih bersifat makro, mendahului langkah pemilihan startegi. Kebijakan seperti ini biasanya lebih banyak diterapkan dalam organisasi pemerintahan. Misalnya, Garis Garis Besar Haluan Negara (GBHN) pada hakikkatnya merupakan kebijakan yang bersifat makro. Berdasarkan kebijakan makro tersebut, baru disusun strategi pembangunan melalui tahapan pembangunan lima tahunan.
Dalam kerangka pemikiran Wheelen dan Hunger yang sama halnya dengan pemikiran Christensen, Andrew, ataupun Glueck, suatu kebijakan baru dibuat setelah suatu strategi dirumuskan. Sebagaimana telah dijelaskan di KB1, suatu kebijakan merupakan pedoman yang diperlukan anggota organisasi dalam bertindak di kala menghadapi suatu situasi yang spesifik. Misalnya, untuk mengimplementasikan suatu strategi merger, haruslah dibuat suatu kebijakan di bidang keuangan. Dalam perubahan struktur perusahaan yang kini bergabung, sangat diperlukan suatu pedoman tentang bagaimana pengalokasian dana akan dilakukan. Demikian pula berdasarkan strategi baru, akan muncul pula kebijakan-kebijakan baru yang diperlukan. 

Proses penentuan tujuan strategi haruslah dipertimbangkan antara tujuan yang ingin dicapai dan filosofi perusahaan agar tujuan strategi yang dipilih memang sesuai dengan kondisi internal perusahaan. Tujuan strategi diperlukan agar para manajer memiliki standar hasil yang ingin dicapai oleh strategi tersebut. Tujuan strategi ini merupakan sasaran akhir yang diharapkan mampu digapai perusahaan sesuai dengan misi yang diembannya. Berdasarkan tujuan strategi tersebut, ditentukanlah strategi organisasi. 
Strategi organisasi meliputi strategi ditingkat sosietal, tingkat korporat, strategi unit bisnis, dan strategi fungsional. Strategi sosietal ini berhubungan dengan kepentingan di antara perusahaan dan lingkungan eksternalnya. Biasanya, pihak Dewan Komisaris yang akan memikirkan masalah strategi ini> Strategi korporat menjadi tanggung jawab pihak top manajemen, sedangkan strategi unit bisnis merupakan tanggung jawab pimpinan divisi perusahaan. Untuk tanggung jawab strategi fungsional, biasanya diserahkan kepada para manajer departemen. Selanjutnya, proses terakhir meliputi implementasi srategi organisasi dalam rangka pengoptimalan usaha pencapaian tujuan strategi organisasi.

Proses strategi dan kebijakan bisnis ternyata mencakup tiga aspek penting, yakni pemikiran strategi, formasi strategi, dan aspek perubahan. Pemikiran strategi dalam proses tersebut tampak pada proses identifikasi permasalahan melalui analisis lingkungan yang dilakukan, mendiagnosis permasalahan tersebut, merumuskan permasalahan yang relevan, serta merealisasikannya ke dalam kegiatan implementatif sehingga solusi yang diinginkan bisa menjadi kenyataan.
Aspek formasi strategi mencakup penentuan misi, pemahaman lingkungan eksternal dan lingklungan internal, penciptaan opsi dan pemilihan strategi, serta pengambilan langkah tindakan dan penilaian terhadap kinerja yang dihasilkan 
Aspek perubahan strategi diperlukan agar perusahaan mampu menangkap peluang dan dan bisa menghadapi tantangan dengan berhasil. Perubahan yang dilakukan bisa terkait dengan sistem bisnis ataupun sistem organisai perusahaan. Perubahan sistem bisnis berkenaan dengan cara perusahaan tersebut mengendalikan kegiatan bisnisnya melalui konfigurasi dari sumber daya, aktivitas meraih nilai tambah, serta bagaimana menawarkan produk atau jasa yang lebih bermanfaat bagi konsumene. 
Perubahan sistem organisasi mencakup perubahan struktur, proses, ataupun kultur organisasi. Berbagai perubahan yang dilakukan, disamping bermanfaat bagi keberlangsungan hidup perusahaan, juga meningkatkan pertumbuhan seiring dengan upaya perusahaan untuk memenangkan persaingan.


KB 4 : ANALISIS SWOT,  ANALISIS BERSAING, DAN ANALISIS PORTOFOLIO

Untuk memudahkan langkah suatu perusahaan dalam merumuskan strategi dan kebijakan usahanya, diperlukan beberapa alat analisis strategi berupa analisis SWOT, analisis bersaing, dan analisis Portofolio. 
Berbagai alat analisis ini diperlukan agar mahasiswa memperoleh suatu gambaran tentang profil atau semacam potret diri dari perusahaan tersebut dalam keberadaannya di tengah lingkungannya. Pemahaman atas posisi keberadaan ini amatlah penting. Hal ini dilakukan agar perusahaan tidak terjebak pada pertimbangan intuitif semata yang sering kali jauh dari realitas yang sedang dihadapi dalam merumuskan strategi.

A. ANALISIS SWOT

Salah satu alat analisis strategi yang sudah sangat populer disebut dengan analisis SWOT, yakni singkatan dari strenghts, weakness, opportunities, dan threats (Kekuatan, Kelemahan, Peluang, dan Tantangan/Ancaman).
Menurut pendapat Pearce dan Robinson, analisis SWOT merupakan cara sistematis untuk mengidentifikasi faktor-faktor kekuatan dan kelemahan dalam suatu perusahaan serta faktor-faktor peluang dan ancaman dalam lingkungan yang dihadapi perusahaan. Asumsi dan analisis ini adalah suatu strategiyang efektif akan memaksimalkan kekuatan dan peluang serta meminimalkan kelemahan dan ancaman. Yang dimaksud dengan kekuatan adalah smber daya, keterampilan, ataupun keunggulan-keunggulan lain yang menyebabkan perusahaan tersebut memiliki kemampuan untuk meraih kemenangan dalam persaingan.

Beberapa kriteria yang dipakai dalam menentukan faktor kekuatan adalah apakah perusahaan tersebut memiliki kompetensi yang berbeda, memiliki sumber daya finansial yang cukup, memiliki keterampilan yang lebih unggul, memiliki pemikiran yang baik tentang kepentingan para pembeli, suatu pengetahuan atau pengalaman memimpin pasar, memiliki akses skala ekonomi, memiliki keunggulan teknologi, memiliki kemampuan inovasi produk, memiliki keunggulan biaya, serta memiliki keunggulan manajemen.
Sementara itu, Yang dimaksud dengan kelemahan adalah keterbatasan atau kekurangan dalam sumber daya, keterampilan, dan kapabilitas yang bisa menghambat efektivitas kinerja perusahaan. Beberapa kelemahan tersebut antara lain adalah tidak adanya arah strategi yang jelas, posisi persaingan yang lemah, kurang adanya bakat manajerial, tidak memiliki keterampilan utama atau kompetisi, ketidakmanpuan mengimplementasikan strategi, berbagai problema operasional intern, terlalu sempitnya lini produk, kelemahan citra pasar, ketidakmampuan sumber dana yang diperlukan untuk mengubah citra pasar, ketidakmampuan sumber dana yang diperlukan untuk mengubah strategi, serta biaya per unit yang relatif lebih tinggi daripada pihak pesaing.

Dengan melihat kedua faktor internal tersebut, pihak perusahaan bisa mengukur sejauh  mana potensi daya ataupun tingkat kelemahan yang dimiliki oleh perusahaan. Dari kaca mata lingkungan internal, perlu di antisipasi adanya peluang dan ancaman. Yang dimaksud dengan peluang adalah situasi penting yang menguntungkan dalam lingkungan perusahaan. Beberapa kriteria yang diperlukan untuk melihat adanya peluang adalah apakah terdapat kelompok pelanggan tambahan, terdapatnya kesempatan untuk memasuki pasar atau segmen baru, perkembangan lini produk untuk memperluas jangkauan dalam memuaskan kebutuhan pelanggan, keberagaman produk yang terkait, peluang mengadakan integrasi vertikal, kemampuan bergerak ke arah kelompok strategis yang lebih baik, kecepatan pertumbuhan pasar, dan sebagainya. 
Sementara itu Yang dimaksud dengan ancaman adalah situasi penting yang tidak menguntungkan dalam lingkungan perusahaan. Potensi ancaman eksternal ini meliputi ancaman dari pendatang baru, meningkatnya skala produk substitusi, lambatnya pertumbuhan pasar, berbagai kebijakan larangan dari pihak pemerintah, meningkatnya tekanan dalam persaingan, terjadinya resesi atau keguncangan dalam dunia usaha, meningkatnya posisi tawar-menawar dari pihak pelanggan atau pemasok, adanya perubahan selera dan kebiasaaan pelanggan, berbagai perubahan demografi, dan sebagainya.

Dengan analisis SWOT yang berarti mengidentifikasi secara sistematis keempat faktor tersbut, akan bisa ditemukan adanya langkah formulasi strategi yang lebih tepat. Menurut Person dan Robin, berdasarkan analisis SWOT, bisa dipilih beberapa pertimbangan strategi sebagaimana bisa dilihat pada diagram sebagai berikut :


B. ANALISIS BERSAING

Ada dua macam pentingnya analisis bersaing yang dikemukakan oleh Thompson dan Strickland. Pertama, strategi yang baik tak akan bisa diformulasikan tanpa memiliki pemahaman yang luas tentang pesaing. Sungguh ironis jika kita ingin mengalahkan para pesaing tanpa mengetahui strategi yang mereka gunakan dan keunggulan-keunggulan dalam persaingan. Alasan yang kedua karena adanya saling ketergantungan interdependensi di antara strategi para pesaing. Keberhasilan memilih strategi yang terbaik tergantung pada pilihan di antara yang telah diambil pihak pesaing.

Pandangan dari sudut penguasaan pangsa pasar memerlukan tiga macam pertimbangan yang harus dianalisis. Pertimbangan yang pertama, sejauh mana pertumbuhan pangsa yang bisa diraih. Suatu analisis yang berkaitan dengan komitmen terhadap pengembangan investasi dan kapasitas baru dibutuhkan seiring dengan pertumbuhan industri. 
Pertimbangan yang kedua, sejauh mana kemampuan mempertahankan pangsa pasar. Di samping melihat kemampuan memelihara pelanggan, juga kemampuan untuk tumbuh pada tingkat pertumbuhan industri. Ketiga, kemampuan mana yang merebut pangsa pasar. Dengan berbagai upaya, diharapkan mampu melakukan  penetrasi pasar dan meraih simpati dari para pelanggan baru.

Berdasarkan pandangan dari sudut posisi pasar, perlu dipertimbangankan beberapa faktor yang menunjukkan sosok perusahaan. Misalnya, upaya menjadi pemimpin pasar ditandai oleh kemampuan menguasai pangsa pasar terbesar, nama yang terkenal, reputasi yang menonjol dalam industri, menjadi pelopor inovasi yang terkemuka, dan sebagainya.
1. Berapa jumlah kerusakan yang mengikuti pendekatan strategi tertentu dan sejauh mana mereka berhasil dengan pendekatan tersebut
2. Perbedaan dampak persaingan dari masing-masing pendekatan dan perbedaan intensitas persaingan di antara masing-masing kelompok  strategi
3. Keterampilan dan organisasi yang diperlukan untuk menerapkan setiap tipe strategi yang diikuti.
4. Jangkauan pangsa pasar dan kekuatan bersaing dari kelompok perusahaan yang menganut tipe strategi yang berbeda.

Untuk melihat prospek perkembangan pihak pesaing di masa mendatang, perlu dilihat beberapa aspek sebagai berikut :
1. Catat dimana hambatan yang dihadapi pesaing dalam meningkatkan kinerjannya. Apakah pesaing mengalami problem finansial, karya, teknologi, pangsa pasar, kualitas produk, atau aspek lain.
2. Dengarlah apa yang dikatakan pihak manajemen perusahaan pesaing tentang arah perkembangan industri dan apa yang mereka pikirkan untuk meraih sukses.
3. Pelajari strategi pihak pesaing dan sejauh mana mereka berhasil. Apakah mereka berhasil dari segi keunggulan biaya, diferensiasi produk, atau memusatkan perhatian pada hal tertentu. Sebaliknya, di mana letak kelemahan para pesaing tersebut.
4. Apa yang mereka lakukan dalam penelitian dan pengembangan produk, promosi, dan harga. Sejauh mana fleksibilitas dan strategi yang mereka ambil dan sebagainya.
5. Pelajari latar belakang dan pengalaman manajemen peaing dalam percaturan persaingan yang semakin ketat dan sebagainya.


C. ANALISIS PORTOFOLIO

Beberapa analisis portofolio sering kali dipergunakan untuk melakukan pemetaan potensi dalam persaingan pada level strategi unit bisnis. Misalnya, analisis portofolio dari BCG (Boston Consulting Group), General Electric Business Screen, serta Product Marketing Evolution Profolio Matrix dari Hofer & Schendel.

Empat sel matriks dari Boston Counsulting Group bisa dilihat pada gambar berikut :


1. Stars
Pada posisi ini, tingkat pertumbuhan bisnis tumbuh dengan cepat, sedangkan poisisi persaingan relatif (pangsa pasar) sangat tinggi. Maka itu, perusahaan tersebut mempunyai kesempatan yang besar untuk selalu dan mengembangkan investasi. Ibaratnya bintangnya memang sedang terang.
2. Dogs
Kebalikan dari poisisi stars. Di poisisi Dogs, tingkat pertumbuhan bisnis sangat rendah, sedangkan pangsa pasar yang mampu diraih sangat kecil. Perusahaan yang demikian sangat memerlukan kas untuk bisa bertahan hidup. Bahkan, jika terpaksa, harus dilikuidasi atau ditinggalkan bisnis tersebut.
3. Question marks
Di posisi ini, tingkat pertumbuhan bisnis sangat tinggi. Namun pada pangsa pasar yang mampu dikuasai hanya sedikit. Ada kemungkinan perusahaan tersebut akan jatuh dalam posisi dogs apabila tingkat pertumbuhan bisnis mengalami penurunan. Suatu alternatif lain dalam poisisi ini adalah meninggalkan bisnis tersebut.
4. Cash Cows
Dalam posisi ini, sekalipun tingkat pertumbuhan bisnis rendah, tingkat pangsa pangsa yang dikuasai sangat tinggi. Langkah yang paling tepat dilakukan perusahaan dalam poisisi ini ibarat menjadikan perusahaan sebagai sapi perah. Artinya, karena tingkat pertumbuhan bisnis sulit ditingkatkan, dengan melakukan efisiensi, perusahaan tersebut bisa memerah hasil yang lebih tinggi.

Sembilan Sel General Electric Business Screen
Suatu matriks yang lebih rumit yang dikembangkan oleh perusahaan General Electric (GE) di bawah bimbingan Mc Kinsey bisa dilihat pada gambar berikut :


Gil merekomendasikan strategic business unit (SBU) ke dalam GE Business Screen. Hal tersebut dapat dilihat berikut ini :
a. Menggambarkan daya tarik industri dengan cara-cara dibawah ini :
1). Menyeleksi kriteria umum dari peringkat industri. Kriteria tersebut harus merupakan aspek kunci, seperti potensi pertumbuhan penjualan dan profitabilitas, pertumbuhan industri, aneka ragam pasar, harga, struktur persaingan, peran teknologi, kerentanan inflasi, finansialpelanggan, dampak energi, sosial, lingkungan, legal, dan kemanusiaan.
2). Memberikan bobot atas kriteria di atas berdasarkan persepsi pihak manajemen dari segi kepentingan untuk mencapai tujuan perusahaan (dengan bobot 0,0 sampai dengan 1,0).
3). Memberikan peringkat industri pada setiap kriteria mulai dari sangat atraktif/menarik hingga sangat menarik (dengan skor 1 sampai dengan 5). Kemudian, dikalikan bobot setiap kriteria tersebut dengan peringkat industri untuk mendapatkan skor bobot kriteria. Jumlahkan seluruh skor bobot tersebut untuk memperoleh skor bobot atraktif (ketertarikan = citra) industri secara keseluruhan bagi suatu SBU tertentu.

b. Menggambarkan kekuatan bisnis/posisi pesaing dengan cara berikut :
1). Mengidentifikasi faktor kunci sukses SBU dalam industri. MIsalnya, pangsa pasar, tingkat pertumbuhan SBU, luasnya lini produk, efektivitas distribusi penjualan, kepemilikan, daya saing harga, efektifitas promosi dan advertensi, kapasitas dan produktivitas, fasilitas lokasi dan kebaruan, biaya bahan baku, nilai tambah, kualitas produk, posisi penelitian pengembangan, kapabilitas SDM, serta citra umum.
2). Memberikan bobot pada setiap faktor kunci sesuai dengan pengaruhnya bagi perusahaan (dengan bobot 0,0 sampai dengan 1,0)
3). Memberikan peringkat SBU pada setiap faktor, mulai dari paling lemah hingga yang sangat kuat dalam posisi bersaing dengan skor 1 sampai dengan 5
4). Mengalikan setiap bobot dari setiap faktor dengan peringkat SBU tersebut untuk memperoleh skor bobot. Kemudian, jumlahkan bobot tersebut untuk mengetahui kekuatan bisnis atau posisi bersaing secara keseluruhan.

c. Menggambarkan posisi sekarang dari masing-masing SBU. Suatu saat daya tarik industri dari posisi bersaing diperhitungkan untuk setiap SBU. Posisi aktual dari seluruh SBU pada perusahaan tersebut bisa dilukiskan dalam suatu matriks sebagaimana tampak dalam sembilan sel GE Business Electric Screen di muka.

Profuil perusahaan tersebut akan sangat ideal seandainya posisi dari SBU perusahaan tampak dalam matriks berikut ini :


Lima belas sel matriks evolusi produk/pasar dari Hofer bisa dilihat pada gambar berikut.


Dri gambar diatas, Hofer dan Schendel mencoba menjelaskan hubungan antara posisi bersaing dan tahap evolusi produk/pasar. Mereka membedakan evolusi tersebut berdasarkan rumusan tahap pengembangan, pertumbuhan, persaingan ketat, kedewasaaan dan penurunan. 
Sementara itu poisisi bersaing dibedakan atas kuat/rata-rata dan lemah. Posisi A merupakan posisi bisnis yang akan menjadi calon pemenang (developing winner). Posisi C meruapakan calon pecundang (potential losser). Posisi E merupakan bisnis pemenang saat ini (esthablished winner). Posisi F merupakan bisnis sapi perah (cash cows). Posisi G meruapakan bisnis pecundang atau lapuk (losser/dogs).

Jika dibandingkan dengan fortofolio matriks dari BCG ayaupun GE Business Screen, akan ketebihan matriks siklus hidup dari Hofer ini. Di sana terlihat informasi yang lebih luas dalam penyebaran bisnis perusahaan melalui tahap-tahap dalam evolusi industri.



MODUL 02 :
LINGKUNGAN ESKTERNAL

Proses manajemen strategi dan kebijakan bisnis selalu diawalai dengan analisis dan diagnosis tentang lingkungan perusahaan. Faktor lingkungan merupakan faktor yang amat penting yang harus didefinisikan oleh penyusun strategi secara cermat agar perumusan strategi dan kebijakan perusahaan bisa dilakukan dengan tepat.
Sebuah lingkungan tak hanya dapat menimbulkan ancaman, melainkan juga memberikan peluang bisnis bagi perusahaan. Dinamika yang ada pada lingkungan perusahaan secara terus menerus memunculkan peluang dan ancaman baru. Dengan demikian, penyusun strategi harus memonitor serta mengidentifikasi kesempatan dan risiko yang dihadapi perusahaan secara berkesinambungan.

Analisis lingkungan eksternal mencakup analisis lingkungan tugas dan lingkungan sosial. Lingkungan tugas berkaitan dengan kegiatan-kegiatan dan peranan yang dilakukan oleh pemegang saham, pemasok, pelanggan, pemerintah, pekerja/serikat pekerja, pesaing, dan lain-lain.. Dengan kata lain, lingkungan tugas berhubungan dengan peluang dan ancaman yang dimungkinkan oleh kondisi masing-masing perusahaan. Berbagai literatut menyebut lingkungan demikian sebagai lingkungan stake holders, yakni pihak-pihak yang memang memiliki kepentingan dengan aktivitas bisnis perusahaan.

Lingkungan Sosial berkaitan dengan kekuatan-kekuatan yang biasanya berada di luar jangkauan perusahaan. Kekuatan politik berhubungan dengan stabilitas politik dan kebijakn-kebijakan pemerintah yang mengatur kegiatan bisnis, sedangkan kecenderungan-kecenderungan ekonomi yang meliputi tingkat penghasilan, lahu inflasi, kecenderungan belanja masyarakat, dan lain-lain berperan sebagai kekuatan ekonomi, kemudian kekuatan sosial budaya yang meliputi pola tingkah laku individu dan kelompok berperan dalam memengaruhi perasaan keinginan, selera, dan pilihan konsumen. Inovasi teknologi dan pemilikan alat yang digunakan dalam bekerja merupakan aspek penting bagi kekuatan teknologi. 
Analisis terhadap kedua lingkungan eksternal, baik yang berupa lingkungan tugas maupun lingkungan sosial, akan bisa memberikan wawasan secara luas tentang apa yang menjadi peluang ataupun tantangan bagi perusahaan di masa depan.


KEGIATAN BELAJAR 1 : 
TASK ENVIRONMENT (LINGKUNGAN TUGAS)

Keberadaan perusahaan selalu dikelilingi oleh lingkungannya, baik lingkungan eksternal maupun lingkungan internal. Lingkungan eksternal perusahaan terdiri atas lingkungan tugas (task environment) dan lingkungan sosial (societal environment).
Lingkungan tugas merupakan lingkungan eksternal yang sifatnya mikro dan yang berpengaruh secara langsung terhadap aktivitas perusahaan. Lingkungan tugas berhubungan dengan pendirian perusahaan, pihak birokrasi, kebutuhan akan sumber dana yang diperlukan perusahaan, tenaga kerja, ataupun pihak-pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan dalam rangka mencapai keberhasilan suatu usaha.
Wheelen (1987); Lingkungan Tugas (task environment) meliputi pemegang saham, kreditor, pemasok, pelanggan, pemerintah, pekerja/serikat pekerja, pesaing, hingga masyarakat seputar perusahaan.

A. PEMEGANG SAHAM

Pemegang Saham adalah para pemilik perusahaan tempat mereka sangat berkepentingan terhadap hasil yang diraih perusahaan. Pemegang saham merupakan penyandang legal owners dari perusahaan dengan badan hukum perseroan terbatas (business corporation).
Pemegang Saham yang biasa juga disebut sebagai shareholder merupakan pemilik resmi perusahaan. Dengan membeli "sebagian/share" saham perusahaan, mereka menjadi bagian dari pemilik perusahaan. Dengan alasan ini, para pemegang saham (pemilik) mengatur ataupun menentukan jalannya perusahaan dan manajer yang menjadi pimpinan perusahaan. Para manajer setelah memperoleh kepercayaan dari para pemegang saham harus memperhatikan keinginan orang-orang ini.

Dalam memimpin perusahaan, kesuksesan seorang manajer pada umumntya diukur atau dinilai dari laba yang diperoleh perusahaan. Karena hasil, stabilitas, kelangsungan, atau kontunitas perusahaan tergantung dari cara kerja manajemennya. Jika hasil yang dicapai manajer tidak memuaskan sebagaimana yang diharapkan para pemilik perusahaan, ada kemungkinan para pemilik akan mengganti manajernya atau menarik sebagian saham yang ditanamkan atau bahkan menjaual saham yang dimiliki tersebut. 
Keputusan untuk mengganti manajer, mempertahankan sahamnya, menambah, mengurangi, atau bahkan menjual keseluruhan saham yang dimilikinya tergantung dari analisis mereka, khususnya terhadap laporan keuangan perusahaan. Dengan demikian tugas utama seorang manajer berupa upaya untuk menaikkan nilai perusahaan/nilai saham perusahaan. Citra nilai/harga suatu perusahaan merupakan cerminan dari keberhasilan perusahaan.

B. PERUSAHAAN YANG GO PUBLIC

Pada saat perusahaan telah mapan, sebagaimana perusahaan-perusahaan besar Amerika Serikat pada abad XIX, kebanyakan di antara mereka menjual sahamnya secara bebas kepada pihak luar dan sering kali karena kondisi keuangan pendiri tidak mencukupi lagi untuk mengimbangi ekspansi atau perluasan perusahaan yang begitu cepat. Satu-satunya cara untuk  mendapatkan pasokan modal atau dana adalah mengikutsertakan pihak luar untuk membeli sebagian saham perusahaan. 
Dengan semakin banyaknya pihak yang membeli saham, hal ini berarti semakin banyak pula orang yang terlibat dalam kepemilikan perusahaan. Perlahan-lahan perusahaan yang semula dioperasikan dan dimiliki perorangan atau sekelompok kecil orang tambah menjadi perusahaaan besar yang berisi ratusan bahkan ribuan pemegang saham. Sebagai contoh dari terdapatnya pemilikan saham oleh publik dalam jumlah besar seperti tampak pada tabel berikut :

Tabel
Perusahaan dengan Pemegang Saham Terbesar
Company Stockholder-of-Record
American Telephone and Telegraphy Company
General Motor Corporation
3.055.000
1.122.000

Banyak  di antara para pemegang saham ini membeli sahamnya pada lebih dari satu perusahaan. Sebagian besar dari perusahaan besar kini mengandalkan para pemegang saham sebagai penyedia dana bagi perusahaan dan 10 perusahaan dengan catatatan pemegang saham terbesar sebagaimana Tabel berikut :

Tabel
Perusahaan dengan Pemegang Saham Terbesar
Company Stockholder-of-Record
American Telephone and Telegraphy Company
General Motor Corporation
Exxon Corporation
International Business Machines
General Electric Corporation
General Telephone and Electronica
Texaco
Sears, Roebuck
Southern Company
Ford Motor Company
3.055.000
1.122.000
776.000
742.000
502.000
476.000
384.000
354.000
351.000
342.000
Dari contoh tersebut, perusahaan telah menjadi perusahaan publik karena semakin banyaknya anggota yang menginvestasikan saham didalamnya. Kini, perusahaan yang dikelola secara publik merupakan model perusahaan bisnis Amerika saat ini. Pemegang saham yang memiliki saham di perusahaan terdiri atas dua macam seperti berikut :
1. Individu;
Pada umumnya, masyarakat cenderung menjadi pemegang saham perusahaan. Mulai dari para profesional, petani, pedagang, guru, hingga ibu-ibu rumah tangga. Kepemilikan saham tidak menyebar secara merata pada masing-masing jenis profesi, tetapi sebagian besar kepada orang-orang yang berpendapat besar yang memiliki penanaman modal (kondisi di Amerika). Jadi, pihak individual atau perorangan ini adalah siapa saja yang mampu membeli saham di bursa saham.
2. Lembaga;
Pemegang saham dari kalangan instansi (lembaga) pada umumnya menaruh uangnya dalam bentuk asuransi perusahaan, dana pensiun, dan kepemilikan pada gereja-gereja serta universitas. Lembaga-lembaga ini kemudaian menginvestasikan dana perusahaannya dengan membeli saham perusahaan.
Seperti halnya pemilik saham individual, pemilik saham instansi (lembaga) menjadi pemilik-pemilik langsung. Menurut The New York Stock Exchange memperkirakan sekitar 133 juta jiwa individu lebih dari separuh jumlah penduduk Amerika memiliki kepentingan kepemilikan tidak langsung terhadap perusahaan yang terdaftar pada pasar saham.

Pertumbuhan investor lembaga telah menjadi fenomena sejak tahun 1960-an karena semakin banyak orang yang membeli polis-polis asuransi, mutual funds, dan joined pension untuk masa pensiunnya. Tabel menunjukkan model utama investor lembaga yang memilki saham yang terdaftar pada The New York Stock Exchange. Pada tahun 1960-an, lembaga tersebut memegang lebih dari nilai saham perusahaan yang terjual di pasar saham.

Beberapa investor lembaga menguasai sebagian besar perusahaan individu/perorangan dengan memiliki saham dalam jumlah yang besar. Meskipun satu lembaga membeli tidak lebih dari 10% saham perusahaan yang dijual, sejumlah lembaga secara bersama-sama mungkin memiliki lebih dari separuhnya. Misalnya, pada tahun 1979, lebih dari separuh saham perusahaan Northwest Airlines, United Airlines, dan Southern Railway dimiliki oleh sejumlah bank yang dipercaya. Kemudian, mutual funds dari 1/4 (seperempat) hingga 1/3 (sepertiga) saham dari Ford Motor Company, Xerox, dan Textron dikuasai oleh investor lembaga.

Karena besarnya pengaruh investor lembaga di pasar sekuritas, komisis pertukaran dan sekuritas memerlukan pemegang saham lembaga lebih dari 100 juta dolar agar mampu mengungkapkan setiap tahunnya, nama, tipe, dan jumnlah sekuritas yang mereka kuasai sera dapat menjalankan otoritas mereka dari saham-saham ini.

C. APAKAH YANG DIMILIKI PEMEGANG SAHAM

Pada umumnya, pemegang saham memiliki perusahaan sebatas jumlah saham yang dibelinya. Namun, apa sesungguhnya yang dimiliki oleh pemilik saham? Apakah mereka hanya memiliki selembar kertas sertifikat saham yang nilainya ditentukan oleh pasar saham? Pemegang saham tidak memiliki barang fisik dalam artian yang sama dengan kepemilikan barang. Hal ini berarti mereka tidak mengendalikan penggunaan barang, yaitu barang-barang tersebut dimiliki oleh perusahaan dan manajemen perusahaan menentukan bagaimana kepemilikan perusahaan akan digunakan. Pemegang saham yang tidak memiliki barang perusahaan, tetapi masih dapat mengawasi penggunaan barang, sejauh mana mereka dapat mengurangi kebijakan perusahaan dan kepentingan manajemen.

Meskipun demikian, semua pemegang saham tetap memiliki sertifikat saham, dan kepemilikan saham ini memberikan mereka berbagai macam hak dan tuntutan terhadap persuahaan, sehingga kepemilikan saham emrupakan kepemilikan khusus yang menghentikan jangka waktu kepemilikan fisik secara langsung, tetapi merupakan peluang untuk menerima keuntungan dari investasi yang ditanamkan.

1. Hukum Pemegang Saham

Hak hukum pemegang saham diatur oleh hukum. Secara legal, pemegang saham dapat memengaruhi kebijakan perusahaan melalui mekanisme voting atau jika perlu dengan menyelesaikannya di pengadilan. Pemegang saham memiliki hak-hak legal sebagai berikut (yang berbeda-beda pada sejumlah negara). 
Pemegang saham  memiliki hak untuk mendapatkan bagian keuntungan perusahaan jika deviden diumumkan oleh direktur. Mereka memeiliki hak untuk menerima laporan tahunan pendapatan perusahaan dan kegiatan perusahaan serta memiliki hak untuk memeriksa buku perusahaan dan juga berhak meminta perusahaan melakukan bisnis tertentu sepanjang masih dalam garis kebijakan.
Mereka dalam hal ini pemegang saham memiliki hak untuk memilih, mengganti manajer (direktur), ataupun mempertahankan direktur serta mempertahankan saham yang dimiliki atau menjual saham-sahamnya. Hal tersebut akan sangat tergantung dari hasil analisis mereka terhadap laporan keuangan tersebut.
Dengan kata lain, laporan keuangan diperlukan oleh pemegang saham (pemilik) perusahaan untuk menilai hasil-hasil yang telah dicapai dan untuk menilai kemungkinan keberhasilan yang dapat dicapai pada masa yang akan datang sehingga bisa memprediksi atau memperkirakan berapa keuntugan yang akan diterima ataupun perkembangan nilai saham atau harga saham yang akan dimiliki perusahaan.

2. Hubungan Pemegang Saham dengan Manajemen

Menurut teori hukum perusahaan, pemegang saham perusahaan memiliki kontrol yang kuat terhadap kebijakan dan tindakan perusahaan. Setelah para pemegang saham menanamkan uangnya di perusahaan, tentunya mereka mengharapkan sejumlah keuntungan dari investasinya (ROI). Dalam perusahaan kecil, pemilik juga turut membantu mengelola perusahaan sehingga dua fungsi dasar yang dikombinasikan atau digabungkan pada satu orang, selain sebagai pemilik/manajer, juga sebagai pekerja.

Sebagian besar anggota kelompok manajerial ini menganggap dirinya sebagai manajer bukan sebagai pemilik, khususnya saat ini manajer perusahaan hanya memiliki sebagian kecil saham perusahaan. Sementara itu, jumlah pemilik saham telah meningkat dengan cepat sehingga perusahaan saat ini telah menyebar secara luas dan bervariasi dalam artian dan dimiliki oleh banyak kelompok pemilik.
Fungsi utama dari kepemilikan adalah :
(1) menyediakan dana bagi perusahaan atau penyediaan cadangan modal melalui pembelian saham perusahaan,
(2) menjamin kepemilikan atau meyakinkan pemilik swasta (pribadi) dalam sistem bisnis.
Manajemen di sisi lain bertanggung jawab untuk mengoperasikan bisnis dan meyakinkan kemampuannya agar bertahan dan bersaing. Pertanyaan mengenai bagaimana bisnis akan dijalankan keuntungan itu milik siapa, dan tujuan bisnis itu sendiri dalam suatu masyarakat sering kali menyebabkan atau menimbulkan pertentangan atau konflik di antara pemilik dan manajer karena sudut pandang mereka ayang kadang-kadang berbeda. Namun, biasanya manajer dan pemilik menginginkan keharmonisan di antara keduanya.


D. WILAYAH SALING MENGUNTUNGKAN

Sebagian besar pemilik saham mempercayakan dana-dana yang mereka investasikan pada perusahaan dengan harapan manajemen akan dapat melipatgandakan investasi mereka. Pada umumnya, karena ketidakmampuan dan sering kali disibukkan dengan maslah-masalah lainnya, para pemilik saham mengandalkan para manajer untuk memanfaatkan modal mereka secara bijaksana. Manajer sangat tergantung pada pemilik saham terhadap modal yang diperlukan untuk operasi dan perluasan bisnis.
Biasanya, manajer mengharapkan pemilik saham perusahaan mendukung keputusan dan kebijakan utama untuk tetap loyal terhadap direktur terpilih. Baik manajer maupun pemegang saham mendukung ide tentang kepemilikan pribadi dan pemilik/pemegang saham yaitu manajer perusahaan akan bertindak sebagai agen hukum perusahaan. Aktivitas-aktivitas dan kebijakan-kebijakan perusahaan yang dilaksanakan oleh manajer dianggap memberi kesaksian kepentingan utama dari perusahaan dan pemilik/pemegang saham.
Dengan demikian, ada banyak alasan bahwa manajer dan pemegang saham saling tergantung satu sama lain karena fungsi mereka masing-masing dan saling mendukung aktivitas yang dilakukan serta saling menguntungkan kedua belah pihak.


E. TANGGUNG JAWAB MANAJER

Apakah tanggung jawab manajer kepada pemilik pemegang saham? Jawaban untuk pertanyaan ini tergantung pada apakah seorang menggunakan sudut pandang manajer atau sudut pandang pemilik. Seperti yang telah dijelaskan di awal, pemilik merasa bertanggung jawab manajemen akan berada pada operasi bisnis dengan jelas.
1. memberikan keuntungan sebesar mungkin atas investasi mereka; dan
2. meningkatkan nilai/harga saham kepemilikan. Kedua tujuan ini menekankan konsep keuntungan setinggi mungkin.

Tendensi tersebut makin meningkat untuk para manajer dalam memandang tanggung jawab mereka terhadap perusahaan daripada kepada para pemilik. Mereka merasa akan bertanggung jawab atas :
(1) kelangsungan ekonomi perusahaan
(2) menghidupkan perusahaan melalui investasi produk, pengembangan manajemen, perluasan pasar, dan perangkat lainnya; serta
(3) menyeimbangkan tuntutan dari semua kelompok karena dengan cara tersebut tuntutan-tuntutan ini tidak akan mengganggu pencapaian sasaran perusahaan.
Pandangan ini menekankan optimasi keuntungan pada macam-macam kendala yang dibebankan oleh kelompok pluralistis, menekankan kepuasan dari keuntungan maksimum, dan juga menekankan ide bisnis yang responsif secara sosial serta mempertimbangkan pemilik saham untuk menjadi salah satu kelompok di antara kelompok yang ada.

Komplain atau keluhan-keluhan dari pemilik/pemegang saham dan potensial konflik dengan pihak manajemen pada dasarnya mengenai ketidak sepakatan ekonomi ada pada hal berikut ;
1. Kebijak deviden ; pemegang saham mungkin menuntut untuk mendapatkan pembayaran deviden yang besar. Manajemen ingin mempertahankan keuntungan (laba) untuk reinvestasi atau investasi ulang.
2. Pertumbuhan dan perluasan (ekspansi) ; pemilik/pemegang saham mengharapkan dan mendukung adanya inovasi serta kebijakan perintis (pioner). Manajemen tidak mau mengambil risiko dengan pertumbuhan stabil ;
3. Hak IStimewa Eksekutif ; pemegang saham dapat mengkritik tingginya gaji eksekutif, dana pensiun, rencana pemberhentian, jatah saham, dan "parasut emas" yang mampu melindungi pembayaran top eksekutif jika terancam dalam perlawanan atau pertarungan merger, keanggotaan klub, dan keuntungan lainnya.

Manajer dan pemilik saham sering kali mengalami ketidakcocokan pada masalah sosial, seperti penggajian, pelatihan, dan promosi. Hal ini seperti terjadi di Amerika. Pengembangan kaum minoritas dan wanita serta penggunaan dana perusahaan untuk kamnpanye politik secara tidak sah dan melakukan bisnis dengan pemerintah (bangsa) yang represif. 
Hal ini seperti peristiwa atau kejadian-kejadian yang adil di Levitz Furniture Company, perusahaan retailer atau pengecer perabot rumah tangga yang independen terbesar di Amerika. Hal ini menggambarkan apa yang dapat terjadi jika pemilik saham dan manajemen mengalami perselisihan mengenai kebijakan yang dilakukan. Sepanjang perusahaan dikendalikan dan dimiliki oleh perorangan (keluarga), Levitz telah menyewa pejabat eksekutif baru di pertengahan 1970-an ketika perusahaannya hampir ambruk terkena resesei ekonomi. Para CEO yang harus memodifikasi atau mengubah penetapan discount perusahaan. Kebijakan penjualan barang dari rumah ke rumah telah membawa hasil dengan peningkatan pendapatan per saham naik sampai 48% setiap tahunnya.

Hal ini sejalan dengan peningkatan penjualan dan keuntungan secara keseluruhan. Kebijakan yang dilakukan menjadikan perusahaan menempati ranking ketiga setelah Roebuck dan Shears untuk penjualan tiap tahunnya. Usaha-usaha yang dilakukan untuk tidak memfungsikan atau bahkan mengeluarkan CEO oleh sebagian pemegang saham tidak berhasil karena sebagian besar dewan direktur mendukung CEO. Dari kejadian yang ada, para pemegang saham merasa puas dengan prestasi dan kinerja perusahaan. 
Mereka menyadari bahwa menjalankan bisnis bukanlah hal yang sederhana dan manajer tentunya dapat bekerja lebih baik dibandingkan apabila dijalankan pemilik itu sendiri. Apa yang diinginkan para pemegang saham dari manajemen adalah menjalankan perusahaan secara efisien sehingga mampu menghasilkan keuntungan yang besar dengan tidak mengabaikan dampak sosial perusahaan.


F. PENGELOLAAN/PENGATURAN PERUSAHAAN

Yang akan menjalankan perusahaan secara internal merupakan isu utama yang dihadapi bisnis. Untuk menjawabnya bukanlah hal mudah, Siapakah yang bertanggung jawab?  Sebagimana yang terungkap dari gambar berikut ini, ternyata hal itu melibatkan sejumlah kelompok kunci yang ikut berperan didalamnya.
Manajer memiliki posisi strategis karena pengetahuannya dan keputusan yang dibuatnya sehari-hari. Dewan direktur melaksanakan atau menjalankan otoritas legal atau kewenangan formal/resmi terhadap kebijakan perusahaan pemegang saham sebagai pemilik memiliki kepentingan utama atau memiliki pengaruh yang besar terhadap perusahaan, karyawan, atau pegawai. Khususnya yang diwakili oleh serikat kerja dapat pula memengaruhi beberapa kebijakan. Pemerintah melalui undang-undang dan peraturannya juga terlibat.

Dalam praktiknya, para pemegang saham dianggap sebagai pemilik perusahaan, tetapi sering sekali diabaikan oleh direktur, pejabat, dan karyawan perusahaan. Para investor memasukkan banyak modal, yaitu perusahaan beroperasi, tetapi mereka tidak menuntut banyak atas penggunaan modalnya. Mereka memasukkan uangnya dengan harapan untuk mendapatkan keuntungan dalam bentuk keuntungan saham, tetapi direktur seringkali memutuskan sebaiknya uang tetap tidak diambil untuk diputar kembali sebagai modal. Padahal, mereka memiliki hak untuk memilih direktur dan membedakan suaranya untuk hal penting lainnya, tetapi melaksanakan haknya untuk memilih sering kali tak kesampaian. Banyak usaha yang dilakukan dalam usaha meningkatkan pemilik/pemegang saham difokuskan pada pemberian informasi yang lebih banyak dan lebih baik, memberikan peluang untuk lebih berpartisipasi dalam pertemuan tahunan, memberikan akses yang lebih mudah untuk menuntut jika terjadi penyelewengan, dan mengganggu dewan direktur.

Para pemegang saham ikut memiliki peranan penting dalam perspektif nilai perusahaan berkenaan dengan kepentingan mereka sebagai pemilik perusahaan. Pihak eksekutif perusahaan harus mampu menciptakan nilai ekonomis berkaitan dengan risiko modal investasi yang ditanamkan para pemegang saham pada perusahaan (Wit dan Meyer, 2005).
Walaupun demikian, bukan berarti perusahaan hanya memperhatikan kepentingan para pemegang saham yang berupa kenaikan deviden, melainkan harus lebih berorientasi pada kepentingan jangka panjang menuju citra nilai saham perusahaan yang semakin meningkat. Kenaikan harga saham juga bisa memberikan kontribusi tersendiri bagi kepentingan pemegang saham. Di balik semua kepentingan yang harus diperhatikan, tentu saja hendaknya perlu diingat bahwa eksistensi sebuah perusahaan ataupun prospek pertumbuhannya tidak hanya bertumpu pada kepentingan stockholder, melainkan kepentingan dari semua pihak yang terkait dengan aktivitas bisnis perusahaan, yakni kepentingan dari seluruh stakeholder.


G. PEMASOK (SUPPLIER)

Dalam operasionalnya, keberadaan pemasok (supplier) merupakan bagian yang ikut menunjang kegiatan perusahaan. Hal ini karena para pemasok dapat membelikan atau mengirimkan bahan yang diperlukan oleh perusahaan.
Hubungan antara perusahaan dan pemasok hendaknya dapat dibina dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan, situasi, serta kondisi, tempat perusahaan berada. Hubungan yang terbina dengan baik tentunya akan memberikan dampak positif bagi keberadaan perusahaan, yaitu antara perusahaan dan pemasok menyadari akan peran dan posisi masing-masing sehingga terdapat kesesuaian wawasan diantara keduanya. Pemasok akan berpikir dan akhirnya melakukan aktivitas agar apa yang dipasok dapat diterima oleh perusahaan. Begitu pula halnya dengan perusahaan, bagaimana memosisikan pemasok sehingga menjadikan suatu kekuatan yang dapat menunjang aktivitas perusahaan tersebut. 

Para pemasok dalam menunjang kinerja perusahaan mencakup beberapa elemen (unsur) yang terkait didalamnya. Adapun peran atau keterkaitan pemasok terhadap perusahaan di antaranya sebagai berikut :

1. Pemasok Berperan dalam Kelancaran Penyediaan Bahan Baku
Dalam hal ini, harus disadari bahwa persediaan bahan-bahan yang diperlukan oleh perusahaan pada umumnya berasal dari pemasok, yaitu mulai dari awal proses kegiatan produksi sampai dengan produk (barang) yang siap untuk dipasarkan merupakan mata rantai yang terkait. Oleh karena itu, kalau kondisi pasokan dari pemasok tidak dapat berjalan dengan baik, secara otomatis hal itu akan memengaruhi proses selanjutnya dalam perusahaan.
Tentu saja, dalam kegiatan ini, pihak perusahaan harus juga melakukan tawar menawar dengan pihak pemasok dalam menunjang tersedianya bahan yang dibutuhkan. Selain itu, untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya suatu krisis ketersediaan bahan baku, pihak perusahaan membuat perencanaan strategis bagi usahanya, menentukan tindakan dilakukan dalam kaitannya dengan bahan baku, kemungkinan menggunakan bahan pengganti, atau kemungkinan untuk keluar dari usaha yang sangat tergantung pada ketersediaan bahan baku tersebut.

2. Pemasok Berperan dalam Menentukan Kualitas dan Harga Bahan Baku
Perencanaan strategis harus mmeneliti lingkungan untuk mengetahui harga, kualitas atau mutu dari bahan baku. Tentunya, masalah harga erat kaitannya dengan kualitas atau mutu dari bahan baku. Adanya pengawasan terhadap mutu dan harga bahan baku ini terkait pula dengan proses pembuatan produk yang dihasilkan. Katakanlah apabila dari pemasok ternyata harga bahan bakunya mengalami kenaikan, pihak perencana strategis harus dapat menganalisis harga pasar yang dijual pemasok lain ke konsumen.

Selain itu, kejelian dalam melihat mutu dan harga bahan baku akan memberikan keleluasaan bagi perusahaan untuk tetap mengupayakan mencari alternatif pemasok-pemasok yang dapat membeikan harga standar dengan kualitas baik.

Suatu kondisi dapat terjadi saat kualitas atau mutu bahan baku yang dikirim pemasok tersebut baik, tetapi harga yang ditentukan pemasok cukup tinggi. Hal ini umumnya disebabkan pemasok merupakan pemasok yang utama bagi perusahaan dan pemasok tersebut mempunyai jalur pemasok yang luas sehingga dapat mengendalikan harga. Padahal, sebenarnya perusahaan dapat mencari pemasok-pemasok dalam skala kecil yang dapat memberikan kontribusi alternatif bagi perusahaan sehingga perusahaan tidak hanya tergantung pada satu atau dua pemasok tertentu.
Selain itu, perencanaan strategis harus dapat pula mencari jalur keluar apabila pada suatu saat kondisi menunjukkan dan menuntut perusahaan untuk mengeluarkan biaya yang lebih besar yang diakibatkan oleh kenaikan biaya transportasi ataupun kenaikan biaya peralatan lainnya. 

3. Pemasok Berperan dalam Ketepatan Penyerahan Bahan (Lead Time)
Perencanaan strategis harus pula memperhtikan waktu memulai (lead time) sebagai faktor pembatas yang potensial bagi suatu perencanaan strategis perusahaan. Kalau persediaan bahan baku sebagai salah satu faktor produksi tidak ada pada saat atau waktu yang dibutuhkan, kondisi perencanaan strategis seperti ini tidak akan efektif atau bahkan mungkin terbatas dalam pengertian pengaturan waktunya. Adanya keterbatasan dalam penyerahan bahan-bahan dari pasokan yang pada akhirnya dapat mengubah rotasi waktu penyerahan produk-produk perusahaan kepada konsumen atau pasar. Contohnya adalah akhir tahun 1982, IBM mengumumkkan rencana "investasi pasif" sebesar $250 juta dengan saham 12% dari Intel yang merupakan sebuah produsen semikonduktor. 
Intel merupakan satu-satunya sumber di luar IBM untuk penyediaan chip komputer pada saat itu. Para pengamat menduga hal itu merupakan tambahan saldo perusahaan untuk mengubah stategi bagi kebanyakan perusahaan teknologi Amerika yang mungkin akan meninggalkan strategi integrasi vertikal ke belakang (pengendalian sendiri atas masukan bahan baku).

Pendapat umum menunjukkan bahwa IBM mencoba menghambat Jepang sebelum mereka dapat melakukan sesuatu pada komputer seperti yang telah dilakukan pada industri TV Amerika Serikat. Produsen TV Jepang menggunakan penawaran yang rendah untuk merusak para pemasok komponen yang mendukung industri itu.
Hal yang sama mulai terjadi pada IC (integrated circuit) komponen vital bagi semua komputer. Perusahaan semikonduktor yang bebas mulai mengalami masalah keuangan karena Jepang mengimbangi teknologi chip bersaing berharga rendah. Pembuat chip AS tidak dapat menutup investasi inovasinya.

IBM benar-benar mengkhawatirkan ketergantungannya pada perusahaan-perusahaan luar untuk berbagai chip. Jadi, gerakan untuk menginvestasikan pada Intel dipandang sebagai satu cara untuk memastikan pemasoknya cukup dibiayai untuk menjadi pemasok luar lainnya. Perusahaan komputer, komunikasi, dan semikonduktor juga meningkatkan kerja sama satu dengan yang lainnya melalui strategi patungan, pertukaran teknologi, dan perjanjian pemilikan lainnya. Sebenarnya, faktor pemasok berupa ketersediaan bahan baku, uang, ataupun tenaga kerja terlihat di sini, tetapi kaitannya dengan pasokan ini hanya dibatasi dengan ketersediaan bahan baku.

Kekuatan relatif dari supplier (pemasok) dan pembeli juga sering berubah untuk mengimbangi ancaman kekuatan yang lebih besar dari pesaing dan pemasok yang berasal dari luar. Perencanaan strategis yang efektif juga perlu memperhatikan pemasok (supplier) dalam lingkungannya. Pemasok akan memengaruhi besarnya biaya dan tersedianya semua faktor produksi yang sekarang ini digunakan dalam bisnis perusahaan.
Tersedianya bahan baku, tenaga kerja, uang, termasuk karyawan juga akan terpengaruh oleh hubungan antara perusahaan dan pemasok (supplier). Sebagaimana dikemukakan oleh Porter, dalam bukunya berjudul Comperative Strategy, yang telah mengikhtiarkan bahwa kekuatan relatif para pemasok sebagai berikut :
a.    Kekuatan yang dimiliki oleh pemasok (supplier) untuk menaikkan harga dan mengurangi keuntungan pembelinya tergantung pada seberapa jauh pemasok (supplier) ini terpisah dari model persaingan bebas. Semakin jauh pemasok dari persaingan bebas tersebut menjadikan pemasok mempunyai kekuatan yang besar dalam tawar menawar (bergaining power). Kekuatan yang dimiliki oleh pemasok (supplier) untuk menaikkan harga dan mengurangi keuntungan pembelinya paling kuat kalau pembeli itu bukan pelanggan tetap. Namun, kekuatan untuk tawar menawar akan lemah apabila tersedianya bahan pengganti yang harganya lebih murah dan kualitasnya relatif sama. Jadi, pemasok akan mempunyai kekuatan yang paling besar kalau persaingan dalam pasokan relatif sedikit dan tidak tersedia atau terdapat bahan pengganti yang dimanfaatkan dan diterima oleh perusahaan pembeli.
b.    Kekuatan pemasok (supplier) itu paling kuat kalau pemasok itu dapat mealkukan integrasi ke depan, yaitu membeli atau menguasai saluran yang ada didepannya. Misalnya, pabrik sepatu dapat membeli toko sepatu yang dapat digunakan untuk menjual produk-produk pabrik sepatu tersebut.
Pemasok dapat menggunakan kekuatan tawar-menawar terhadap para pengusaha industri dengan mengancam akan menaikkan harga atau menurunkan mutu atau kualitas produk baik barang atau jasa yang akan dibeli. Pemasok yang kuat akan dapat menekan kemampuan industri yang tak mampu mengimbangi kenaikan harganya, misalnya perusahaan bahan kimia telah ikut menyebabkan berkurangnya kemampuan perusahaan pengemas aerosol karena para pengemas ini menghadapi persaingan tajam dari pembeli yang membuat kemasan sendiri. Dengan sendirinya, terbatas sekali kebebasannya untuk menaikkan harga.

Kelompok pemasok dikatakan kuat jika terdapat hal berikut ini.
a.    Para pemasok didominasi oleh beberapa perusahaan dan lebih terkonsentrasi dibanding dengan industri saat mereka menjual bahan pemasok yang menjual kepada pembeli yang lebih berfragmentasi. Hal ini biasanya akan dapat memaksakan pengaruh yang besar dalam har harga, kualitas (mutu), ataupun syarat-syarat penjualan.
b.    Pemasok tidak menghadapi produk pengganti lain yang dijual kepada industri. Kekuatan pemasok yang besar sekalipun akan dapat berkurang jika bersaing dengan produk pengganti. Sebagai contoh, pemasok yang membuat bahan pemanis alternatif bersaing ketat untuk berbagai penggunaan meskipun perusahaan tertentu relatif lebih besar daripada pembeli tertentu.
c.    Perusahaan industri bukan pelanggan tetap, tetapi pemasok. Apabila pemasok menjual kepada beberapa industri dan industri tertentu tidak memberikan bagian penjualan yang cukup, itu berarti lebih besar kecenderungan pemasok untuk memaksakan kekuatannya. 
Jika perusahaan merupakan pelanggan tetap, pemasok akan berusaha membina keeratan hubungan dengan perusahaan industri yang bersangkutan dan mereka berusaha melindunginya melalui penetapan harga yang layak atau wajar serta membantu kegiatan-kegiatan seperti litbang, negosiasi, dan lainnya.
d.    Produk yang dipasok merupakan input penting bagi perusahaan. Pemasok bahan baku dari pemasok seperti itu penting bagi keberhasilan proses pembuatan atau proses produksi perusahaan industri, khususnya kualitas produk yang diberikan. Mengingat bahan baku yang dipasok merupakan faktor yang penting dan sangat bergantung pada pemasok yang bersangkutan, kondisi ini akan dapat meningkatkan kekuatan pemasok (supplier).

Keterkaitan atau hubungan yang erat antara pemasok dan perusahaan berpengaruh terhadap biaya dan tersedianya faktor-faktor produksi, seperti bahan baku, tenaga kerja, keuangan, ataupun subperakitan.
Untuk memperjelas tersedianya pengaruh faktor-faktor produksi terhadap biaya, diperinci sebagai berikut :
a.    Biaya dan tersedianya bahan baku (bahan mentah) untuk membuat persetujuan dengan para pemasok bahan baku, pihak bagian produksi hendaknya selalu melakukan pengamatan terhadap lingkungan dalam rangka memeriksa tren jangka panjang atas tersedianya bahan mentah dan biaya.
b.    Biaya dan tersedianya tenaga kerja
Para perencana strategis tidak dapat mengembangkan suatu strategi tanpa menentukan apakah tersedia keahlian tenaga kerja serta biaya tenaga kerja.
c.    Biaya dan tersedianya keuangan
Kebijakan ataupun keputusan yang diambil bank sentral dan fluktuasi alat pembayaran internasional memengaruhi tersedianya uang dan biaya untuk memperoleh dana dari kreditor (pemasok dana) kepada perusahaan. Pemasok dana dalam hal ini pihak bank (kreditor) terhadap perusahaan dapat berasal dari berbagai bank, lembaga keuangan bukan bank, ataupun kreditor lainnya.
d.    Biaya dan tersedianya subperakitan
Perusahaan besar biasanya tidak secara lengkap memproduksi sendiri semua bagian produksi perusahaan.


H. PELANGGAN (CUSTOMER)

Posisi pelanggan dalam lingkungan eksternal secara langsung akan berpengaruh terhadap strategi perusahaan karena pelanggan merupakan selemen (unsur) lingkungan eksternal yang penting bagi perusahaan. Maksudnya, pelanggan mempunyai peran terhadap aktivitas perusahaan sehingga tolok ukur keberhasilan perusahaan dalam produksinya adalah pelayanan yang diberikan serta loyalitas konsumen terhadap produk-produk perushaan tersebut. Adanya pelanggan yang setia merupakan tolok ukur bahwa setidak-tidaknya perusahaan telah menciptakan image dan memahami perilaku konsumen.
Perencanaan strategi yang efektif hendaknya memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan dan keinginan konsumen. Perusahaan juga berkepentingan dengan pihak-pihak terkait, termasuk calon konsumen yang pada umumnya mempunyai kecendrungan atau mengikuti tren yang ada sehingga dapat mengakibatkan perubahan pola hidup konsumen. Sebenarnya, peluang datang bisa melalui identifikasi kebutuhan konsumen dan penyediaan berbagai barang untuk memenuhi berbagai kebutuhan konsumen yang berubah-ubah sesuai dengan situasi dan kondisi.
Glueck mengantisipasi permasalahan tersebut dengan menawarkan tiga faktor yang harus diperhatikan, yakni mencakup perencanaan strategi sebagai bagian dari analisis industri berdasarkan faktor konsumen; identifikasi pembeli, serta faktor demografi yang menciptakan perubahan dalam kelompok konsumen tertentu ataupun lokasi geografis pasar,

1. Identifikasi Pembeli
Konsumen yang berbeda mempunyai berbagai alasan untuk meminati suatu produk (barang dan jasa) tertentu. Mereka mempunyai kebutuhan dan keinginan yang harus dipenuhi. Para pemasar umumnya menunjukkan adanya tiga golongan konsumen yang berbeda-beda. Masing-masing kelompok mempunyai keperluan yang berbeda sehingga memengaruhi keputusan mereka untuk melakukan aktivitas pembelian.

Adapun faktor-faktor yang memengaruhi keputusan mereka untuk membeli sebagai berikut :
Tentunya faktor-faktor tersebut berbeda-beda kadar kepentingannya, bergantung dari jenis produk.
Contoh :    Pembeli industri untuk bahan yang tahan lama mungkin kurang berkepentingan dengan harga dan lebih memperhatikan biaya pemeliharaan peralatan sebagai suatu faktor dalam kemampuan mereka.

Para perencana strategi perlu mengidentifikasi sifat konsumen dan kegunaan produk bagi mereka dalam rangka menghndarkan lepasnya atau berpindahnya konsumen ke produk lain serta untuk menemukan atau menciptakan peluang pada calon konsumen sehingga dapat meningkatkan volume penjualan.

2. Faktor Demografis
Dalam cakupan faktor demografis, para ekonom dan ahli pemasaran menganggapnya sebagai faktor kebutuhan pokok. Faktor demografis diantaranya sebagai berikut :

a. Perubahan Penduduk
Antara perubahan jumlah penduduk dan permintaan akan produk selalu berhubungan timbal balik sehingga kalau lebih sedikit orang yang akan membeli barang atau jasa akan memengaruhi kebutuhan produk terhadap barang dan jasa. Contoh : dalam perkembangan dewasa ini, kita melihat adanya angka pertumbuhan kelahiran yang cenderung menurun di negara-negara, seperti Amerika ataupun Eropa. 
Melihat kondisi seperti ini, perencana strategi sudah menetapkan suatu kebijakan, yaitu dicari dan ditetapkan lokasi perusahaan yang baik dan strategis. Oleh karena itu, mereka melihat bahwa pasar potensial ada pada negara-negara dunia ketiga. Negara-negara ini mempunyai tingkat pertumbuhan tinggi dibandingkan dengan negara mereka (Amerika/Eropa) dan telah menunjukkan adanya pertumbuhan ekonomi yang baik sehingga Amerika ataupun Eropa mengembangkan ataupun memindahkan bisnis atau usaha ke negara-negara atau ke daeerah-daerah tempat penduduknya tumbuh dengan pesat. Kondisi ini sebagaimana yang terjadi di Indonesia saat kita bisa melihat adanya PMA yang bermunculan di negara kita yang sebagian besar berasal dari negara Amerika ataupun Eropa.

Perubahan-perubahan yang ada dalam faktor demografis menjadikan pemecahan pasar massal menjadi sejumlah pasar mikro berdasarkan umur, jenis kelamin, latar belakang, etnis, pendidikan, gaya hidup, dan sebagainya.
Setiap kelompok memiliki potensi dan karakteristik konsumen yang kuat serta didekati melalui saluaran distribusi dan komunikasi yang terarah. Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan umumnya mulai meningkatkan pendekatan "senapan berburu" yang mengarah pada konsumen rata-rata khayalan serta mengubah rancangan produk dan program pemsaran mereka ke dalam pasar mikro yang transparan.

b. Pergeseran Umur Penduduk
Perubahan jumlah penduduk tentunya akan diikuti oleh perubahan komposisi pembagian umur. Kalau terjadi suatu kondisi saat angka kelahiran menurun dan jaminan kesehatan meningkat, hal itu akan menambah usia dan sedikit penduduk yang akan mendiami daerah tersebut karena gaya hidup berbeda sehingga berpindah ke daerah atau kota yang lebih sesuai dengan keberadaannya. 
Adanya perubahan komposisi ataupun pembagian umur ini akan mengakibatkan suatu perubahan dalam industri, seperti munculnya industri mainan anak-anak dan makanan-makanan kecil. Bisa jadi orientasi perusahaan akan berubah, yaitu bagaimana memanfaatkan market potential yang ada di negara tersebut.

c. Distribusi Pendapatan di Kalangan Penduduk
Kondisi sekarang ini di beberapa negara di dunia sebagian besar pendapatan berada di tangan segelintir orang atau sebagian besar rakyat hanya mempunyai sedikit uang. Kadang-kadang hal ini pun berlaku untuk ras di daerah lain, terdapat perbedaan yang tidak seberapa besar antara ornag yang berpendidikan tinggi, menengah, dan rendah di antara ras juga.

Seperti keadaan yang ada di Indonesia, sekitar 80% perputaran uang ada di Jakarta dan sisanya terbagi di kota-kota lain. Maka itu, tingkat konsumsi/para pembelanja dan gaya hidup mereka akan berbeda-beda di tiap daerah. 

Misalnya, di Jakarta ternyata yang berada pada margin middle income group lebih kecil daripada jumlah high group sehingga jenis barang-barang yang dibutuhkan oleh para konsumen adalah bahan-bahan atau produk (barang dan jasa) yang mempunyai nilai prestise yang tinggi, seperti baju dengan merek-merek terkenal, pola makan fast food, dan sebagainya. Kondisi ini akan lain apabila yang lebih banyak adalah kelompok-kelompok berpenghasilan menengah (middle income group). Perubahan-perubahan ini tentunya akan menciptakan peluang (kesempatan) ataupun menimbulkan ancaman serta akan memengaruhi strategi perusahaan yang berbeda.


3. Faktor Geografis
Perencanaan strategi yang efektif tentunya juga harus menelaah lingkungan geografis untuk melihat peluang dan ancaman. Pada hakikatnya, perencanaan strategi mencoba menentukan apakah terdapat kondisi yang lebih baik di tempat lain untuk mencapai tujuan perusahaan.

Sering terjadi suatu perubahan melibatkan pemindahan kantor pusat ke daerah baru yang dirasa memberikan prospek lebih baik. Dalam kaitannya dengan sektor konsumen di lingkungan industri, strategi perusahaan harus memperhatikan siapa yang menjadi konsumen sasaran, apa yang diinginkan konsumen, bagaimana keing tersebut berubah, dan di mana mereka (konsumen) bertempat tinggal


Sebagai contoh, di USA, penduduk pinggir kota membeli mobil (station wagon) alat pekerjaan rumah, dan perabot untuk alam luar. Juga, terdapat perbedaan regional misalnya penduduk di Seattle membeli lebih banyak sikat gigi per kapita daripada kota-kota AS yang lainnya. Penduduk Salt Lake City memakan lebih banyak pemen; orang-orang dari New Orleans menggunakan lebih banyak kecap: dan penduduk Miami meminum lebih banyak jus prem 

 

Selain hal-hal tersebut, ada pula yang perlu mendapat perhatian dalam katanya dengan customer (pelanggan) ini di antaranya sebagai berikut :

a. Volume jumlah pelanggan 

 Dalam hal ini, pihak perusahaan haruslah dapat melihat volume pelanggan yang ada di pasar. Mereka merupakan mata rantai akhir dari produk (barang jasa) va ditawarkan perusahaan.

b. Kontinuitas atau keteraturan pembelian dan ketepatan dalam pembayaran. 

 

Dengan demikian, pemahaman tentang pelanggan merupakan hal yang dan berharga bagi perusahaan dalam rangka melakukan suatu telaah atau analisis terh lingkungan eksternal yang lebih bersifat makro. Pengembangan pemahaman terhad profil pelanggan dan para pembeli potensial akan dapat membantu para manajer da para manajemen strategis (penyusun strategi) dalam merumuskan suatu strategi yang mengarah pada sasaran dan kebijakan perusahaan yang lebih baik. Para managerj dapat mengantisipasi perubahan perilaku pasar serta kecepatan dan kestagutan dalam pengalokasian sumber daya yang ada dalam perusahaan sesuai dengan pola perma dan perilaku konsumen sehingga apa yang menjadi kebutuhan dan kengan k (pelanggan) terhadap suatu produk yang diperlukan dapat terpuaskan 


 

 

1. PEMERINTAH (GOVERNMENT) 
 
Keputusan perencanaan strategi dalam perusahaan salah satunya sangat dipengaruhi oleh peraturan-peraturan, perubahan kebijakan, ataupun undang-undang yang dibedakan oleh pemerintah. Peranan pemerintah dalam bisnis kadang-kadang menguntungkan perusahaan. Namun, tidak jarang keputusan yang diambil ataupun kebijakan yang ditetapkan dalam bidang bisnis menurut pandangan para pedagang atau pengusaha justru merugikan. Pandangan mereka yang mengatakan bahwa kebijakan yang diberlakukan oleh pemerintah dapat merugikan, seperti bidang perbankan, adanya deregulasi yang memberikan kemudahan bagi pendiri bank baru sehingga merupakan pesaing yang telah exist. Selain itu, jika kita bertanya kepada mereka, bagaimana pandangan mereka terhadap pemerintah dalam kaitannya dengan bisnis, umumnya memberikan jawaban dari segi negatifnya saja, seperti iuran yang dibebankan ataupun pungutan pajak yang dikenakan, bahkan mungkin mereka menganggap pemerintah sebagai saingannya. Padahal, keberadaan atau keterlibatan pemerintah dalam dunia bisnis mempunyai peranan dalam mengatur sistem perdagangan dan perekonomian secara menyeluruh.

Pengaturan bisnis oleh pemerintah tentunya mempunyai beberapa hal yang dimaksud seperti berikut ini. 
 
a. Untuk melindungi perusahaan satu sama lain 
Pengusaha bisnis pada umumnya ingin memenangkan persaingan dan menganggap bahwa hal tersebut sangat kondusif untuk mencetak perusahaan-perusahaan yang dapat kompetitif dalam perkembangan selanjutnya, tetapi pemerintah akan berusaha menetralisasi jika terjadi persaingan yang tidak sehat sehingga masing-masing pihak dapat terlindungi dari friksi yang ada dalam dunia bisnis. 
 
b. Untuk melindungi kepentingan masyarakat dari perilaku bisnis yang tidak terkendali 
Peraturan ataupun penegakan hukum ini membebankan biaya sosial kepada perusahaan yang menciptakan produk mereka melalui proses produksi, misalnya perusahaan keramik yang diminta membuat cerobong asap. Hal tersebut dilakukan agar polusi (asapnya) tidak mengganggu masyarakat. Undang-undang antitrust di Amerika telah dikritik dalam merintangi kemampuan perusahaan Amerika untuk bersaing secara internasional. Pada umumnya, masyarakat membentuk prosedur penelaahan hukum dan menyebarluaskan standar etis untuk menuntun para manajer pemasaran mereka. 
 
c. Untuk melindungi konsumen dari praktik bisnis yang tidak adil
Pelindungan terhadap konsumen dari praktik-praktik yang tidak adil oleh dunia usaha telah ditentukan dan dilaksanakan oleh berbagai lembaga pemerintah. Hal ini perlu dilaksanakan karena bisa jadi seandainya tidak ada pengawasan dari pemerintah lewat pengaturan bisnis yang dapat berupa pelabelan halal atau penentuan izin dari Departemen Kesehatan yang dirugikan adalah konsumen karena mereka itu korban dari praktik penkak binis yang tidak jujur dan adil. Sementara itu, masyarakat km tlak begitu mengetahui kondisi produk tentang bagaimana proses produknya, komposisi-komposisi bahan-bahan yang digunakan, dan lainnya, tanpa adanya informasi dari pihak-pihak atau lembaga yang berwenang 

 

Dalam kondisi saat ini, pemerintali semakin memengaruhi cara perusahaan beroperasi Pemerintah membuat UU atau peraturan tentang upah minimum regional, harga suatu produk keamanan dan kesehatan di tempat kerja, lokasi pembangunan pabrik, perlindungan terhadap nasabah bank, bahan kimia yang bisa mengganggu kesehatan masyarakat, polusi udara, dan sebagainya. Namun, hal ini dapat berubah sewaktu-waktu sesuai dengan tingkat kebutuhan dan kepentingan. Tindakan ini dapat memberikan peluang atau menjadi ancaman/hambatan usaha suatu perusahaan sehingga akan memberikan pengaruh terhadap strategi ataupun kebijakan perusahaan. 

 

Dalam kaitannya dengan perusahaan, menurut Buchari Alma (1993), pemerintah mempunyai beberapa peranan dalam dunia bisnis.

1) Pemerintah sebagai pengatur 

Pemerintah sebagai hakim atau wasit mempunyai peranan penting dalam pengaturan dunia bisnis sehingga setiap permasalahan yang terjadi dalam bisnis dapat diselesaikan dengan bijak karena mengacu pada aturan yang berlaku, seperti pemerintah mengatur lokasi perusahaan, kawasan industri, kawasan perumahan/permukiman, dan sebagainya. Adanya bermacam aturan yang dibuat oleh pemerintah untuk menjaga suasana dunia usaha dapat berjalan dengan baik dan terciptanya persaingan yang sehat serta yang tidak saling mematikan antara perusahaan yang satu dan perusahaan lainnya sehingga terjalin kemitraan di antara para pengusaha. Pemerintah Indonesia tidak membenarkan adanya penguasaan kegiatan bisnis yang dikuasai oleh sekelompok orang sehingga menimbulkan monopoli. Di sisi lain, pemerintah dapat mengendalikan harga dengan menerapkan kebijakan harga ceilmgprice2.13.upun/loorpnce. Hal ini bertujuan melindungi masyarakat konsumen, misalnya penetapan harga padi, gula, susu, semen, bahan bakar, dan kebutuhan rakyat lainnya agar dapat terlindungi dari para produsen yang dengan seenaknya menaikkan atau menurunkan harga, seperti di musim panen. Hasil pertanian dari para petani harganya cenderung mengalami penurunan sehingga dengan keterlibatan pemerintah turunnya harga dapat dicegah melalui kebijakan harga yang ditetapkan pemerintah. 

 

2) Pemerintah sebagai konsumen 

Pemerintah merupakan pembeli terbesar terhadap produk (barang/jasa) yang dihasilkan produsen. Hal ini karena pemerintah memiliki anggaran belanja atau kebutuhan yang terbesar di negara kita ini. Menyadari akan adanya anggaran belanja pemerintah yang besar ini, para pengusaha dan para produsen hendaknya memanfaatkan peluang atau kesempatan tersebut sehingga pemerintah bersedia memberi produk, baik semen, pakaian, maupun bahan bangunan, yang dihasilkan oleh para produsen 


3) Pemerintah pemberi subsidi 

Pemerintah memberikan subsidi kepada perusahaan ataupun industri yang berarti membantu kelangsungan hidup usaha sehingga dapat terus berkembang Pemberian subsidi oleh pemerintah dilakukan agar kegiatan perekonomian dapat berjalan sebagaimana mestinya. Misalnya, subsidi bahan bakar bensin yang dibeli oleh masyarakat yang lebih murah daripada harga yang sebenarnya. Begitu juga halnya dengan harga pupuk, pemerintah memberikan subsidi kepada para petani karena jika tanpa subsidi dari pemerintah, kemungkinan harga pupuk tidak akan terjangkau oleh kaum petani.


4) Pemerintah sebagai produsen 

Pemerintah akan menjadi pesaing bagi bisnis para pengusaha dalam hal yang menyangkut kebutuhan atau hajat hidup orang banyak, seperti telekomunikasi, listrik, kereta api, air minum, gula, perbankan, dan sebagainya. Misalnya, perbankan, sudah barang tentu tingkat suku bunga bank-bank pemerintah lebih rendah dibandingkan dengan tingkat suku bunga pinjaman bank swasta. 

 

Dalam memilih lokasi perusahaan, faktor pekerja atau tenaga kerja juga harus dipertimbangkan. Hal ini karena tersedianya tenaga kerja di tempat perusahaan didirikan, utamanya bagi perusahaan-perusahaan yang telah intensif dan padat karya ataupun perusahaan yang biaya barang produknya sebagian besar tergantung atas biaya tenaga kerja, memungkinkan biaya tenaga kerja relatif lebih murah. 

 

Menurut Buchari Alma (1993), pekerja atau tenaga kerja merupakan unsur penting yang ada dalam perusahaan yang mempunyai pengaruh terhadap aktivitas atau kegiatan perusahaan. Tanpa pekerja, perusahaan tidak akan dapat mencapai tujuannya sehingga keberadaan tenaga kerja di dalam perusahaan harus mendapatkan perlakuan sebagaimana mestinya agar mereka betah bekerja, dapat meningkatkan prestasinya, serta merasa memiliki perusahaan tempat mereka bekerja. Perusahaan hendaknya menyediakan lingkungan kerja yang aman dan menyenangkan serta mengakui hak-hak mereka karena pekerja merupakan salah satu dari aktivitas bisnis yang paling utama. Apabila pekerja berbuat menyimpang dari tugasnya dan melakukan kesalahan di tempat mereka bekerja, perusahaan akan menderita kerugian yang besar. Begitu pula jika pekerja tidak bekerja dengan baik sehingga produk yang dihasilkan kualitasnya jelek, konsumen ataupun pelanggan dapat lari ke perusahaan lain. Di sisi lain, adanya kecurigaan antara pekerja dan manajemen. Hal tersebut dapat menjadi masalah yang berkepanjangan hingga dapat menimbulkan pemogokan kerja dan yang paling fatal adalah kekerasan dari pihak pekerja yang akan berakibat pada penurunan laba perusahaan karena pada kondisi ini produktivitas akan menurun. 

 

Oleh karena itu, bagi perusahaan, pekerja hendaknya tidak hanya dilihat sebagai faktor produksi yang bisa dieksploitasi sedemikian rupa demi keuntungan pihak tertentu, tetapi harus dilihat sebagal sumber daya yang sangat penting bagi perkembangan perusahaan pada masa yang akan datang. Harus disadari bahwa antara perusahaan di satu pihak dan pekerja di lain pihak merupakan dua kelompok yang saling tergantung satu sama lainnya sehingga perlu dikembangkan hubungan kemitraan agar dapat tercipta apa yang kita kenal dengan the people organization, suatu organisasi yang dimiliki oleh orang-orang yang terlibat di dalamnya. Dengan demikian, akan tercipta sense of belonging yang tinggi. 

 

J.  SERIKAT PEKERJA 
 
Tahap masyarakat industri sangat dibutuhkan oleh revolusi industri. Revolusi atau perubahan secara besar-besaran telah terjadi dari proses home industry atau workshops ke proses produksi industri atau pabrik. Perubahan dan penemuan teknologi tidak hanya mengubah sistem home industry ke pabrik-pabrik, tetapi juga mengubah organisasi kerjanya, sistem hubungan kerja, atau hubungan industrial. Tahap ini sebetulnya telah muncul beberapa tahun silam. Namun, untuk negara dunia ketiga, masa transisi ini telah menimbulkan berbagai masalah, khususnya masalah hubungan tenaga kerja Pola pabrik dalam industri telah mengubah hubungan kerja karyawan dalam arti luas Ternyata, pengaruh industrialisasi tersebut bagi negara yang satu berbeda dengan negara yang lainnya. Negara-negara liberal/kapitalis, organisasi kerja, karier, wewenang, dan status dipengaruhi oleh kebebasan dalam perekonomian. Sebaliknya, bagi negara- negara komunis, aspek hubungan industrial sangat dipengaruhi dan ditentukan oleh wewenang atau kekuatan negara. Hal tersebut menunjukkan pengaruh sosial budaya dan perekonomian masing-masing negara. Sistem industri ternyata memberi mobilitas yang besar bagi pekerja memperoleh kesempatan yang lebih luas untuk mengembangkan karier dalam kelompok kerja mereka. Dengan makin meningkatnya industrialisasi dewasa ini, keberadaan pekerja dalam suatu perusahaan telah mendapat perhatian yang serius dari penentu kebijakan perusahaan karena mereka tidak lagi hanya berpera sebagai pekerja yang terlepas dari nilai-nilai lain, tetapi mereka adalah salah satu unsur inti dalam sebuah sinergi perusahaan. Oleh karena itu, pihak perusahaan hendaknya memahami dan menganalisis hal-hal yang terkait dengan masalah serikat pekerja. 
 
Serikat pekerja atau serikat buruh mempunyai tujuan utama, yaitu mengusahaka pekerja, baik pekerja kantor, pabrik, perdagangan, maupun profesi lain, dalam pemenuhan kebutuhan tenaga kerja terhadap monopoli suplai tenaga kerja. Dengan mengendalika monopoli pengadaan tenaga kerja, serikat pekerja dapat mempunyai pengaruh dalam menentukan upah tenaga kerja, kondisi kerja, ataupun kebijakan perusahaan lainnya Meskipun peningkatan ekonomi tenaga kerja bukan merupakan tujuan utama dari senar pekerja, fungsi ini tidak terpisah dari fungsi sosial lainnya yang menjadi bagian penting dari aktivitas serikat pekerja dalam mengusahakan perlindungan pekerja. Oleh karena itu, agar pekerja senang melakukan pekerjaan dan tetap betah dengan pekerjaannya pimpinan perusahaan hendaknya memperlakukan tenaga kerja secara lebih manusia tidak selalu main perintah, berikan kepercayaan terhadapnya karena punya pikiran de perasaan, serta kiranya perlu dimotivasi dan dihargai hasil kerjanya sehingga aktivitas lebih produktif dan terbuka karena mereka merasa memiliki perusahaan tempat mereka bekerja. Para pekerja mempunyai pengaruh terhadap jalannya perusahaan, baik dari pekerja itu sendiri selaku karyawan perusahaan maupun lewat serikat pekerja yang mewakili para tenaga kerja. Pengaruh serikat pekerja (labor union) dapat menjadi kadala atau hambatan bagi perusahaan apabila suatu ketika timbul masalah-masalah yang tidak segera terselesaikan. Serikat kerja ini memengaruhi lingkungan perusahaan melalui hal-hal yang strategis, yaitu masalah upah masalah jaminan sosial, keamanan, jam kerja, keselamatan kerja, ataupun kesehatan kerja. 
 
Berbagai gejolak yang dilakukan oleh kaum pekerja, seperti demonstrasi, mogok kerja, dan unjuk rasa, merupakan pemandangan umum yang sering terjadi, terutama di perusahaan-perusahaan menengah ke atas Ini merupakan indikasi bahwa nasib atau keberadaan mereka kadang masih terabaikan oleh perusahaan di tengah-tengah maraknya pembangunan ekonomi yang dicanangkan pemerintah 
 
Contohnya, tenaga kerja yang menjadi salah satu tulang punggung bagi perekonomian Indonesia yang sedang dicanangkan seharusnya juga menikmati kesejahteraan dari pertumbuhan ekonomi nasional saat ini (awal 1997), yaitu 7% Kenyataannya, kebutuhan normatif mereka, yaitu upah minimum regional (UMR) belum terpenuhi sehingga mereka tetap hidup dalam batas kekurangan. Secara realistis, kita dapat melihat bahwa dalam sebuah perusahaan, tentunya mereka menghendaki adanya pekerja yang berkualitas, mempunyai nilai kompetitif, dan mempunyai sikap proaktif terhadap hal-hal ruang lingkup usahanya atau tempat pekerja itu berada. Hal-hal yang sering muncul di suatu negara yang sedang berkembang ke arah newly industrial cries (NICS), seperti Malaysia, Brunei, dan Indonesia, sebagai berikut. 
 
1. Kualitas SDM 
Rendahnya upah buruh atau tenaga kerja berakibat pula pada rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) sekaligus ketidakseimbangan antara penawaran tenaga kerja dan peluang kerja yang tersedia dan tercipta Rendahnya sumber daya manusia pekerja berakibat pula pada rendahnya penghargaan pemilik perusahaan kepada mereka. Misalnya, masuknya pekerja sektor anak-anak di sektor industri yang semakin menekan anah bunah. Tendapat kecenderungan bahwa pekerja anak di bawah umur kerja akan dapat lebih menckan biaya produksi karena bersedia dibayar dengan upah rendah. 
 
2. Problem Biaya Tinggi
 
Sebenarnya, pihak perusahaan mampu menaikkan upah minum regional (UMR) asalkan biaya-biaya yang tidak resmi yang mengakibatkan ekonomi biaya tinggi dihapuskan. Di Indonesia, dari hasil pengamatan para ahli, disinyalir bahwa 30% dari total biaya produksi dibelanjakan khusus untuk memenuhi berbagai bentuk pungutan tidak resmi (pungli). 
 
Dua hal di atas, yaitu kualitas SDM dan problem buaya tinggi merupakan power yang sering banyak menjadi permasalahan bagi pimpinan perusahaan dalam menghadapi laborunion Di satu sisi, pekerja menuntut untuk diadakannya perbaikan kesejahteraan, jaminan sosial, UMR, dan lainnya. Di sisi lain, ternyata kondisi dari pekerja yang sering atau kadang tidak sesuai dengan kriteria yang diharapkan perusahaan 

Oleh karena itu, untuk memperbaiki standar hidup kaum pekerja yang posisinya semakin penting dalam mendukung industrialisasi pada era perdagangan bebas (globalisasi) diperlukan beberapa langkah. Langkah-langkah ini sekaligus sebagai acuan dalam kebijakan perburuhan di antaranya sebagai berikut: a. Perbaikan kualitas SDM bagi para pekerja (buruh) mutlak diperlukan 

Hubungan industrial yang kondusif dapat ditempuh dengan cara menyelenggarakan berbagai program pelatihan keterampilan yang diprakarsai oleh pihak perusahaan.

b. Penghapusan biaya tinggi Hal ini perlu diupayakan dari pihak perusahaan untuk dapat melakukan pendekatan terhadap pemerintah tentang hal-hal yang berkaitan dengan masalah finansial. 

c. Pekerja sebagai mitra usaha

Penekanan bahwa buruh pekerja bukanlah faktor produksi semata-mata, melainkan lebih dari itu, pekerja merupakan aset politis. Adanya pengakuan secara yuridis formal bahwa tenaga kerja merupakan kekuatan politik yang akan membawa dampak pada penghormatan dan penyaluran aspiratif mereka. Kalay pihak pengambil kebijakan dapat menerapkan hal ini, pada akhirnya akan dapat meredam dan menekan hal-hal yang bermasalah dengan para pekerja sehingga menjadikan kekuatan yang saling membantu dalam proses berjalannya aktivitas perusahaan. 

 

K. PESAING 

 

Di samping memperhatikan faktor-faktor kebutuhan utama perusahaan, termasuk kebutuhan internal perusahaan, pembuat kebijaksanaan perusahaan perlu melihat lingkungan luar yang harus selalu diantisipasi dan nantinya akan dihadapi perusahaan Banyak sekali faktor eksternal yang secara langsung akan memengaruhi perusahaan Dalam pembahasan ini, yang menjadi fokus adalah para pesaing perusahaan karena pesaing dapat menjadi batu sandungan bagi perusahaan. Oleh karena itu, gerak atau langkah para pesaing tersebut hendaknya selalu diperhatikan dan cermati. 

 

Menurut R.A. Supriono (1990), yang dimaksud dengan pesaing (competitor) adalah perusahaan yang dengan agresif mencoba memperbesar atau memperluas pangsa pasar dengan memimpin pasar, perusahaan peringkat kedua, ataupun perusahaan kecil dalam industrinya. Tentunya, potensi ataupun kondisi pesaing ini sangat berbahaya bagi pihak perusahaan karena dia dapat menyerang sewaktu-waktu dan mereka akan menggunakan berbagai macam cara atau strategi untuk dapat bersaing dengan perusahaan secara aktif. 

 

Pengertian pesaing, menurut R.A. Supriono (1990), paling tidak terdiri atas tiga hal berikut :

1. Pesaing yang sangat mikro merupakan perusahaan sejenis yang membuat produk yang sama dan menjual kepada para pembeli yang sama.

2. Pesaing makro, yaitu perusahaan sejenis yang membuat produk sama dan menjual pada segmen atau pembeli yang berbeda. Contohnya, perusahaan mobil Jaguar yang memproduksi mobil hanya untuk kalangan atas dan sifatnya sangat teksklusif

3. Pesaing mikro merupakan perusahaan yang membuat produk yang mempunyai kesamaan fungsi. Contohnya, perusahaan yang memproduksi mobil dengan perusahaan yang memproduksi mobil, yaitu motor dan mobil merupakan sarana yang sama-sama berfungsi sebagai alat transportasi 

 

Dalam hal perlakuan persaingan, pesaing dapat memengaruhi strategi bauran pemasaran (marketing mix), yaitu para pesaing mencoba untuk mengombinasikan 4P (product, price, place, dan promotion) sehingga mampu menciptakan competitive advantage (keunggulan bersaing). Apabila hal ini dapat dilakukan dengan baik, para pesaing akan mempunyai kekuatan tawar-menawar (bargaining power) terhadap perusahaan. Oleh karena itu, sejak dini perusahaan hendaknya dapat menganalisis kekuatan para pesaingnya sehingga perusahaan dapat memperkirakan langkah- langkah yang akan dilakukan pesaing serta perusahaan akan lebih preventif dalam menghadapinya dengan melakukan antisipasi.


Dari analisis ini pula, perusahaan akan dapat menentukan posisinya, apakah ia akan tetap dalam usaha tersebut dengan berbagai kebijakannya atau perusahaan melakukan perubahan usaha. 

 

Uytherhoeben (1973) menyatakan yang termasuk dimensi persaingan adalah menyoroti lawan-lawan suatu perusahaan, jumlah, dan karakteristik para pesaingnya.

Dalam hal ini, beberapa hal yang perlu diperhatikan sebagai berikut :

1. Pesaing perusahaan 

Dalam hal ini, penyusun kebijakan perusahaan perlu mengidentifikasi siapa yang menjadi pesaing utama dan penantang pasar yang membahayakan. Identifikasi ini tentunya akan memudahkan penyusun kebijakan yang terkait dengan pesaing dan dapat menentukan skala prioritas dari kebijakan yang dibuatnya. Namun, perusahaan juga harus mewaspadai adanya ancaman dari pendatang baru karena kadang-kadang atau tidak jarang pendatang baru lebih membahayakan dibandingkan dengan pesaing-pesaing yang telah ada dan sudah mapan. Hal ini dapat terjadi karena perusahaan selama ini hanya terfokus pada pesaing-pesaing lama, sedangkan perhatian terhadap pendatang baru kadang diantisipasi sehingga perusahaan tersebut tidak dapat mengukur secara pasti seberapa tingkat kekuatan dari pendatang baru tersebut dan langkah-langkah apa yang akan dilakukan oleh pendatang baru itu. 

 

2. Membandingkan dengan pesaingnya

Untuk membandingkan dengan para pesaingnya, perusahaan dapat melalui perbandingan sumber-sumber kekuatan yang dimiliki oleh para pesaing. Jika adanya pengetahuan tentang unsur-unsur kekuatan para pesaing, perusahaan dapat melakukan analisis. Analisis tadi dapat memberikan petunjuk kekuatan relatif yang dimiliki oleh para pesaing dan kemungkinan-kemungkinan yang akan dilakukan oleh para pesaing tadi. 


3. Cara perusahaan bersaing

Setiap perusahaan atau industri tentunya mempunyai perilaku persaingan yang berbeda-beda. Dari perilaku yang ada, pihak perusahaan dapat menentukan bagaimana langkah-langkah yang seharusnya dilakukan. Hal ini tentunya harus disertai dengan kekuatan internal ataupun peluang-peluang yang ada. Dalam menghadapi persaingan, perlu diingat pula bahwa perusahaan hendaknya mempertimbangkan struktur industrinya, aktivitas operasional, dan besarnya kekuatan sumber daya yang menunjang operasional perusahaan 

 

4. Kemungkinan masuknya perusahaan baru ke dalam segmen pasar perusahaan yang telah ada lebih awal. Kemungkinan ini dapat terjadi apabila perusahaan baru tersebut dapat bersaing pada tingkat harga Kalau perusahaan atau pendatang baru tersebut dapat memberikan tawaran harga yang lebih rendah dan dengan kualitas yang baik, kemungkinan akan berpengaruh segmen pasar yang sudah ada untuk ikut menjadi pasar potensial baru perusahaan baru tersebut sangatlah besar. 

 

Sementara itu, Glueck (1984) menyatakan bahwa ada tiga faktor yang perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan masalah persaingan. Ketiga faktor tersebut sebagai berikut. 

 

1. Masuk dan Keluarnya Para Pesaing Utama 

 Dalam konteks ini, perencanaan kebijakan haruslah mengetahui betul tentang keadaan yang sedang terjadi, apakah ada pesaing ataupun pendatang baru yang memasuki kawasan bisnisnya dan bagaimana kondisi dari pesaing-pesaing terdahulu, apakah tetap pada posisinya, yaitu dalam kawasan bisnis yang sama dengan yang dilakukan perusahaan atau pesaing-pesaing tadi telah pergi. Kondisi aman dalam artian kecilnya persaingan, apalagi tanpa adanya pesaing, merupakan hal yang sebenarnya diharapkan perusahaan, yaitu tidak adanya rintangan dari para pesaing ataupun pendatang yang akan dapat berpengaruh terhadap posisi perusahaan. Namun, ada kalanya suatu kondisi terjadi ketika pesaing itu pergi. Hal itu dapat menyebabkan terjadinya kejenuhan dalam pasar. Ketika adanya persaingan kreatif, tetapi pesaing tidak ada lagi, berarti perusahaan hanya menghadapi perusahaan yang berada di kelasnya sehingga tantangannya berkurang. 

 

Contohnya, ketika RCA dan GE meninggalkan usaha komputer. Hal ini dapat meningkatkan keberhasilan IBM, Burrough, dan Control Data. Namun, hal ini berbeda ketika GAF meninggalkan usaha foto amatir. Kodak tidak begitu gembira karena dalam industri itu hanya tinggal Kodak, Berkey Foto, 3M, dan perusahaan Jepang yang membuat film dan kertas cetak foto. 

 

2. Tersedianya Barang Pengganti 

 Keberhasilan suatu perusahaan dalam menjalankan roda usahanya di antaranya dipengaruhi oleh segi mutu atau kualitas dari produk yang dihasilkan dan murahnya harga yang ditawarkan. Kalau kedua hal tersebut dimiliki oleh perusahaan dari para pesaingnya, termasuk terhadap barang substitusi yang ditawarkan, kemungkinan besar perusahaan akan tetap eksis dan dapat terus meluaskan pasarnya, bahkan dapat pula masuk pada segmen pasar yang selama ini dikuasai oleh perusahaan lain. Namun, antisipasi terhadap produk substitusi harus tetap dicermati karena produk ini pada umumnya hanya lebih murah meskipun kualitasnya kurang baik, tetapi dari segi manfaat mempunyai kesamaan dengan produk utama 

 

3. Perubahan Strategi Para Pesaing

Dalam masalah ini, yang perlu mendapat perhatian adalah adanya perubahan kebijakan ataupun strategi yang dilakukan oleh para pesaing. Mengapa perubahan kebijakan ataupun strategi dari para pesaing ini harus diperhatikan? Jawabnya karena para pesaing itu bagi perusahaan membahayakan dan tentunya perubahan yang dilakukan oleh pesaing akan berpengaruh pula terhadap kebijakan perusahaan. Hal ini juga tergantung dan seberapa besar pengaruh dari perubahan strategi yang dilakukan oleh para pesaing. Kalau ternyata membahayakan posisi perusahaan ataupun bagian pasar yang dikuasai, perusahaan harus melakukan tindakan preventif agar apa yang dikhawatirkan tidak menjadi kenyataan atau benar-benar terjadi. 

 

Contohnya, General Electric menjadi semakin waspada ketika Westinghouse memperkenalkan bola lampu yang akan dapat bertahan selama 2,5 atau dua tahun jika digunakan secara normal dengan jaminan bersyarat. Dalam hal ini, sikap perusahaan hendaknya berupaya untuk mengimbangi perubahan yang ada dengan strategi yang tepat dan mengambil langkah-langkah yang strategis guna memperoleh keunggulan bersaing 

 

Porter yang juga menulis strategi kompetitif menyatakan bahwa ada lima kekuatan yang memengaruhi potensi keuntungan dalam industri. Sementara itu. Wheelen menyatakan ada enam kekuatan yang memengaruhinya. 

 

Tantangan masuknya pendatang baru 

Masuknya pendatang baru dalam industri khusus/khas membawa kapasitas baru keinginan, atau hasrat memperoleh keuntungan, pangsa pasar, dan sumber daya yang besar lagi luas. Namun, untuk masuk ke pasar persaingan industri juga menghadap rintangan atau hambatan. 

 

Pendatang baru dalam alur perjalanan perusahaan bisnis tentunya tidak hany pesaing yang mendapat perhatian. Ada pula pihak yang dapat memengaruhi perusahaan yaitu faktor pendatang baru. Pendatang baru ini tentunya tidak hanya meramaika kondisi pasar yang sudah ada, tetapi pendatang baru ini tentunya membawa mi- perusahaan itu sendiri untuk dapat mengambil peran, apakah bersaing denga perusahaan-perusahaan yang sudah ada atau untuk merebut pangsa pasar yang selam ini dikuasai oleh perusahaan yang telah eksis dengan segala kesiapan sumber day manusia, infrastruktur perusahaan, dan kekuatan lainnya yang mereka miliki. Namur ancaman masuknya pendatang baru ke dalam industri tergantung dari rintangan masu yang ada, ditambah pula dengan adanya reaksi dari para pesaing yang sudah ada dalam gerak industri Jika rintangan masuk ini cukup besar, reaksi yang datang dari para pesaing dan perusahaan yang sudah ada juga cukup besar sehingga akan memperkecil peluang dan para pendatang baru.


Menurut Porter (1980) dan Pearce (1996) dalam Agus Maulana (1997), ada beberapa sumber utama rintangan/hambatan masuk (barier to entry) bagi pendatang baru seperti berikut. 
 
1) Skala ekonomis 
Skala ekonomi menghalangi masuknya pendatang baru dalam suatu industri Karena perusahaan industri atau perusahaan industri yang ada tersebut telah dapat memproduksi secara massal (besar-besaran), pendatang baru yang ada pada umumnya memproduksi relatif sedikit memaksa dengan memikul biaya yang tinggi. Sementara itu, untuk perusahaan industri, biaya per unitnya turun karena volume produksi meningkat. Tentunya hal ini juga diukur dengan tingkat permintaan dari pasar. 
 
Oleh karena itu, hal ini akan menjadi hambatan bagi pendatang baru, yaitu dia dituntut untuk dapat menekan biaya, padahal sebagai pendatang baru, dia harus mengeluarkan berbagai macam biaya untuk proses produksi, penelitian, pemasaran, promosi, dan lain-lain. Hanya ada satu cara untuk menekan biaya produksinya, yaitu jumlah yang diproduksi tersebut kapasitasnya besar (banyak) sehingga dapat menekan cost/unit. Namun, pada kondisi awal, pendatang baru yang memproduksi secara besar-besaran kemungkinannya belum dapat menentukan market share yang sesungguhnya..

2) Diferensiasi produk 
Dikatakan oleh Portei (1980) bahwa diferensiasi produk mempunyai arti perusahaan mempunyai indikasi merek dan kesetiaan (loyalitas) pelanggan yang disebabkan oleh periklanan, pemberian pelayanan kepada pelanggan, perbedaan produk di masa lampau, atau sekadar karena memaksa pendatang baru untuk mengeluarkan biaya besar guna merebut sebagian dari kesetiaan para pelanggan tadi. Oleh karena itu, merupakan suatu tuntutan bagi pendatang baru untuk dapat mendapatkan diferensiasi produk sehingga pendatang baru ini mempunyai market share yang selalu loyal terhadap produknya. Bahkan, dapat pula menarik pelanggan yang selama ini membeli atau mengonsumsi produk lain, selain dari pendatang baru. Jadi, diferensiasi produk merupakan berbagai macam produk dari suatu perusahaan yang sudah menguasai segmen pasar.
 
3) 
Kebutuhan modal 
Modal yang harus dipersiapkan para pendatang baru tentunya bukan hanya untuk jangka pendek, tetapi harus dipersiapkan pula untuk jangka menengah dan jangka panjang. Keharusan untuk menanamkan modal yang besar agar dapat bersaing dalam menanggulangi hambatan masuk. Modal mungkin hanya akan diperoleh dari pasar modal atau dari pihak kreditor lainnya. Namun, satu hal yang perlu diperhitungkan pula di sini adalah faktor tingkat suku bunga pinjaman. Apabila sejak awal pendatang baru ini sudah mempunyai tingkat suku bunga pinjaman 
yang tinggi, tentunya juga akan berdampak pada besarnya bunga yang harus dibayarkan. Kondisi ini sangat besar risikonya terhadap hidup perusahaan (pendatang baru) tersebut. 

 

4) Tindakan dan kebijakan pemerintah 

Agen-agen pemerintah dapat membatasi atau bahkan menghalangi masuk dengan melembagakan kontrol terhadap izin-izin. 

 


4. Pesaing dari Industri yang Sudah Ada

Dalam industri, sebagian besar perusahaan satu sama lainnya saling tergantung dan terkait. Suatu gelombang atau gencarnya persaingan di antara perusahaan dapat mempunyai pengaruh yang nyata terhadap persaingan dan memungkinkan adanya upaya untuk memberikan jawaban atas gencarnya persaingan. 

 

5. Tantangan Barang atau Jasa Substitusi

Seluruh perusahaan dalam setiap industri akan menghadapi persaingan dengan perusahaan industri yang memproduksi produk-produk pengganti (substitusi) karena secara umum harganya lebih murah. Menurut Porter, barang atau produk pengganti dapat membatasi keuntungan yang mungkin diraih oleh perusahaan industri yang biasanya menetapkan harga lebih tinggi atas suatu produk (barang/jasa) pengganti. Oleh karena itu, jika perusahaan industri tidak mampu meningkatkan kualitas atau mutu produk yang dihasilkan, laba atau tingkat pertumbuhan industri dapat terancam (Pearce dalam Agus Maulana, 1997). Produk pengganti (substitusi) dikatakan sebagai ancaman bagi perusahaan-perusahaan industri pada umumnya karena produk pengganti dapat memberikan alternatif produk bagi konsumen terhadap barang yang selama ini ada di pasar, terlebih terhadap barang yang menarik, harga yang jauh lebih murah, dan kualitas lebih lainnya. Sekali lagi ini merupakan ancaman bagi perusahaan lainnya. Namun, yang pasti, perusahaan-perusahaan tersebut harus mampu melakukan analisis terhadap produk-produk pengganti ini. Tentunya, yang diperlukan di sini adalah parameter- parameter apa saja yang dipakai untuk menentukan produk pengganti tersebut yang perlu mendapat prioritas untuk diperhatikan dan produk pengganti mana yang prioritasnya lebih rendah. 

 

Menurut Porter (1980), kriteria-kriteria produk pengganti yang perlu mendapat perhatian besar sebagai berikut :

a. Produk pengganti mempunyai kecenderungan untuk memiliki harga, kualitas , dan karakteristik yang lebih apabila dibandingkan dengan produk industri.

b. Produk pengganti dihasilkan oleh industri yang berlaba tinggi.

 

Sementara itu, Leslie dan Phyllis (1989) mengatakan bahwa ancaman barang- barang pengganti akan lebih besar, jika

a. biaya yang dikeluarkan tidak berarti.

b. barang pengganti memberikan nilai yang sama dengan produk industri daripada biaya yang dikeluarkan,

c. para pembeli terbiasa melakukan penggantian. 

 

Analisis terhadap kecenderungan di atas akan menjadi hal yang sangat penting bagi perusahaan industri, apakah produk pengganti tersebut mempunyai kekuatan yang besar atau hanya produk pengganti dengan skala kekuatan yang kecil. Dari sini pula akan dapat diperhitungkan langkah-langkah apa yang akan ditempuh untuk menghadapi produk pengganti tersebut. Jadi, produk pengganti (substitusi) dapat dianggap sebagai pendorong terjadinya persaingan karena sampai sekarang barang pengganti (substitusi) memiliki harga yang jauh lebih murah dibandingkan dengan perusahaan industri. 
 
6. Kekuatan Tawar-menawar Pembeli 
Salah satu unsur dalam lingkungan tugas (task environment) adalah pembeli (buyer). Dalam lingkungan eksternal, pembeli memiliki peran yang cukup strategis, salah satunya pembeli berfungsi sebagai objek. Namun, pada perkembangan berikutnya, utamanya dalam bidang pemasaran, perusahaan tidak lagi hanya memerankan atau menjadikan pembeli sebagai objek, tetapi sudah mengalihkan pada suatu kondisi, yaitu pembeli dapat merasakan dirinya sebagai subjek. Hal ini merupakan suatu hal yang sengaja dilakukan, yaitu menyubjekkan objek pemasaran. Pada dasarnya, pembeli juga mempunyai bargaining power, yaitu kekuatan tawar-menawar dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan yang harus dipenuhi pembuat produk (barang ataupun jasa). Pembeli pada dasarnya mempunyai karakteristik yang harus menguntungkan dirinya sehingga dapat diantisipasi oleh perusahaan dalam memasarkan produknya di pasaran. Menurut Porter (1980), pembeli dapat bersaing dengan industri/perusahaan dengan cara memaksa harga turun, tawar-menawar untuk kualitas yang lebih baik dan tingkat pelayanan yang lebih baik. Secara umum, dapat dikatakan bahwa pembeli mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a. Selalu menginginkan barang yang baik dan barang yang harganya murah berkualitas baik. 
b. Mengharapkan pelayanan yang memuaskan dari produsen.
c. Apabila perlu, ada alternatif untuk pembelian dengan sistem kredit. 
d. Pembeli berusaha sedapat mungkin tidak mengeluarkan biaya yang besar. 
 e. Leslie dan Philip (1989) mengatakan bahwa pembeli mempunyai kekuatan lebih 
jika penjualan produk terpusat pada pembeli.
f Para pembeli menghasilkan volume/tingkat (jumlah)yang berarti dari industri. Pembeli memberi ancaman atas integrasi ke belakang adanya barang-barang pengganti. 
g. Pembelian dari industri mencapai persentase cukup besar dari total pembelian barang/jasa tidak berbeda. 
 
Menurut Wheelen (1987), seorang pembeli mempunyai kekuatan tawar-menawar atau bargaining power apabila terdapat hal berikut.
a. Pembeli membeli dalam jumlah besar dari penjualan barang atau jasa.
b. Pembeli memiliki potensi untuk mengadakan integrasi ke belakang guna memproduksi barang-barang yang dibutuhkan atau pembeli mempunyai potensi untuk mengadakan usaha dalam purchasing apabila jumlah pemasok yang ada cukup banyak atau apabila supplier alternatif banyak perubahan atau perpindahan dari pemasok yang satu ke pemasok yang lainnya yang memiliki biaya rendah. 

 

Sementara itu, menurut Porter (1980), untuk menentukan apakah pembeli itu mempunyai kekuatan yang perlu mendapatkan prioritas atau tidak, ada berapa hal atau kriteria yang dapat diperhatikan seperti berikut.

a. Kelompok pembeli terpusat 

Pembeli membeli dalam jumlah yang cukup banyak dari total penjualan.

b. Produk yang dibeli dari perusahaan/industri adalah produk standar atau tidak terdeferensiasi 

Tentunya hal ini dapat menjadikan pembeli pindah ke yang lainnya. Hal ini karena pembeli yakin masih banyak pemasok alternatif yang dapat memberikan produk yang lebih menarik. 

c. Pembeli mendapatkan keuntungan yang kecil

Keuntungan yang kecil akan dapat menyebabkan pembeli mencari alternatif yang lain yang dapat memberikan keuntungan lebih besar. 

d. Pembeli mempunyai informasi yang lengkap

Apabila pembeli mempunyai informasi yang lengkap, yang berkaitan dengan masalah permintaan, harga pasar, dan biaya per unit, biasanya ia akan mempunyai posisi tawar-menawar yang kuat. 

e. Pembeli menghadapi biaya pengalihan yang kecil. 

f. Pembeli menunjukkan ancaman untuk melakukan integrasi balik. 

g. Produk yang dibeli dari industri/perusahaan merupakan bagian dari biaya pembelian yang cukup besar dari pembeli. 

 


7. Kekuatan Tawar-menawar dengan Pemasok 

 

Pemasok mempunyai peranan penting yang dibutuhkan dalam memproduksi produk atau pembelian layanan bagi industri. Jika pemasok menentukan batas waktu dan industri tidak dapat menempati pelunasan dalam jangka panjang yang diberikan untuk pelanggan, ada tekanan bagi industri atas kemampuan memperoleh laba. Pemasok dapat memengaruhi industri melalui kemampuan mereka untuk meningkatkan harga atau menurunkan kualitas barang atau jasa yang ada. 

 

Pada umumnya, pemasok (supplier) mempunyai ciri-ciri berikut:

a. melakukan penjualan dengan harga yang cukup tinggi; 

b. mengharapkan pembayaran dari industri/perusahaan dengan kontan/tunai (cash); 

c. mengharapkan pasokan yang dikirimnya mendapatkan uang muka. 

 

Menurut Leslie dan Philip (1989), dalam bukunya Strategic Management: Concepts and Experiences, kekuatan penuh pemasok dapat mengurangi kemampuan industri oleh pengaruh harga, kualitas, atau masukan-masukan yang berguna. Pemasok berkekuatan penuh apabila 

a. tidak adanya barang pengganti (substitusi) sebagai masukan bagi perusahaan industri
b. industri tidak menghasilkan jumlah yang berarti bagi pemasok: 
c. pemasok-pemasok industri yang dipusatkan; 
d. input-input yang dipasok membuat suatu kontribusi (sumbangan) yang berarti pada tujuan akhir atau fungsi-fungsi dari barang-barang industri;
e. para pemasok berusaha mendapat kepercayaan untuk kemajuan secara menyeluruh;
f. industri akan terbebani biaya jika mereka berpindah sumber-sumber pemasok dan sebagainya. 
 
Sementara itu, Pearce (1996) dalam Agus Maulana (1997) berpendapat bahwa kekuatan masing-masing pemasok bergantung pada karakteristik (ciri-ciri) situasi pasar serta tingkat kepentingan relatif penjualan dari pemasok pada industri dibandingkan dengan keseluruhan bisnisnya. Para pemasok mempunyai kekuatan penuh jika 
a. pemasok didominasi oleh sedikit perusahaan;
b. produk pemasok bersifat unik dan mempunyai spesifikasi produk bagi pembeli yang terikat serta pembeli telah menginvestasikan dananya dalam jumlah yang cukup besar pada pemasok tertentu;
c. pemasok tidak bersaing dengan produk-produk lain dalam industri; sebagai contoh, tepung Bogasari merupakan perusahaan persaingan yang berarti; 
d. pemasok mempunyai kemampuan untuk melakukan integrasi ke depan; 
e. industri/konsumen/pembeli bukan merupakan pelanggan yang berarti bagi 
pemasok sehingga sangat tergantung pada pemasok atau pemasok dapat mengendalikan industri relevansinya dengan proses produksi. 
 
Sementara itu, Wheelen (1987) dalam bukunya Strategic Management mengemukakan bahwa pemasok (supplier) dapat memengaruhi industri atau dapat dipandang sebagai ancaman melalui kemampuan mereka untuk meningkatkan harga atau menurunkan kualitas atau mutu dari pembelian barang atau jasa. Sebuah kelompok pemasok merupakan kekuatan dalam hal-hal berikut.
a. Pemasok industri akan dominan apabila perusahaan-perusahaan pemasok sedikit, tetapi penjual sangat dibutuhkan perusahaan sehingga pemasok bisa menjual dengan harga yang tinggi. Artinya, pemasok akan dapat mengendalikan apabila pasar didominasi oleh sedikit perusahaan.
b. Barang/jasa substitusi (pengganti) tidak tersedia dengan mudah. Kalau tidak ada, jumlahnya sangat sedikit.  
c. Perusahaan pembeli harga membeli dalam partai kecil dari kelompok-kelompok barang-barang dan jasa.
d. Pemasok dapat mengintegrasikan ke belakang dan bersaing langsung dengan pembeli mereka sekarang. 


Contohnya, konstruksi kilang minyak dari Arab Saudi. Hubungan antara perusahaan dengan para pemasok (supplier) merupakan hal yang penting untuk kelangsungan hidup perusahaan dan pertumbuhannya, khususnya dengan sumber daya lainnya, sehingga perusahaan perlu membina hubungan yang harmonis, yang pada akhirnya bermuara pada kesejahteraan kedua belah pihak. 

 

8. Tekanan dari Other Stackholders (Pihak-pihak yang Berkepentingan)

Freeman menganjurkan tambahan kekuatan keenam pada daftar partner dengan memasukkan berbagai macam kelompok kepentingan dari lingkungan tugas. Yang termasuk other stockholders di antaranya adalah stockholder, labourunions, creditors, dan goverment

a. Stockholder's 

Apabila kemampuan perusahaan (kemampuan modal) cukup kuat (besar) dan jika deviden ditunda pembayarannya, hal itu akan dapat menguntungkan para pemegang saham. Pelayanan kepada tenaga kerja (buruh) dalam bentuk upah, tunjangan, dan 

b. Lobour uniouns 

fasilitas-fasilitas lainnya, termasuk keamanan, kenyamanan ruang kerja, dan keselamatan kerja. 

c. Creditors dapat berpengaruh pada 

1) tinggi rendahnya bunga yang diberikan; 

2) jumlah pinjaman/besarnya investasi; 

3) jangka waktu pengembalian; 

4) jaringan serta semacam kredit yang diperlukan. 

 

9. Goverment 

Pemerintah dalam hal ini sangat berpengaruh terhadap produk melalui kebijakan- kebijakan yang ditetapkan atau dibuat oleh pemerintah. 




Kegiatan Belajar 2 

Societal Environment (Lingkungan Sosial) 

 

Jalan yang paling menjanjikan suatu organisasi perusahaan dalam pencapaian tujuan tergantung pada kemampuan perusahaan dalam menghadapi persaingan. Lingkungan eksternal ini sifatnya lebih makro (lingkungan sosial), yaitu kekuatan- kekuatan yang terjadi biasanya terlepas dari situasi operasional dan berada di luar jangkauan perusahaan. Oleh karena itu, lingkungan ini dipengaruhi perusahaan (badan usaha) secara tidak langsung terhadap aktivitas operasional perusahaan. Lingkungan sosial (societal environment) ini pada umumnya terdiri atas 

1. kekuatan politik,

2. kekuatan ekonomi: 

3. kekuatan sosial budaya: 

4. kekuatan teknologi. 

 

A. KEKUATAN POLITIK 

 

Menurut Meriam Budiardjo (1995), politik adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik yang menyangkut proses menentukan tujuan dan melaksanakan tujuan tersebut. Untuk melaksanakan tujuan-tujuan itu, perlu ditentukan kebijaksanaan yang menyangkut pengaturan sumber-sumber daya yang ada. Kegiatan politik merupakan suatu hal yang perlu untuk mengatur pemerintahan dalam mengambil kebijakan, baik kaitannya dengan masyarakat maupun perusahaan. Perusahaan akan tetap mempertimbangkan kekuatan politik dan tidak mungkin mengabaikan konsekuensi pengambilan keputusan sebagai dampak kebijakan-kebijakan yang dilakukan pemerintah. Menurut Sukanto Reksohadiprodjo (1990), stabilitas politik dan peraturan-peraturan pemerintah hendaknya selalu dijadikan pertimbangan yang utama bagi manajer perusahaan dalam merumuskan strategi perusahaan. 

 

B. PERBEDAAN ANTARA BISNIS DAN POLITIK 

 

Antara bisnis dan politik berbeda. Perbedaan tersebut perlu dipahami dengan baik agar menjadi partisipan yang efektif dalam proses kebijakan politik. Menurut Kelth Vadis (1984), ada tiga perbedaan penting antara bisnis dan politik. 


1. Tujuan utama bisnis adalah melakukan kegiatan produksi untuk meraih kentingan (laba), sedangkan sasaran sama politik adalah mengalokasikan kekuatan di antara berbagai kelompok dalam masyarakat. Politikus mencari perolehan kekuatan dari masyarakat dalam suatu jabatan publik dan bersalis mempertahankan selama mungkin Suara dan pengarah kekuatan kelompok merupakan darah kehidupan politikus Tampa hal tersebut, politikus tidak berdaya sebagaimans bisnis tanpa laba 

 

2. Keputusan bisnis seyogianya dibuat dan diterapkan secara rasional objektir menghining secara cermat, dan menggunakan standar Idealnya, suatu produk haru tidak akan dibuat jika membutuhkan investasi modal besar dan haras dilakukan dengan ahli bisnis yang dapat memutuskan permasalahan dengan hati basti dan tepat. Sebaliknya, keputusan politik sering kali dibuat tidak rasional atau berdasarkan emosi sehingga sulit mengukur faktor sosial dan filosofinya Pemerintahan kota, misalnya, mungkin memberikan tekanan kuat pada perusahaan agar memindahkan perusahaan dari lokasi gedung semula ke gedung atau lokasi yang lain 

 

3. Perbedaan yang ketiga adalah pihak-pihak utama yang berkepentingan terhadap bisnis yang sedikit jumlahnya dan mudah untuk diidentifikasi: pemegang saham, pekerja, pelanggan, dan analis keuangan. Pihak-pihak yang berkepentingan dalam politik jumlahnya lebih besar dan tersebar di mana-mana. Politikus lebih mampu memuaskan eksekutif bisnis pada perusahaan besar. Kepuasan kelompok- kelompok berkepentingan dalam politik pada umumnya lebih kotor dan kurang saksama serta banyak kontradiksi dan tidak konsisten dari kebenaran dalam bisnis. 

 

Perbedaan-perbedaan antara bisnis dan politik dapat menciptakan kesulitan dan frustrasi apabila seorang pebisnis memasuki dunia politik. Suatu pengalaman dari petugas pemerintah sebagai berikut. Administrator pemerintah dan eksekutif harus mempunyai latar belakang berbeda, misalnya wartawan dengan media massa yang lain berperan sangat berbeda karena mempunyai tujuan institusi dan milik pribadi yang berbeda. 

 

Menanggapi gap (kesenjangan) antara dunia bisnis dan politik yang mungkin merupakan pengalaman buruk bagi pemerintah, yaitu beberapa orang dalam komunitas bisnis memelihara hubungan dan tidak terlepas dari politik. Meninggalkan politik yang kotor untuk politikus korup merupakan sikap yang sering dilakukan bisnis. Kalangan bisnis mengatakan bahwa kelanggengan bisnis tergantung pada kegiatan politik 

 

Faktor politik merupakan salah satu faktor yang menjadi pertimbangan dan semakin penting bagi perusahaan pada dekade akhir-akhir ini. Peraturan-pera pemerintah ataupun stabilitas politik merupakan pertimbangan yang utama bag manajer dalam kaitannya dengan perumusan strategi perusahaan. Hambatan-hambat atau kendala politik yang dikenakan terhadap perusahaan dilakukan melalui kebijaka kebijakan pemerintah dalam bidang bisnis atau perdagangan, misalnya batasan atau ketentuan upah minimum regional, undang-undang antitrust, program perpajakan kebijakan tentang penetapan harga dan polusi, dan aktivitas lainnya yang dimaksudkan untuk melindungi konsumen, seperti Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pelindungan terhadap tenaga kerja, dan lingkungan tempat perusahaan didirikan. Kendala politik yang dikenakan terhadap perusahaan, seperti undang-undang antitrust sebagaimana dikemukakan oleh Pearce dan Robinson, alih bahasa Agus Maulana (1997), biasanya bersifat membatasi dan ada kecenderungan untuk mengurangi poteri laba perusahaan. Jadi, faktor politik di satu sisi dapat membatasi bagi perusahaan. Di pihak lain, hal itu memberikan manfaat bagi aktivitas perusahaan. Misalnya, undang undang paten, subsidi pemerintah, ataupun hibah dana penelitian produk Contohnya, ketika Ethiopian Airlines dibentuk pada tahun 1945, perusahaan ini menerima bantuan dari TWA dan Pemerintah Ethiopia, Bantuan ini menjadikan Ethiopian Airlines sebagai salah satu anggota industri angkutan udara Afrika yang paling berhasil (Agus Maulana, 1977). Tanpa angkutan politis Pemerintah Ethiopia, tidak mungkin perusahaan tersebut dapat beroperasi sebagaimana yang diharapkan. Jadi, kestabilan lingkungan politik suatu negara, menurut Moezamil Zamahsari (1991), merupakan kepentingan utama bagi pemasaran suatu produk. Kestabilan bukan berarti tidak ada perusahaan, tetapi perubahannya tahap demi tahap yang berarti tidak drastis sehingga dapat mengacaukan program pemasaran yang telah berjalan dengan baik. Sebagai contoh, pengaruh kekuatan politik terhadap bisnis, yaitu adanya peraturan mengenai trust, stabilitas pemerintah suatu negara, sikap pemerintah terhadap perusahaan atau produk asing, serta peraturan perdagangan internasional ataupun hak proteksi. 

 
C. KEKUATAN EKONOMI 
 
Laju pertumbuhan ekonomi atau jatuh bangunnya kekuatan ekonomi akan berdampak atau berpengaruh terhadap aktivitas suatu perusahaan. Karena pola konsumsi yang mengindikasikan kesejahteraan relatif, suatu masyarakat dipengaruhi oleh faktor kekuatan ekonomi masyarakat tempat suatu perusahaan beroperasi dan produk dipasarkan. Perusahaan, baik dalam tingkat nasional maupun internasional, dalam rangka perencanaan strateginya harus selalu memperkembangkan kecenderungan ekonomi, tingkat penghasilan yang dibelanjakan, kecenderungan belanja masyarakat, laju inflasi, serta kecenderungan pertumbuhan produk nasional bruto (PNB) yang merupakan faktor ekonomi yang harus pula dipertimbangkan karena kecenderungan ekonomi pada segmen-segmen ini yang memengaruhi industrinya (Pearce dalam Agus Maulana, 1997). 
 
Sebagai contoh, krisis moneter atau krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia dewasa ini (1998) yang ditandai dengan merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika. Hal tersebut tidak terlepas dari lemahnya atau rapuhnya fundamental perekonomian, baik di dunia perbankan, birokrasi, krisis kepercayaan, maupun sektor lainnya. 

Selain lemalmya fundamental perekonomian Indonesia yang menjadi salah sat penyebab krisis moneter sebagaimana contoh di atas, juga kekuatan-kekuatan a dampak dan krisis moneter negara tetangga di ASEAN, seperti Korea Selatan dan Thailand lebih parah lagi kenaikan harga BBM yang banyak meresahkan masyaraka Yang tidak dapat diabaikan begitu saja adalah dampak potensial dari kekuatan ekonomi internasional, baik yang positif maupun yang negatif, terhadap dunia usaha atau perusahaan, seperti bantuan International Monetery Fund (IMF) dan Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) atau 

 

Dalam kaitannya dengan kekuatan dari faktor ekonomi tersebut, Sukanto Reksohadiprodjo et al (1990) mengatakan bahwa faktor-faktor ekonomi yang utama harus dianalisis dan didiagnosis perusahaan meliputi hal berikut.

1 Tahapan dalam siklus dunia usaha, yaitu kondisi ini sangat tergantung pada 

keadaan ekonomi, seperti keadaan depresi, resesi, dan lainnya.

2. Kecenderungan adanya deflasi atau inflasi pada harga barang dan jasa sehingga bisa terjadi inflasi sangat tinggi, Hal ini hendaknya dilakukan pengendalian upah dan harga meskipun dengan terpaksa. Inflasi, menurut Carla (1994), merupakan suatu kondisi perekonomian nasional yang begitu pesat sehingga kapasitas produksi tidak dapat melayani permintaan masyarakat dan diikuti dengan kenaikan harga. Hal ini mengingat inflasi merupakan salah satu faktor yang mempunyai pengaruh terhadap cara beroperasinya suatu perusahaan di kebanyakan pasar di dunia ini. Oleh karena itu, kondisi ini perlu dicermati dan selalu ditelaah dunia usaha dan perusahaan agar dapat beroperasi sebagaimana yang diharapkan. Selain inflasi, penyebab lambatnya perkembangan ekonomi adalah resesi atau kelesuan yang menunjukkan suatu kondisi saat aktivitas perekonomian mengalami kemacetan, pasar tidak bergairah (lesu), atau peluang kerja sulit sehingga banyak pengangguran. Apalagi, kalau sampai produksi merosot begitu drastis dan begitu parah, hal itu akan terjadi apa yang disebut depresi.

3. Kebijakan-kebijakan dalam bidang moneter, tingkat bunga, devaluasi, serta revaluasi nilai tukar negara yang bersangkutan terhadap mata uang negara lain. Menurut Soediyono (1987), devaluasi merupakan suatu keadaan saat mata uang dalam negeri dinilai terlalu tinggi dan kurs valuta asing ditetapkan terlalu rendah sehingga pemerintah umumnya meningkatkan tingginya kurs valuta asing yang dinyatakan dalam mata uang negara tersebut. Sementara itu, revaluasi merupakan suatu kondisi saat mata uang dalam negeri dinilai terlalu rendah yang dinyatakan dalam valuta asing atau kurs valuta asing terlalu tinggi sehingga pemerintah mengambil kebijakan menurunkan kurs valuta asing atau dengan kata lain menaikkan kurs mata uang sendiri. 

4. Kebijakan-kebijakan pajak (fiskal) erat hubungannya dengan kekuasaan suatu negara untuk mengenakan pajak, baik perorangan maupun perusahaan. Kebijakan pajak meliputi tindakan yang berhubungan dengan pengeluaran pemerintah saat pemungutan pajak bertujuan untuk mengubah permintaan total dan pengeluaran ke arah posisi yang diinginkan. Kebijakan pajak, menurut Carla (1994). memegang peranan penting dalam menstabilkan dan menciptakan tingkat kegiatan perekonomian yang dikehendaki. Penyelenggaraan negara tidak bisa dipisahkan dari penarikan pajak (Revrisond Barwir, 1997) karena penyelenggaraan negara, di samping membutuhkan dana yang cukup besar, pemerintah sendiri memerlukan dana untuk melaksanakan kewajiban-kewajibannya kepada masyarakat. Namun, pelaksanaan hak menarik ini harus berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 23 ayat 2. 

 

Dalam keadaan inflasi, menurut Caria (1994), terjadi kenaikan harga dan pemerintah dapat melaksanakan salah satu atau gabungan dari dua kebijakan fiskal berikut ini. 

1. Menaikkan pajak pendapatan rumah tangga. Akibat kenaikan pajak pendapatan rumah tangga adalah penerimaan masyarakat berkurang. Hal ini berarti daya beli masyarakat turun sehingga tingkat konsumsi masyarakat menurun.

2. Mengurangi pengeluaran pemerintah. Pengeluaran pemerintah dikurangi dengan harapan agar dapat menciptakan kelebihan anggaran belanja pemerintah Akibatnya, terjadi penurunan pengeluaran masyarakat secara keseluruhan (ag-gregate). Dengan kebijakan ini, inflasi diharapkan dapat dikurangi. ditekanbalikkan, atau dihapuskan. 

 

Di samping itu, kebijakan fiskal yang pada umumnya campur tangan pemerintah dalam perekonomian adalah kebijakan moneter. Dalam kebijakan ini, pemerintah dapat mengatur tingkat pengeluaran masyarakat dengan cara memengaruhi tingkat bunga, seperti peningkatan suku bunga SBI, dalam rangka menstabilkan nilai rupiah. 

 

Kebijakan moneter, menurut Carla (1994), dapat dibagi dalam beberapa jenis kebijakan berikut. 

1. Mengubah tingkat cadangan minimum bank sentral komersial. 

2. Mengubah tingkat suku bunga pinjaman bank sentral kepada bank-bank komersial dan menentukan prioritas jenis-jenis pinjaman yang dapat diberikan oleh bank- bank komersial kepada nasabah. 

3. Kebijakan moneter ditujukan untuk menjaga kestabilan mata uang negara yang bersangkutan dan pada gilirannya nanti diharapkan dapat menunjang sasaran kebijakan lainnya. 

 

Sebagai contoh, kebijakan pajak (fiskal) dan moneter dalam kaitannya dengan kebijakan pajak dapat mengurangi rangsangan investasi dalam industri tertentu atau mengurangi pendapatan sesudah pajak konsumen sehingga mengurangi tingkat konsumennya. Kebijakan moneter yang ketat akan dapat menyebabkan pemenuhan kebutuhan dana menjadi mahal dan sulit didapat (Sukanto Reksohadiprodjo, 1990). 

 

Ketentuan sektor ekonomi dapat berfluktuasi, baik tingkat nasional maupun internasional, yang berkaitan dengan berbagai hal. Namun, amat penting dalam membuat penilaian terpisah yang didasarkan pada lingkungan organisasi. Kondisi lokal dapat berpengaruh terhadap kecenderungan ekonomi nasional. 


Untuk menilai situasi lokal, suatu organisasi mungkin mencari informasi mengenai dasar ekonomi masa depan daerah dari efek tingkat upah pendapatan yang dapat dibelanjakan, pengangguran, transformasi, dan dasar komersial, Paula tingkat nasional, tren pertumbuhan, tingkat pendapatan, inflasi, neraca pembayaran, dan perpajakan merupakan indikator kemampuan ekonomi untuk memproduksi barang dan 
 
Menurut Leshe W. Rudan dan Phylis G Holland (1989), ekonomi internasional dapat dibagi menjadi empat kategori: (1) demokrasi barat (termasuk Jepang), (2) blok timin (3) negara-negara yang belum berkembang, dan (4) negara-negara berkembang Pada demokrasi barat, pertumbuhan dikonsentrasikan pada jasa, teknologi, dan industri hiburan. Ciri lain adalah pertumbuhan penduduk lambat, bisnis lebih mengandalkan segmentasi pasar, dan situasi politik biasanya stabil 
 
Blok timur, sebagaimana halnya demokrasi barat, mengalami pergeseran jasa secara menyeluruh. Negara-negara yang belum berkembang dicirikan dengan peningkatan jumlah penduduk, standar pendidikan rendah, kurangnya transformasi dan pusat-pusat perdagangan, serta standar hidup rendah. Pada negara-negara berkembang. produk nasional bruto (PNB) naik dengan cepat, tetapi upah rendah dan pemakai (konsumen) barang masih jarang. Banyak kritik mengenai pendapatan yang tidak merata dan ketidakstabilan politik dapat mengancam bekerjanya organisasi di beberapa daerah , 
 
Semua faktor ekonomi di atas, baik dari masalah kebijakan lokal, nasional maupun dunia, akan dapat menghambat atau merupakan peluang bagi perusahaan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 
 
D. KEKUATAN SOSIAL BUDAYA 
 
Pola tingkah laku individu dan kelompok merefleksikan sikap, gaya hidup. kepercayaan, dan nilai-nilai sosial yang berkembang dari pengaruh kultur, demografi. agama, ataupun ekologi akan dapat berpengaruh terhadap aktivitas dan perkembangan perusahaan. Lingkungan sosial itu termasuk sikap dan nilai-nilai masyarakat ataupun tingkah laku yang dimotivasi oleh nilai-nilai sosial yang berkembang. Pengaruh sektor sosial yang kuat adalah perasaan dalam perubahan keinginan, selera, dan pilihan konsumen dalam hubungan dengan pekerja dan harapan masyarakat tentang bagaimana organisasi memberikan peraturan-peraturan yang berlaku. Perubahan-perubahan sosial yang terjadi secara terus-menerus merupakan hasil usaha-usaha manusia untuk menghendaki dan menyesuaikan diri dengan faktor-faktor lainnya agar dap memuaskan kebutuhan-kebutuhan (needs) dan keinginan-keinginan (wants) mereka (Sukanto Reksohadiprodjo, 1990). 
 
Jika sikap sosial gaya hidup berubah, akan berubah pula permintaan terhadap berbagai jenis barang dan jasa yang dibutuhkan. Kekuatan faktor sosial budaya bukan bersifat statis, tetapi dinamis yang selalu berubah sebagai upaya seseorang (konsumen untuk memenuhi kebutuhannya dan memuaskan keinginannya. Hal ini disebabkan peningkatan pendapatan dan perubahan status sosial. Sebagai contoh, wanita rela 
lebih banyak dan banyak wanita karier sehingga bursa kerja wanita peluangnya cukup besar. Hal ini tidak hanya berpengaruh terhadap kebijakan perkreditan (penarikan) tenaga kerja, yaitu tersedianya lapangan kerja, tetapi juga membuang peluang untuk menciptakan beraneka ragam produk (barang dan jasa) sebagai akibat dari kesibukan wanita di luar rumah dalam mengejar karier. Oleh karena itu, perusahaan harus responsif untuk melakukan antisipasi terhadap gaya hidup ataupun perubahan sosial. Perubahan ini akan menciptakan dan menawarkan produk yang praktis serta efisien sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen, seperti Pop Mie, Indomie, sarden, buah kaleng. dan lainnya yang bersifat praktis sesuai dengan situasi. 
 
Perubahan sosial lain yang juga cukup menonjol adalah peningkatan terhadap konsumsi ataupun karyawan terhadap kualitas hidup, fasilitas yang memadai, kenaikan gaji, jamsostek, kesempatan untuk mengembangkan karier, uang cuti, dan sebagainya (Pearce dan Robinson dalam Agus Maulana, 1997). Kemudian, meningkatnya perhatian pada lingkungan fisik pada tahun 1960-an dan tahun 1970-an serta munculnya banyak hukum dan peraturan polusi mengenai pembersihan lingkungan di tahun 1980-an (Heslie dan Phyllis, 1989) karena masalah polusi yang terjadi pada tahun 1980-an (Heslie dan Phyllis, 1989). Masalah polusi terjadi sebagai akibat dari kegiatan proses produksi dan akibat asap yang dihasilkan oleh limbah pabrik yang dibuang ke alam terbuka. Di sisi lain, perubahan distribusi usia penduduk, tingkat pertumbuhan penduduk, migrasi, rata-rata tingkat kelahiran, besarnya jumlah keluarga, ataupun perubahan gaya hidup akan berdampak terhadap bisnis meskipun sulit diantisipasi dan prosesnya sukar. Namun demikian, pengaruh dari perubahan dapat diprediksi sehingga dapat membantu perusahaan atau usaha untuk mempertahankan kelangsungan hidup usaha.. 
 
Perubahan distribusi usia penduduk ataupun jumlah penduduk yang ada cenderung selalu meningkat dari tahun ke tahun dan mengharuskan perusahaan untuk mampu menelaah, menganalisis, serta mengantisipasi perubahan tersebut, baik tipe, kualitas, maupun keanekaragaman produk, sebagai upaya memenuhi kebutuhan yang diminta. Sebagai contoh, produk pasta gigi ada yang ukuran besar, sedang, ataupun kecil, di samping juga memperhatikan rasa aroma yang berbeda, seperti rasa jeruk. nanas, straberi, dan lainnya. Kondisi seperti ini akan memengaruhi penentuan strategi yang akan ditetapkan oleh perusahaan. 
 
Di bursa tenaga kerja, semakin meningkatkan tingkat pendidikan dan keterampilan akan menjadikan banyak tenaga kerja yang terdidik dan terlatih sehingga dapat meningkatkan efisiensi kerja. Namun, di sisi lain, hal itu akan memunculkan berbagai tuntutan dari tenaga kerja, baik tentang gaji, suasana yang kondusif, maupun perbaikan kualitas hidup. Memahami berbagai perubahan yang berkaitan dengan kekuatan faktor sosial budaya merupakan peramalan tentang pengaruh yang mungkin terjadi terhadap bisnis meskipun dalam kenyataan sulit diantisipasi. Kendati demikian, prediksi pengaruh perubahan orientasi keagamaan, perubahan geografis, dan perubahan tata nilai-nilai kerja perlu terus dicermati. 


 

E. KEKUATAN TEKNOLOGI 

 

Lingkungan makro lainnya yang hendaknya dipertimbangkan oleh perusahaan adalah kemajuan teknologi. Karena kemajuan teknologi berkenaan dengan pemilihan alat yang digunakan untuk bekerja Perusahaan perlu memperhatikan perubahan teknologi yang mungkin akan berpengaruh terhadap industri dalam rangka menghindari keusangan dan mendorong inovasi dalam lingkungan kerja. Adaptasi teknologi yang kreatif akan dapat membuka kemungkinan terdapatnya produk baru, menyempurnakan produk yang ada, atau penyempurnaan dalam teknik produk dan pemasaran (Pearce dan Robinson, 1997). Tren teknologi tidak hanya termasuk penemuan yang sangat menarik pada perombakan hidup kita, tetapi juga perubahan yang terjadi tahapan demi tahapan dalam metode bahan (materiil), desain, aplikasi, serta penyebaran ke dalam industri baru yang efisien termasuk perangkat keras dan perangkat lunak (Leslie dan Phyllis, 1989). Inovasi teknologi dapat terjadi seketika dan dramatis dalam memengaruhi perusahaan. Kemajuan teknologi dapat menimbulkan industri baru, tetapi dapat membunuh" industri yang telah ada (Sukanto Reksohadirodjo, 1990). 

 

Pada umumnya, perusahaan industri yang belum stabil hendaknya berusaha memahami dengan baik kemajuan teknologi yang ada. Kemungkinan perkembangan teknologi yang lebih canggih di masa depan memengaruhi proses produksi ataupun proses pemasaran barang dan jasa kepada pihak konsumen. Peramalan teknologi dapat membantu meningkatkan profitabilitas perusahaan yang sedang berada dalam industri yang sedang tumbuh. 

 

Efek dari perubahan teknologi, menurut Leslie dan Phyliis, antara lain membawa berbagai perubahan sebagai berikut.

1. Produk atau jasa baru, misalnya perkembangan dalam produksi mobil hingga pemotong rumput, telah menemukan cara-cara baru dengan metode kerja yang lebih baik. 

2. Alternatif pemrosesan bahan baku hingga jasa pengiriman melalui pengembangan robot membuat berbagai kegiatan asembling pada sektor industri otomobil. produksi logam, dan plastik sehingga menunjukkan pemakaian bahan bakar yang lebih efisien.

3. Perubahan dalam produk dan jasa yang saling melengkapi tampak pada jaringan usaha konglomerasi dengan pusat-pusat industri, aktivitas bisnis perbankan. ataupun jasa-jasa asuransi. 

 

Perubahan teknologi bisa berpengaruh pada berbagai kegiatan dalam organisasi perusahaan. Teknologi sistem informasi, misalnya, bisa mengubah struktur organisasi ataupun struktur tugas yang dijalankan oleh pihak eksekutif dalam rangka meraih inovasi proses ataupun produk baru yang dihasilkan. Kecanggihan teknologi yang disertai dengan pengembangan manajemen pengetahuan menjadikan inovasi sebagai kunci sukses strategi bisnis. Freeman (Clarke dan Clegg, 1998) mengemukakan adanya lima teknologi generik dalam menciptakan sistem yang baru dan yang mencakup teknologi informasi, bioteknologi, teknologi material, teknologi energi, dan teknologi tata ruang Perkembangan tersebut membawa dampak bagi perubahan paradigma teknologi ekonomi menuju skala perubahan yang amat luas, seperti yang tampak pada kegiatan produksi dan manajemen dengan penggunaan teknologi komputer dalam industri. Era perkembangan teknologi yang sedemikian cepat menyebabkan apa yang tadinya tak mungkin terjadi telah menjadi sebuah kenyataan. 



MODUL 03

LINGKUNGAN INTERNAL PERUSAHAAN


KEGIATAN BELAJAR 1

ANALISIS STRUKTUR ORGANISASI PERUSAHAAN

 

Sruktur organisasi merupakan sistem hubungan kerja formal yang mencerminkan pembagian dan koordinasi tugas dari berbagai orang dan kelompok dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Dengan perkataan lain, keberadaan struktur organisasi merupakan sistem kegiatan yang terkoordinasi dari sekelompok orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan di bawah kekuasaan dan kepemimpinan seseorang. Struktur organisasi dari suatu perusahaan sering didefinisikan sebagai sistem komunikasi, wewenang, dan aliran kerja. Struktur merupakan bentuk anatomi hubungan dalam sebuah perusahaan. Menurut Thomas L. Wheelen (1987), struktur merupakan susunan formal dari peranan dan hubungan orang-orang serta merupakan suatu petunjuk kerja untuk mempertemukan tujuan dan pencapaian misi perusahaan. Sering kali struktur dihubungkan dengan komando dan digambarkan secara grafik di dalam bagan organisasi. Struktur organisasi, menurut De Wit dan Meyer (2005), berkaitan dengan pengelompokan tugas dan orang-orang dalam kelompok yang lebih kecil. Semua organisasi membutuhkan pengelompokan tersebut agar semua tugas ataupun orang yang menjalankannya bisa berfungsi secara efektif dan efisien. Dengan demikian, struktur organisasi menunjukkan kerangka dan susunan perwujudan pola hubungan-hubungan di antara fungsi-fungsi, bagian-bagian, ataupun posisi orang-orang yang menunjukkan kedudukan, tugas, wewenang, dan tanggung jawab yang berbeda-beda dalam suatu organisasi perusahaan. 

Adapun faktor-faktor utama yang menentukan perancangan struktur organisasi adalah strategi perusahaan untuk mencapai tujuannya, teknologi yang digunakan, karyawan (anggota), dan orang-orang yang terlibat dalam organisasi perusahaan. 

Ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam menyusun struktur organisasisebagai berikut. 
1. Garis-garis otoritas yang jelas 
Aktivitas-aktivitas perusahaan harus dibagi dalam bagian-bagian yang digariskan dengan jelas sehingga masing-masing bagian ditempatkan pada hubungan dan posisi yang berimbang satu sama lain.  
2. Penetapan tanggung jawab secara jelas 
Setiap orang harus mengerti serta memahami dengan baik tugas-tugas yangmenjadi tanggung jawabnya. 

3. Otoritas yang sesuai dengan tanggung jawab 

Penetapan tanggung jawab harus diikuti dengan otoritas yang cukup untuk Otoritas yang sesuai dengan tanggung jawab melaksanakannya Otoritas untuk membuat keputusan-keputusan harus diberikan hingga bidang di mana problem atau permasalahan yang terjadi atau yang timbu dan di mana keputusan-keputusan itu akan diterapkan. Seseorang tak d dimintai pertanggungjawaban tentang perbuatan atau perilaku dari pihak lain dapa kecuali apabila orang tersebut dalam pengendaliannya. 

4. Kesatuan penugasan (unity of assignment) 

Fungsi-fungsi yang serupa sebaiknya berhubungan erat dalam struktur yang ada. Fungsi-fungsi yang berhubungan dengan masing-masing posisi harus konsisten dan mempunyai syarat-syarat yang cukup mengenai keterampilan skill mereka satu sama lain. 

5. Jenjang (ruang lingkup) pengawasan  

Seorang manajer diharapkan dapat melakukan supervisi atas sejumlah bawahan (dalam jumlah yang layak), tergantung dari sejumlah faktor dan batas-batas yang telah ditetapkan. Perbedaan-perbedaan individu pada supervisor, ukuran-ukun dan pentingnya unit bawahan, sifat aktivitas diperlukannya, waktu supervisor, ada tidaknya komunikasi, pengecekan dan kontrol internal, umur organisasi yang bersangkutan dari periode waktu, orang-orang yang bekerja sama, serta tingkat delegasi akan memengaruhi ruang lingkup pengawasan. 

6. Komunikasi 

Semua tim dan individu-individu di dalam organsasi yang bersangkutan dan tanggung jawab mereka mengharuskan adanya kontak dengan pihak lain sena dapat melaksanakannya tanpa pembatasan-pembatasan dari struktur formal. 

Pada dasarnya, dilihat dari perkembangan usahanya, struktur perusahaan dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok, yaitu (1) simple structure (struktur sederhana); (2) functional structure (struktur fungsional); (3) divisional structur (struktur divisi); (4) matrix structure (struktur matriks); dan (5) conglomerate structure (struktur konglomerasi). 

 

1. Simple Structure (Struktur Sederhana) 

Struktur sederhana yang biasa disebut juga struktur primitif pada umumnya digunakan oleh perusahaan kecil yang tidak mempunyai berbagai macam kegiatan da hanya memiliki karyawan relatif sedikit. Pada struktur organisasi ini, seluruh aktivitas strategi, dan keputusan operasional disentralisasi dalam kekuasaan pemilik sekalig manajer yang dapat memberikan respons atau tanggapan terhadap perkembang pasar atau produk serta kemampuan memenuhi permintaan langganan tanpa kesuli dalam koordinasi. Oleh karena itu, atasan dapat langsung mengarahkan dan sekalig mengawasi para pekerja atau karyawannya, misalnya perusahaan keluarga. Con simple structure dapat dilihat pada Gambar 3.1 berikut. 

Struktur sederhana memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan seperti berikut. Kelebihan 

a. Kelebihan 

1) Kemudahan dalam pengendalian atau pengawasan terhadap aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan.  

2) Pengambilan-pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan cepat dan mempunyai kemampuan merespons adanya perubahan pangsa pasar.  

3) Sistem pengupahan, motivasi, dan pengendalian dapat dilakukan secara sederhana dan informal. 

 

b. Kelemahan 

1) Sangat tergantung pada manajer yang biasanya sekaligus sebagai pemilik 

2) Kurang mendukung ekspansi perusahaan. 

3) Kesulitan dalam mengembangkan tenaga kerja. 

4) Segala tindakan atasan dapat dilakukan dengan cara seenaknya sendiri. 

 

2. Functional Structure (Struktur Fungsional)  

Struktur perusahaan fungsional digunakan jika perusahaan semakin berkembang dan jumlah karyawannya mengalami peningkatan apabila dibandingkan dengan struktur perusahaan klasik. Oleh karena itu, perlu adanya pembagian tugas, wewenang. dan tanggung jawab para karyawan ke dalam subunit tertentu. Struktur fungsional mengelompokkan tugas-tugas dan kegiatan-kegiatan yang sejenis ke dalam unit-unit organisasi terpisah. Perusahaan yang mempunyai struktur fungsional mempunyai potensi yang besar untuk bekerja secara efisien karena perusahaan mengarah pada operasi skala besar dan adanya spesialisasi kegiatan 

Struktur fungsional mempunyai beberapa karakteristik sebagai berikut:  

a. ada pengembangan, walaupun ada perangkap tugas, sepanjang masih bisa dilakukan; 

b. ada penganekaragaman produk, tetapi masih dalam segmen pasar yang sama (diversifikasi produk dengan segmen pasar yang sama). 


Dengan spesialisasi mi, diharapkan akan dapat meningkatkan efisien dan keahlian para spesialis Contoh functional structure dapat dilihat pada Gambar 32 berikut 

Struktur fungsional memiliki beberapa kebaikan dan kelemahan sebagai berikut 

a. Kebaikan 

1) Dapat mendorong kualitas supervisi dan pelayanan yang lebih baik.  

2) Meningkatkan keahlian spesialisasi 

3) Membedakan dan mendelegasikan keputusan operasional harian. 

 

b. Kelemahan 

1) Menyebabkan persaingan atau konflik fungsional antar departemen ataua bagian.  

2) Dalam koordinasi antarfungsi dan pengambilan keputusan, banyak menghadapi kesulitan  

3) Terdapat keterbatasan dalam pengembangan internal para manajer 

4) Kurang efektifnya pembuatan keputusan karena kurangnya subordinasi 

5) Sulitnya koordinasi atau karena kurangnya kerja sama yang baik antara bagian-bagian dalam organisasi. 

 

3. Divisional Structure (Struktur Divisional) 

Dalam struktur divisional, top manager membagi unit-unit aktivitas ke dala divisi-divisi. Manajer divisi dapat mengembangkan suatu strategi untuk biss masing-masing dalam menghadapi persaingan yang mungkin berbeda dengan divis lainnya dalam perusahaan. Dalam struktur organisasi divisional, manajer divisi dapat mengembangkan strategi bisnisnya masing-masing. 


Struktur divisional cocok untuk perusahaan yang memiliki beberapa dus yang melayani pasar yang berbeda. Manajer divisi bertanggung jawab terhad bisnis dan dapat pula terhadap lini produk tertentu. Mereka mempunyai wewenan untuk mengubah kebijakan produksi sekaligus kebijakan pemasaran sehingga dapa memberikan tanggapan yang cepat terhadap perubahan lingkungan, khususnya perubahan permintaan pelanggan Setiap divisi kemungkinan menghadapi persaingan yang berbeda dibandingkan dengan divisi lainnya. Oleh karena itu, setiap divisi memerlukan strategi ataupun kebijakan yang berbeda pula. Contoh divisional structure dapat dilihat pada Gambar 3.3 di bawah ini. 


Struktur divisional memiliki beberapa kebaikan dan kelemahan sebagai berikut. Kebaikan 
a. Kelebihan 
1) Memudahkan koordinasi dan memberikan tanggapan yang cepat wewenang telah dilimpahkan kepada bawahan. karena 
2) Divisi-divisi yang ada pada organisasi divisional menjadi tempat yang baik untuk dasar melatih para manajer muda dan membantu mengembangkan entrepreneurship.  
3) Menempatkan pengembangan strategi dan implementasi pada tingkat divisional.  
4) Memunculkan diversifikasi produk dengan segmen yang berbeda. 
5) Pengambilan keputusan strategi dapat cepat dan tepat. 
b. Kelemahan 
1) Sering menimbulkan persaingan dan disfungsional dalam tingkat sumber daya perusahaan. 
2) Menimbulkan terjadinya kebijakan-kebijakan yang tidak konsisten di antara divisi. 

4. Matrix Structure (Struktur Matriks) 

Pada struktur organisasi matriks, terdapat kombinasi antara struktur fungsional dan divisional. Keduanya bekerja sama dan merupakan satu level pada perusahaan, yaitu terdapat satu struktur yang bertanggung jawab terhadap proyek. Dalam struktur matriks, selain terdapat diversifikasi produk, juga terdapat proyek proyek Manajer proyek dan manager fungsional hans mampu mengoordinasi kegiatan fungsional dengan proyek-provek yang dilaksanakan sehingga tujuan proyek dapat tercapai. Aktivitas atau kegiatan dari matrix structure terdiri atas berikut ini  

a. Penggabungan secara simultan struktur yang sifatnya fungsional dengan struktur yang divisional 

b. Struktur marks memberikan perhatian pada stabilitas yang sifatnya fungsional dengan fleksibilitas struktur yang divisional.  

c. Seorang bawahan mempunyai dua orang atasan. Yang satu adalah manajer fungsional dan yang satu lagi manajer divisional. 

d. Struktur matriks ini akan lebih bermanfaat apabila digunakan dalam lingkungan ekstemal, khususnya aspek pemasaran dan teknologi yang sarat konflik dan labil Contoh matrix structure dapat dilihat pada Gambar 3.4 berikut. 

Struktur matriks memiliki beberapa kebaikan dan kelemahan sebagai berikut.  

a. Kebaikan 

1) Memaksimalkan efisiensi pemanfaatan staf fungsional ataupun para manajer. 

2) Sangat mendukung kegiatan perusahaan industri yang juga berorientasi pada proyek-proyek  

3) Memperluas wawasan manajer terhadap masalah-masalah yang dihadapi perusahaan. 

4) Meningkatkan kreativitas dan pengembangan sumber daya yang ada 

b. Kelemahan 

1) Diperlukan koordinasi, baik vertikal maupun horizontal, yang sangat besar dan bertanggung jawab ganda sehingga membingungkan pekerja terhadap kebijaksanaan yang kontradiktif. 

2) Menimbulkan persaingan antara manajer proyek dan manajer fungsional. 

 

5. Conglomerate Structure (Struktur Konglomerasi) 

Struktur organisasi konglomerasi merupakan struktur organisasi perusahaan yang mirip dengan struktur divisional, tetapi struktur konglomerasi ini memiliki perbedaan produk dan berbeda pasar sasarannya, dalam kenyataannya bersama-sama di bawah satu payung perusahaan. Struktur konglomerasi terdiri atas bermacam-macam perusahaan yang berdiri bebas satu sama lainnya, tetapi sebagian tergantung pada kantor pusat untuk perencanaan dan sumber pembelajaran perusahaan. Dalam struktur konglomerasi, terdapat diversifikasi produk yang tidak saling berhubungan. Misalnya, pabrik semen, pabrik tapioka, pabrik terigu, pabrik mi instan, play wood, bank, dan hotel; usaha di bidang industri; ataupun jasa lain. Contoh conglomerate structure terlihat pada Gambar 3.5. 


Struktur konglomerasi memiliki beberapa kelebihan sebagai berikut.  

a. Penyebaran risiko atas segmen yang berbeda-beda dari jenis usaha dan sasaran yang berbeda pula. 

b. Dapat memenuhi kebutuhan konsumen secara umum sehingga mudah dikenal dan diingat orang. 



KEGIATAN BELAJAR 2

ANALISIS BUDAYA PERUSAHAAN


Pergeseran nilai memberi dampak pada banyaknya perusahaan besar yang berusaha membenahi budaya organisasi, bahkan ada yang berupaya mengubahnya dengan kultur yang baru sama sekali. Upaya seperti ini didasarkan atas suatu pemikiran bahwa budaya organisasi yang mereka miliki selama ini dirasa kurang bisa menyentuh aspek perkembangan lingkungan, Kecanggihan teknologi informasi yang begitu cepat membuat segala sesuatunya dianggap mengalami keusangan, memicu timbulnya benturan nilai, mendorong munculnya perubahan sikap dan persepsi, ataupun menggejalanya kebutuhan untuk beradaptasi terhadap perubahan itu sendiri. 

Sebagai contoh, tanggapan para manajer atas perubahan lingkungan yang berhubungan dengan perubahan selera konsumen. Pihak manajer yang satu berpendapat bahwa "pembeli adalah raja", agar produk kita bisa laku, kita harus mengetahui apa yang menjadi kesukaannya. Sementara itu, manajer yang lain berpendapat bahwa selera konsumen itu bisa "diciptakan". Itu berarti si calon pembeli bisa dipersuasi agar terdorong membeli produk kita. Kedua pandangan tersebut pasti akan memengaruhi bentuk keputusan yang akan diambil dalam menghadapi problem perubahan tadi. Perbedaan dari bentuk keputusannya akan membuahkan hasil perumusan tujuan ataupun implementasi yang berbeda pula. Jika perbedaan tersebut berkelanjutan, pasti hal ita akan menimbulkan adanya gangguan bagi keharmonisan hubungan kerja dan bahkan bisa menimbulkan suatu disintegrasi dalam organisasi. 

Budaya organisasi telah dianggap sebagai obat mujarab yang diharapkan mampu menjadi media integratif bagi organisasi. Kuatnya budaya organisasi akan lebih memudahkan anggotanya untuk menyelesaikan problem yang berkaitan dengan persoalan koordinasi, konflik, kesalahpahaman, ataupun disintegrasi. 

Dalam tulisan ini, berbagai nuansa yang berkaitan dengan pengertian, karakteristik, tipe kultural awal, ataupun bentuk-bentuk upaya untuk memelihara budaya organisasi akan dibahas secara mendetail. Demikian pula berbagai langkah yang berkenaan dengan perubahan budaya ataupun wawasan dari budaya organisasi di negara-negara maju juga menjadi titik perhatian. Dengan bekal pembahasan tersebut, bisa berkembang suatu pemikiran tentang budaya organisasi yang lebih cocok untuk diaplikasikan 

A. PENGERTIAN BUDAYA DAN BUDAYA PERUSAHAAN 


Pengertian Budaya 

Untuk lebih memahami pengertian budaya, terlebih dahulu akan dijelaskan definisi dari budaya itu sendiri. Budaya, menurut Syamsul Abdul Kadir (1996: 26), ialah totalitas pola tingkah laku sosial, seni, keyakinan, kelembagaan, dan produk kerja serta pemikiran manusia lainnya dari suatu komunitas atau populasi tertentu. 


Farid Elashmawi dan Philip R. Haris (1996: 97) menyebutkan budaya ialah norma-norma perilaku yang disepakati oleh sekelompok orang untuk bertahan hidup dan berada bersama. 


Kalman, Saxton, dan Serpa seperti yang dikutip oleh Umar Nimran (1996: 11) menyatakan bahwa budaya dapat dirumuskan sebagai serangkaian falsafah, ideologi, nilai, asumsi, harapan, sikap, dan norma yang dimiliki bersama yang mengikat suatu masyarakat tertentu. Dari definisi tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa budaya ialah norma-norma, falsafah, serta nilai-nilai yang telah disepakati dan diyakini bersama oleh suatu komunitas atau populasi tertentu yang diwujudkan dalam pola tingkah laku/ sosial dan pola kerja dalam kehidupan sehari-hari di komunitas tersebut. 


Budaya, menurut Bound sebagaimana dikutip oleh Fandy Tjiptono dan Anastasia (1995.74), mempunyai beberapa aspek pokok. Aspek-aspek pokok budaya itu sebagai berikut. 

a. Budaya merupakan konstruksi sosial dan unsur-unsur budaya, seperti nilai-nilai, keyakinan, dan pemahaman yang dianut oleh semua anggota kelompok.  

b. Budaya memberikan tuntutan bagi para anggotanya dalam memahami suatu kejadian.  

c. Budaya berisi kebiasaan dan tradisi. 

d. Dalam suatu budaya, pola-pola, nilai-nilai, keyakinan, harapan, pemahaman, dan perilaku timbul sepanjang waktu. 

e. Budaya mengarahkan perilaku: kebiasaan atau tradisi yang merupakan perekat dalam mempersatukan populasi atau organisasi dan menjamin bahwa para anggotanya berperilaku sesuai dengan norma. 


Berdasarkan beberapa pengertian aspek-aspek budaya tersebut, secara garis besar dapat dikatakan bahwa budaya mempunyai tujuan:  

a. sebagai penuntun suatu komunitas tertentu agar berpikir, bersikap, dan bertindak 

b. sebagaimana yang diharapkan; sebagai perekat yang mempersatukan suatu komunitas tertentu yang dapat dianggap sebagai ciri yang membedakan komunitas atau organisasi tersebut dengan yang lain. 


B. PENGERTIAN BUDAYA PERUSAHAAN 

Budaya perusahaan banyak didefinisikan oleh para pakar organisasi, tetapi kebanyakan definisi tersebut merujuk pada pengertian "suatu sistem makna yang dimiliki bersama oleh suatu organisasi yang membedakannya dengan organisasi-organisasi yang lain", seperti yang ditulis Umar Nimran (1996, 11). Akan tetapi, untuk memberikan penjelasan pengertian budaya perusahaan, akan diberikan beberapa definisi 

Budaya perusahaan, menurut Schein (1992: 25), adalah pola asumsi dasar bahwa suatu kelompok telah menciptakan, menemukan, atau mengembangkannya lewat belajar untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal. Sementara itu, Griffin dan Ebbert, seperti yang dikutip Umar Nimran (1996: 11), menyatakan bahwa budaya perusahaan ialah pengalaman, sejarah, keyakinan, dan norma-norma bersama yang menjadi ciri perusahaan/organisasi. 

John P. Kotter dan James L. Heskett menulis bahwa budaya perusahaan (corporate culture) adalah seperangkat nilai, norma, persepsi, dan pola perilaku yang diciptakan dan dikembangkan dalam sebuah perusahaan untuk mengatasi masalah-masalah, baik masalah mengenai adaptasi eksternal maupun masalah integrasi secara internal, sebagaimana dikutip oleh Yio Cheki (1996: 15). 

Berbagai macam definisi tersebut memberikan pemahaman bahwa budaya perusahaan merupakan seperangkat nilai, norma, persepsi, dan perilaku yang diciptakan dan dikembangkan dalam sebuah perusahaan untuk mengatasi masalah-masalah, baik internal maupun eksternal perusahaan, yang didapat dari pengalaman atau proses belajar. sejarah, dan keyakinan yang menjadi norma bersama yang dapat membedakan suatu perusahaan dengan perusahaan lain serta dapat menjadi ciri khas dan identitas perusahaan. 

1. Jenis Budaya Perusahaan 
Roger Harrison dan Charies Handy, seperti yang dikutip Yio Cheki (1996: 15). membagi budaya perusahaan menjadi empat macam berdasarkan tingkat formalisasi dan sentralisasi sebagai berikut. 
a. Formalisasi tinggi dan sentralisasi tinggi  
Tipe budaya ini adalah budaya saat semua pekerjaan sudah diatur secara sistematis melalui berbagai macam prosedur kalau perlu dengan time and motion study yang cermat. Dengan demikian, porsi pekerjaan seseorang sudah ditetapkan dan bersifat rutin. 
b. Formalisasi rendah dan sentralisasi rendah 
Dalam organisasi demikian, tidak banyak prosedur atau peraturan. Kekuasaan tertinggi berada di tangan satu orang atau sebuah kelompok kecil yang memberi komando dari pusat.  
c. Formalisasi tinggi dan sentralisasi rendah 
Tipe budaya ini terdapat pada kelompok-kelompok kerja interdisipliner yang diorganisasi berdasarkan suatu tugas atau proyek. Cara kerja masing-masing elemen ini sangat independen, tetapi mereka terikat oleh berbagai prosedur yang ketat. 

d. Formalisasi rendah dan sentralisasi tinggi. Jenis budaya ini sangat terdesentralisasi dan bersifat informal. Para anggota perusahaan mempunyai tujuan atau kepentingan yang sama, tetapi masih menikmati kebebasan individu yang tinggi. 

 

Boejoeng Tjahjana Lukito (1996: 35) membedakan tiga jenis budaya perusahaan dan kinerja perusahaan sebagai berikut.  

a. Strong culture  

Dalam pendekatan ini, diyakini akan adanya hubungan antara budaya perusahaan yang kuat dan kinerja yang unggul dari perusahaan. 

b. Strategically appropriate cultures  

Jenis ini menyatakan bahwa isi (content) dari suatu perusahaan (yang menyangkut nilai-nilai dan perilaku umum dalam perusahaan) merupakan hal yang penting bahkan mungkin lebih penting dari besar kekuatannya. Jenis budaya ini menunjukkan pentingnya kesesuaian/fit antara budaya perusahaan haruslah dalam arah yang sesuai dengan lingkungan usaha, yaitu budaya tersebut berlaku jika perusahaan masih menghendaki posisi kompetitif dan kinerja yang baik. 

c. Adaptive culture 

Jenis atau model ini menyatakan bahwa keunggulan kinerja perusahaan dalam jangka waktu yang panjang hanya dapat diraih jika perusahaan memiliki budaya perusahaan yang dapat mendorong perusahaan untuk mengantisipasi perubahan lingkungan usaha. Dalam budaya ini, berlaku ungkapan bahwa hari esok akan tidak sama dengan hari ini, perubahan pasti akan datang dengan cepat, dan pola perubahan tersebut dapat diperkirakan melalui analisis lingkungan usaha. 

 

2. Faktor-faktor Pembentuk Budaya Perusahaan 

Sampai saat ini, belum banyak pakar organisasi yang melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang dapat menyebabkan terbentuknya budaya perusahaan atau faktor-faktor pembentuk budaya perusahaan meskipun peranan budaya perusahaan dalam meningkatkan kinerja perusahaan dan meraih keunggulan bersaing sudah banyak diakui para pakar organisasi. Dari sekian pakar organisasi, terdapatlah nama David Drennan yang telah melakukan penelitian mengenai faktor-faktor pembentuk budaya perusahaan. 

Faktor-faktor pembentuk budaya perusahaan sesuai dengan hasil penelitian David Drennan (Republika, 27 Juli 1994, hlm. 8). Selama 10 tahun, telah ditemukan 12 faktor pembentuk budaya perusahaan:  

a pengaruh dari pimpinan yang dominan; 

b. sejarah dan tradisi perusahaan;  

c. teknologi, produksi, dan jasa; 

d. industri dan kompetisinya,  

e pelanggan, 

f. harapan perusahaan 

g. sistem informasi dan kontrol; 
h. peraturan dan lingkungan perusahaan  
i. prosedur dan kebijakan; 
j. sistem imbalan dan pengukuran; 
k. organisasi dan sumber daya; 
l. tujuan, nilai-nilai, dan moto. 
Sementara itu, Sjamsir Kadir (1996: 26) berpendapat bahwa budaya perusahaan dibentuk dari faktor-faktor, yaitu kepemimpinan, proses rekrutmen dan pengembangan SDM yang terencana, penetapan sistem gaji dan pengupahan yang layak dan bersaing. penciptaan lingkungan kerja yang menarik dan kondusif, baik secara fisik, intelektual, maupun emosional; program pelatihan dan pendidikan yang terencana; pembinaan kegiatan kerohanian dan kegiatan sosial; serta penentuan tujuan dan sasaran yang jelas. 
Proses awal dalam pembentukan budaya perusahaan berawal dari pengaruh seorang pimpinan perusahaan. Hal ini sesuai dengan pendapat Schein yang dikutip oleh Emi Zulaifah Irsyad (1995: 8). Adapun proses tersebut, menurut Emi, terbentuk dari beberapa tahap yang dilalui sehingga budaya itu muncul, tumbuh, dan bertahan. Proses itu terdiri atas berikut ini. 
a. Adanya seseorang (pendiri/pemimpin) yang memiliki ide perlunya didirikan kelompok/organisasi baru.  
b. Pemimpin itu kemudian mengajak satu atau lebih orang lain dan membentuk kelompok inti Yang memiliki cita-cita dan visi yang sama. 
c. Kelompok pendiri ini kemudian bertindak bersama, mengadakan dana, mengupayakan izin, bekerja sama, menciptakan lingkungan kerja, dan seterusnya.  
d. Orang-orang baru pada gilirannya akan masuk dan proses pun berlanjut. Jika kelompok ini stabil dan banyak memperoleh pengalaman belajar, secara bertahap ia akan memperoleh asumsi jati dirinya, asumsi atas lingkungannya dari cara- cara bertahan dan berkembang. 
 
3. Fungsi Budaya Perusahaan 
Budaya perusahaan adalah kumpulan dari kepercayaan-kepercayaan, harapan- harapan, serta nilai-nilai yang dianut dan dimiliki oleh para pegawai atau anggota organisasi suatu perusahaan yang diajarkan dari generasi yang satu ke generasi yang lainnya. Penciptaan norma-norma di lingkungan perusahaan termasuk menetapkan perilaku yang bisa diterima dan tidak dapat diterima yang diterapkan mulai dari tingkat manajer puncak sampai dengan tingkat pekerja yang paling bawah. Suatu studi yang dilakukan oleh Denison menyimpulkan bahwa perusahaan yang memiliki budaya atau kultur yang baik (participate culture) akan lebih berhasil daripada yang tidak memiliki. Participate culture adalah keikutsertaan karyawan dalam proses pembuatan keputusan yang akan ditetapkan oleh pimpinan perusahaan. Denis dan Schodorts mengatakan bahwa perusahaan-perusahaan yang ada di dunia ini memiliki perbedaan budaya. Oleh karena itu, tanggung jawab mereka untuk mampu mencipta, mengimplementasikan, 
dan memelihara budaya pada posisi kepemimpinannya. Dengan demikian, k merupakan pedoman dalam bertindak, yaitu para pegawai dari top manager mys dengan pegawai pada level atau tingkatan paling diharapkan dapat menerima buday atu kultur yang diberlakukan dalam perusahaan. Adapun fungsi kultur atau badaya dalam organisasi perusahaan sebagai berikut.  

a. Kultur atau budaya menciptakan atau berguna sebagai identitas dari para pegawai atau para pekerja  

b. Kultur atau budaya mendorong atau membantu membangkitkan para peg atan para pekerja untuk melakukan sesuatu yang lebih baik dan lebih banyak lagi perusahaan  

c. Kultur atau budaya membantu menciptakan stabilitas organisasi perusahaan sebagai suatu sistem sosial 

d. Kultur atau budaya memberikan atau menciptakan pedoman bertindak ba pegawai untuk berperilaku yang sesuai dengan perusahaan. 


Kotter dan Heskett dari Harvard Business School yang telah melakuk penelitian dan kajian hubungan antara budaya perusahaan dan kinerja perusahan di 207 perusahaan di Amerika Serikat sebagaimana dikutip Umar Nimran (1996) menemukan empat faktor penting sebagai berikut. 

a. Budaya perusahaan dapat memberikan dampak yang bermakna pada kinerja ekonomi jangka panjang perusahaan.  

b. Budaya perusahaan mungkin akan menjadi faktor yang semakin penting dalam menentukan keberhasilan dan kegagalan perusahaan pada dekade-dekade mendatang. 

c. Budaya perusahaan yang menghambat kinerja finansial jangka panjang yang ku sesungguhnya tidak jarang. Mereka berkembang dengan lamban, bahkan pad perusahaan yang penuh orang pandai dan rasional sekalipun.  

d. Meski sulit diubah, budaya perusahaan dapat dibuat supaya lebih me kinerja.  


Penelitian Kotter dan Heskett tersebut memberikan pemahaman bahwa budy perusahaan mempunyai peranan yang penting dalam meningkatkan kinerja perusaha dan hal ini membawa perusahaan lebih memiliki keunggulan bersaing Pendapata didukung juga oleh banyak pakar yang mengatakan bahwa budaya perusahaan memberi andil bagi perusahaan dalam meraih keunggulan bersaing, terutama dalam meningkatkan kinerja perusahaan seperti yang ditulis oleh Boejoeng Lockito (199 35). Pendapat senada tersebut juga diakui secara tersirat oleh Lawrence R. Jauch da William R. Gluck (1994:388). Bagi perusahaan asing, tampaknya budaya perusahaa dipandang dan diakui sebagai kekuatan umum. Hal ini diakui oleh perusahaan rakast seperti IBM, Procter & Gamble, dan Hewlett Packard. Selain itu, budaya perusaha juga mampu menunjang pelaksanaan strategi. Hal ini seperti dikatakan oleh Lu Fabey dan Robert M. Randall (1996: 493) bahwa untuk meraih keunggulan bersaing tidak akan lepas dari strategi yang diterapkan perusahaan. Michael Porter, seperti yang dikutip oleh Steve Bowie (1997: 35), menyatakan bahwa salah satu cara untuk meraih keunggulan bersaing dalam lingkup bisnis domestik ataupun internasional dengan menciptakan nilai-nilai dalam perusahaan yang tercipta dalam budaya perusahaan.  


Berbagai pendapat di atas memberikan gambaran bahwa hubungan budaya perusahaan dengan keunggulan bersaing sangat erat, dalam arti bahwa penerapan budaya perusahaan dapat dipakai sebagai salah satu usaha untuk meraih keunggulan dalam menghadapi pesaing atau kompetitor perusahaan yang nantinya bisa meningkatkan kinerja atau keuntungan perusahaan dan memudahkan perusahaan dalam mencapai tujuan.  

Thomas L. Whelen dan David Hunger (1995: 37) menyatakan hal berikut.  
Corporate culture is the collection of beliefs, expectation and values learned and shared by a corporation's members and transmited from one generation of emplyoes to the next Corporate culture fulfills several important function in an organization  
a culture comes a sense of identity for employes.  
b. culture helf generate employes commitment to something greather than themselves, 
c. culture adds to the stability of organization and social system, 
d culture serves as a frame of reference for employes to use to make sense out of organization activities and to use a guide for appropriate behavior
 

Yang maksudnya bahwa budaya perusahaan dalam kumpulan kepercayaan dan nilai yang dianut merupakan bagian dari anggota perusahaan yang berasal dari generasi ke generasi berikutnya.  
a. Budaya perusahaan mempunyai beberapa fungsi penting dalam organisasi berikut. 
b. Budaya memberikan identitas pada karyawan. 
c. Budaya membantu membangkitkan rasa tanggung jawab yang besar pada diri karyawan. 
d. Budaya menambah kemantapan organisasi dalam sistem sosial. d. Budaya bermanfaat sebagai pedoman bagi karyawan dalam membuat penilaian organisasi dari luar dan digunakan sebagai petunjuk dalam berperilaku yang tepat. 

Heina Weihrich dan Harold Koontz (1993: 334) menyatakan hal berikut. The influence of the leader on organization culture. Manager, especially top manager create dimate for ttie enterprise. Their values influence the direction of the firm, although the term "values" is used differently. A value can be defined as a fairly permanent belief about what is appropriate and what is not that guides the actions and behavior of employes in fulfilling the organization's aim. Maksudnya, pengaruh pemimpin terhadap budaya organisasi, khususnya top manajer, dapat menciptakan iklim perusahaan. Nilai itu secara langsung dapat memengaruhi perusahaan. Walaupun nilai yang dianut berbeda, nilai itu dapat didefinisikan sebagai kepercayaan tetap tentang apa yang sepatutnya ada ataupun tidak sebagai petunjuk dalam bertindak dan berperilaku bagi karyawan dalam mencapai tujuan perusahaan. 

Ibarat orang yang sedang memasuki suatu kelompok pergaulan, tentu saja ada semacam tuntutan untuk mempelajari berbagai tata krama dalam pergaulan agar mudah diterima dengan kelapangan hati dan kehadirannya dianggap tidak akan menimbulkan gejolak dalam kelompok tersebut. Tata krama semacam itu akan meliputi hal-hal y berkaitan dengan nilai-nilai, kepercayaan, sikap, ataupun perilaku yang dianggap sesuai bagi kepentingan kelompok tadi. Hal yang sama juga berlaku bagi suatu organisasi Untuk mencapai sukses dalam karier karyawan yang bekerja dalam suatu perusahaan juga dituntut untuk mampu belajar tentang nilai-nilai, kepercayaan, serta perilaku yang diharapkan oleh organisasi. Jadi, jika suatu masyarakat mempunyai kultur sosial, suatu organisasi mempunyai apa yang disebut budaya organisasi. Schein (1985) memberikan definisi tentang budaya organisasi (budaya perusahaan) sebagai suatu pola asumsi dasar yang ditemukan, digali, dan dikembangkan oleh sekelompok orang sebagai pengalaman memecahkan permasalahan dan penyesuaian terhadap faktor eksternal maupun integrasi internal yang berjalan dengan penuh makna sehingga perlu diajarkan kepada para anggota baru agar mereka mempunyai persepsi, pemikiran, ataupun perasaan yang tepat dalam menghadapi problem organisasi tersebut. Istilah budaya perusahaan (corporate culture) sering pula dipakai dengan pengertian yang sama dengan budaya organisasi. Para peneliti banyak yang mengartikan budaya perusahaan sebagai nilai- nilai saat para anggota organisasi saling menerima dan saling memberi (sharing). Shate (1985), misalnya, mendefinisikannya sebagai berikut. It is a system of shared values about what is important and the beliefs about how the world works. The common assumptions influence the ways company operates. Bagi Shate, budaya organisasi sebagai suatu sistem nilai-nilai bersama tentang apa yang penting dan kepercayaan tentang bagaimana dunia kerja berproses, suatu asumsi yang memengaruhi cara kerja dari perusahaan tersebut. Dengan demikian, budaya organisasi merupakan kristalisasi dari nilai-nilai serta merupakan kepercayaan ataupun harapan bersama para anggota organisasi serta diajarkan dari generasi yang satu ke generasi yang lain. Suatu perumusan norma yang disepakati agar para anggota organisasi mempunyai asumsi, persepsi, at pandangan yang sama dalam menghadapi berbagai permasalahan organisasi. Tom Petter dan Waterman dalam bukunya yang terkenal berjudul In Search of Excellence mengemukakan bahwa suatu keberhasilan organisasi ditopang oleh kekayaan kultur yaitu sistem kepercayaannya sangat kuat. De Wit dan Meyer (2005) mengatakan bahwa sebagai bagian dari sistem organisasi, kultur dapat menjadi alat mekanisme, pengendali dan koordinasi bagi integrasi yang kuat terhadap perilaku anggota organisasi.  


Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa kultur sebagai unsur yang amat penting dalam strategi perusahaan. Dengan kuatnya budaya perusahaan, semua jajaran organisasi memiliki kepastian pedoman berperilaku dan kesatuan langkah ketika menghadap permasalahan internal ataupun eksternal sebagai sebuah ketangguhan organisasi dALAM menghadapi persaingan di tengah percaturan global.