HUKUM ISLAM DAN ACARA PERADILAN AGAMA


DAFTAR ISI

MODUL 1 : PRINSIP DASAR HUKUM ISLAM
MODUL 2 : SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM (PENGANTAR SUMBER HUKUM, AL QUR'AN, SUNAH, IJTIHAD)
MODUL 3 : HUKUM ZAKAT PENGERTIAN DAN UNSUR-UNSUR ZAKAT, JENIS ZAKAT, PENGATURAN ZAKAT DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2011, PENGATURAN ZAKAT DAN PAJAK
MODUL 4 : HUKUM WAKAF
MODUL 5 : PENGANTAR HUKUM LEMBAGA KEUANGAN DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN SYARIAH 
MODUL 6 : HUKUM PERKAWINAN ISLAM
MODUL 7 : PENGANTAR HUKUM KEWARISAN ISLAM 
MODUL 8 : SUSUNAN, KEDUDUKAN, DAN ASAS HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA
MODUL 9 : PRAKTIK ACARA PERADILAN AGAMA


MODUL 1
PRINSIP DASAR HUKUM ISLAM
KB 1 : KERANGKA DASAR AJARAN ISLAM 
A. PENGERTIAN ISLAM DAN HUKUM ISLAM, SERTA DASAR BERLAKUNYA
Perkataan Islam dalam Al Qur'an merupakan Kata Benda yang berasal dari Kata Kerja salima, yang leterlijke berarti Kedamaian, Kesejahteraan, Keselamatan, Penyerahan diri dan Kepatuhan.
Muslim adalah orang yang menerima Petunjuk Tuhan dan Menyerahkan diri untuk mengikuti kemauan Ilahi.
Untuk mengetahui mana yang merupakan perintah dan mana larangan, maka harus mempelajari Hukum Islam yang bersumber pada Al Qur'an, Sunah, dan Ijtihad Ulama.

Definisi sederhana dari Hukum; adalah kaidah atau norma yang mempunyai daya paksa secara eksternal (external power) dan terhadap pelanggarnya akan dikenakan sanksi tertentu
Hukum bukan hanya yang buatan Penguasa, tetapi juga Hukum tidak tertulis yang lahir, tumbuh, berkembang, dan diyakini oleh masyarakat sebagai Hukum yang hidup (Living Law). Kategori ini dalam Konteks Indonesia adalah Hukum Adat dan Hukum yang bersendikan kepada agama (Hukum Islam).

Hukum Islam; berarti seperangkat kaidah atau norma (body of rule) yang bersumber dari ajaran Islam sebagaimana tertuang dalam Al Qur'an dan Sunah serta kemudian diterapkan secara nyata oleh pemeluknya, yang mana pelanggarannya diancam dengan sanksi baik dunia maupun akhirat. Keseluruh norma dimaksud dalam rangka mencapai suatu kedamaian, kesejahteraan, keselamatan dunia dan akhirat.

Mohammad Daud Ali; Alasan Hukum Islam dijadikan Mata Kuliah Wajib Fakultas Hukum; Sejarah (Historis), Penduduk, Konstitusional, Yuridis, dan alasan Ilmiah. Suparman Usman menambahkan juga alasan Filosofis.

1. Alasan Sejarah
Sesuatu yang sudah Lampau, Lampau dengan batasan sampai pada Zaman Kolonial Belanda dengan mempertanyakan apakah pada waktu itu materi Hukum Islam dipelajari di sekolah tinggi hukum, baik yang ada di Batavia maupun Negeri Belanda.

Zaman Belanda Hukum Islam dikenal dengan Mohamedaansch Recht, istilah yang kurang tepat karena ada perbedaan Hukum Islam dengan aliran hukum umum, dimana pencetus suatu mazhab hukum biasanya diabadikan kedalam aliran yang ia cetuskan.
Ketidaktepatan Mohamedaansch Recht yaitu karena Hukum Islam adalah Hukum yang bersumber dari Agama Islam yang berasal dari Allah Tuhan YME, bukan berasal dari Muhammad selaku utusan-Nya.
Muahmmad hanya penyampai Hukum Tuhan yang dikenal dengan istilah Syariah, Dalam menyampaikan Beliau melakukan interprestasi sehingga yang menjadi kehendak Tuhan dapat di Implementasikan dalam realitas hidup manusia.

2. Alasan Penduduk
Islam merupakan agama yang dianut Mayoritas Penduduk Indonesia. Zaman sebelum penjajahan hampir keseluruhan sendi kehidupan didasarkan pada hukum agama disamping hukum adat.
Christian Van Den Berg (Belanda) : Teori Receptio in complexu : yakni bahwa Hukum mengikuti agama yang dianut oleh setiap pemeluk agama; artinya bahwa apabila seseorang beragama Islam maka Hukum Islam menjadi hukum yang akan di praktikan dalam kehidupanya sehari-hari.


TABEL : NEGARA YANG MASUK KATEGORI NEGARA ISLAM
(Indonesia adalah Jumlah penduduk muslim terbesar di dunia)



3. Alasan Konstitusional
Pasal 29 UUD 1945 disebutkan bahwa :

  1. Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa
  2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Pasal 29 ayat (1) UUD 1945; Hazairin
" Karena Bangsa Indonesia yang beragama resmi Memuja Allah, yaitu menundukkan diri pada kekuasaan Allah, Tuhan Yamg Maha Esa, dan menjadikannya pula Kekusaan-Nya itu dengan istilah Ketuhanan Yang Maha Esa, Sebagai dasar pokok bagi Negara Republik Indonesia, yaitu : "Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa"
Tafsiran dari ayat (1) Pasal 29 UUD 1945 hanya mungkin sebagi berikut :
  1. Dalam Negara Republik Indonesia, tidak boleh terjadi atau berlaku sesuatu yang bertentangan dengan kaidah-kaidah Islam bagi Umat Islam, atau bertentangan dengan kaidah-kaidah agama Nasrani bagi umat Nasrani, atau bertentangan dengan kaidah-kaidah agama Hindu bagi orang-orang Hindu Bali. atau yang bertentangan dengan kesusilaan Budha bagi orang-orang Budha.
  2. Negara Republik Indonesia Wajib menjalankan syariat Islam bagi orang-orang Islam, syariat Nasrani bagi Orang Nasrani, Syariat Hindu bagi orang Bali, sekedar menjalankan syariat tersebut memerlukan perantaraan kekuasaan Negara.
  3. Syariat yang tidak memerlukan bantuan kekuasaan negara untuk menjalankannya, dan karena itu dapat sendiri dijalankan oleh setiap pemeluk agama yang bersangkutan, menjadi kewajiban pribadi terhadap Allah bagi setiap orang itu, yang dijalankannya sendiri menurut agamanya masing-masing. (Hazairin)
Penafsiran lain : Bahwa negara dalam produk hukum yang dikeluarkannya harus selaras dengan nilai-nilai agama dan secara a contrario dapat ditafsirkan bahwa megara tidak diperbolehkan mengeluarkan hukum atau peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan nilai-nilai agama yang dianut penduduk.
Hukum Islam tentu saja menjadi sumber dalam pembangunan sistem hukum nasional. Menurut Badan Pembina Hukum Nasional bahwa Hukum Barat (Belanda), Hukum Adat, dan Hukum Islam merupakan sumber bagi pembangunan Hukum Nasional.

4. Alasan Yuridis
Terbagi menjadi alasan secara normatif dan alasan secara formal yuridis.
Normatif berarti mengacu pada berlakunya Hukum Islam didasarkan pada keyakinan atau keimanan masing-masing pemeluknya.
Formal Yuridis berarti bahwa berlakunya Hukum Islam dikarenakan materi hukum islam menjadi materi muatan peraturan perundang-undangan atau ditunjuk berlakunya oleh suatu peraturan perundang-undangan.
Contoh Formal Yuridis; UU 1/1974 tentang Perkawinan, UU 41/2004 Wakaf, UU 23/2011 Pengelolaan Zakat, di bidang ekonomi berupa UU 19/2008 Surat Berharga Syariah Negara, UU 21/2008 Perbankan Syariah.

UU 1/1974 Pasal 2 ayat (1); yakni bahwa Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu; apabila orang islam hendak melakukan perbuatan hukum bernama Perkawinan, maka padanya berlaku Hukum Perkawinan Islam tertuang antara lain dalam Fikih Munakahat.

UU Wakaf, UU Zakat, secara substantif  mendasarkan pada Hukum Islam. Eksistensi Hukum Islam di bidang ekonomi ditunjukan UU 21/2008 Perbankan Syariah tersebu dalam Pasal  1 angka 12 : Mendefinisikan Prinsip Syariah sebagai prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh Lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa dibidang syariah.

5. Alasan Filosofis
Suparman Usman; berdasarkan Landasan filosofis dan yuridis; Hukum berlaku di Indonesia mengandung dimensi transendetal dan horizontal.
Dimensi Transendetal berkaitan erat dengan substansi dan Pengamalan sila pertama Panca Sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan Pasal 29 UUD 1945.
Dimensi Horizontal adalah tata aturan hidup yang mengatur hubungan kehidupan manusia. (Usman).

Ada hubungan erat antara Pancasila sebagai dasar dan falsafah negara dengan UUD 1945 sebagai Hukum Dasar yang dijiwai oleh dan merupakan rangkaian kesatuan dengan Piagam Jakarta.
Hukum dalam pandangan Bangsa Indonesia adalah Norma yang substansinya harus memnuhi Kumulasi dimensi transendental dan horizontal.
Hukum hanya mungkin berlaku efektif dalam masyarakat, apabila hukum itu mencerminkan nilai-nilai yang secara filosofis ditakini kebenarannya oleh masyarakat tempat hukum itu diberlakukan. Hukum Islam merupakan Hukum yang hidup dan sudah barang tentu diyakini kebenarannya oleh masyarakat yang beragama Islam.

6. Alasan Ilmiah
Mengacu pada pertanyaan dasar, apakah memang Islam mengatur tentang Hukum dalam arti ketentuan-ketentuan normatif dalam aspek privat maupun publik.
Apakah mengatur tentang masalah hukum perkawinan, hukum kewarisan, hukum pidana, hukum ketatanegaraan, hukum Internasional, dan Hukum Acara.
Jawabannya yakni bahwa Islam dalam Al Qur'an dan Sunah sebagai Syariah, walaupun masih secara global (mujmal) sudah mengatur aspek-aspek tersebut dan bahkan di tataran fikih (teknis) terdapat fikih munakahat (perkawinan), fikih faraidh (waris), fikih jinayah (pidana), fikih ahkam-al-Sulthoniyah (ketatanegaraan), fikih syiar (Internasional), dan fikih mukhasamat (acara peradilan).


B. KERANGKA DASAR AGAMA ISLAM DAN TEORI BERLAKUNYA HUKUM ISLAM DI INDONESIA
Ada dua teori berlakunya Hukum Islam di Indonesia, yaitu Teori yang dikemukakan oleh ahli Hukum Hindia Belanda dan Teori yang dikemukakan oleh ahli hukum Indonesia.

Kerangka Dasar Agama Islam. Agama Islam meliputi tiga sendi utama;  yaitu Akidah, Syariah dan Akhlak; dengan bahasa lain Iman, Islam dan Ikhsan. berlainan pengertian akan tetapi merupakan kesatuan.

1. Aqidah
Adalah iman atau keyakinan yang menjadi pegangan hidup setiap muslim. disiplin ilmunya bernama ilmu kalam. Materi utama dalam akidah adalah perihal rukun iman (arkanul iman), yakni bahwa pada diri seorang muslim harus mempercayai/iman kepada Allah selaku Tuhan, para malaikat, kitab-kitab Allah, para utusan Allah (Rasul), hari akhir, dan Takdir (qadha dan qadhar).
Nilai kebenaran dalam akidah adalah untestable truth atau tidak perlu dibuktikan secara empirik,melainkan didasarkan kepada Iman dengan mendasarkan kepada tanda-tanda (sign) yang ada.
Aspek Iman merupakan landasan yang utama, berisi ajaran atau ketentuan-ketentuan tentang akidah ini. Aspek ini juga disebut dengan Ahkam I'tiqadiyah.

2. Syariah
Adalah seperangkat norma ilahi yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia, dan hubungan manusia dengan benda dan alam sekitarnya. Syariah dibedakan menjadi Ibadah dan Muamalah. Dipelajari melalui suatu disiplin Ilmu bernama Ilmu Fikih. Dikenal Fikih Ibadah dan Fikih Muamalah.

Dibidang ibadah berlaku kaidah bahwa segala sesuatu adalah dilarang (haram), kecuali ada perintah tegas mengenai ibadah tersebut dan dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Sebaliknya kaidah dasar dlam muamalah, yaitu bahwa segala sesuatu kegiatan muamalah boleh (mubah/ibaha) dilakukan, kecuali sudah larangan tegas mengenai hal itu. Contohnya Jual beli adalah boleh, akan tetapi riba (membungakan uang) adalah dilarang secara tegas dalam Al Qur'an.

3. Akhlak
Adalah ketentuan yang menyangkut tingkah laku atau budi pekerti manusia, yakni menyangkut baik dan buruk. Akhlak dipelajari dalam suatu disiplin Ilmu bernama Ilmu Tassawuf. Dalam khasanah ilmu filsafat akhlak dikenal dengan etika, yakni salah satu bagian yang dipelajari diranah aksiologi.

Ketiga aspek tersebut saling berkaitan, artinya bahwa Iman yang benar dan kuat kepada Allah SWT, akan melahirkan perbuatan (amal) yang baik dan benar, dalam bentuk ibadah (pengabdian) Kepada-Nya.
Ibadah yang benar kepada Allah SWT, akan melahirkan perilaku atau akhlak yang baik. Kalau diibaratkan pohon, aspek pertama ibarat akar, aspek kedua ibarat daun, dan aspek ketiga ibarat buah. Kalau akarnya (iman) kuat, akan menumbuhkan daun (amal) yang baik dan lebat, dan daut yang lebat akan menumbuhkan buah (ikhsan, akhlak) yang baik.

Aspek-aspek Din al-Islam dijelaskan sebagai berikut : 
a. Ahkam I'tiqadiyah
adalah aspek akidah atau teologi, yaitu sistem keyakinan (Keimanan) yang bersifat monotheistis dalam Din al-Islam. Disiplin ilmu dalam aspek ini disebut Ilmu Tauhid, Ilmu Kalam atau Ilmu Ushuluddin.

b. Ahkam 'Amaliyah
Berisi seperangkat kaidah yang mengatur perilaku manusia, yang mencakup dua hubungan, yaitu Manusia dengan Tuhannya (Ibadah) dan hubungan dan hubungan manusia dengan makhluk lainnya (muamalat). Disiplin ilmu Ahkam 'Amaliyah disebut ilmu fikih.
Ranah Ibadah dibicarakan unsur-unsur Islam (Rukun Islam) meliputi :
1. Pengakuan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah SWT dan Muhammad SAW adalah Utusan-Nya (Syahadat)
2. Melaksankan Sholat lima waktu sehari semalam
3. Menunaikan zakat bagi yang memenuhi syarat
4. Melaksanakan Puasa di Bulan Ramdhan
5. Menunaikan Ibadah Haji ke Baitullah bagi yang mampu

c. Ahkam Khuluqiyah
Berisi seperangkat norma dan nilai etika atau moral (akhlak). Dalam aspek ini Agama Islam mengatur tentang bagaimana seharusnya manusia berprilaku dengan baik terhadap Tuhan atau sesama makhluk lainnya. Displin ilmu yang berkaitan adalah Ilmu Tasawwuf

Adapun mengenai berlakunya Hukum Islam di Indonesia :
Pertama; Teori oleh Christian van Den Berg (Teori Receptio in Complexu); Penerimaan Hukum Islam sepenuhnya, Yang disebut juga receptio in complexu adalah periode ketika Hukum Islam diberlakukan sepenuhnya bagi orang Islam karena mereka telah memeluk agama Islam.
Hukum Islam telah berlaku di Kerajaan-Kerajaan Islam Nusantara, Bahkan setelah kedatangan VOC Hukum Kekeluargaan Islam (Perkawinan dan Waris) tetap diakui oleh Belanda. Hukum kekeluargaan ini dilaksanakan dalam bentuk Peraturan Resolutie der Indische Regeering tanggal 25 Mei 1760 yang merupakan kumpulan aturan perkawinan dan hukum kewarisan Islam yang dikenal sebagai Compedium Freijer.
Dasar Hukum berlaku Hukum Islam adalah Regeeringsreglement (RR) tahun 1855, dalam pasal 75 disebutkan : " Oleha Hakim Indonesia hendaklah diberlakukan UU agama (Godsdientigewtten) ......". (Afdol)

Kedua; Adalah era dimana Hukum Islam dianggap berlaku manakala  diterima oleh Hukum Adat, Penerimaan Hukum Islam oleh Hukum Adat yang disebut juga Teori Receptie, menyatakan bahwa Hukum Islam baru berlaku bila dikehendaki atau diterima Hukum Adat.
Pendapat Snouck Hurgronje ini diberi dasar hukum dalam UUD Hindia Belanda sebagai pengganti RR yang disebut Wet op de Staatsinrichting van Nederlands Indie, disingkat Indische Staatsregeling (IS). (Afdol)

Dalam IS yang diundangkan dengan Stbl. 1929. 212,  Hukum Islam dicabut dari lingkungan Tata Hukum Hindia Belanda. Pasal 134 ayat (2) IS tahun 1929 menentukan: "Dalam hal terjadi perkara perdata antara sesama orang Islam akan diselesaikan oleh Hakim agama Islam, apabila Hukum Adat mereka menghendakinya dan sejauh itu tidak ditentukan lain dengan suatu ordonansi "

Setelah berlakunya UUD 1945, Hukum Islam berlaku bagi Bangsa Indonesia yang beragama Islam karena kedudukan Hukum Islam itu sendiri, bukan karena ia telah diterima oleh Hukum Adat. Pada awal kemerdekaan, para pndiri negara telah meletakkan dasar-dasar hukum yang islami. Dari alinea ketiga Pembukaan UUD 1945 Bahwa kemerdekaan Indonesia adalah "Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa ".
Pada alinea Keempat dirumuskan antara lain : ...... susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada : Keuhanan Yang Maha Esa .... "

Ketiga; Konsepsi yang menyatakan bahwa berlakunya Hukum Islam digantungkan pada penerimaan Hukum Adat dianggap tidak benar dan menyesatkan. Ahli Hukum pertama yang mengkritik teori receptio ala Snouck Hurgronje adalah Hazairin.
Hazairin : Memperlakukan atau melanjutkan teori receptie bertentangan dengan niat membentuk Negara RI sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD 1945, dan juga bertentangan dengan Bab XI UUD 1945.
Memahami Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 haruslah dengan jiwa besar, jiwa merdeka dari Penjajahan Belanda di bidang hukum. Berdasarkan Teori Hazairin dapat dinyatakan bahwa :
  1. Teori Receptie telah patah, tidak berlaku dan exit dari Tata Negara Indonesia sejak 1945 dengan Kemerdekaan Negara RI dan mulai berlakunya UUD 1945 dan Dasar Negara RI. Demikian pula keadaan ini, setelah adanya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 untuk kembali kepada UUD 1945.
  2. Sesuai dengan Pasal 29 (1) UUD 1945, Negara RI berkewajiban membentuk Hukum Nasional Indonesia yang bahannya adalah Hukum Agama.
  3. Hukum agama yang masuk dan menjadi Hukum Nasional Indonesia bukan hanya Hukum Islam saja, melainkan juga Hukum Agama lain untuk pemeluk agama lain tersebut. Hukum agama di bidang Hukum Perdata dan Hukum Pidana diserap menjadi Hukum Nasional Indonesia. Itulah Hukum baru Indonesia dengan dasar Panca Sila. (Ichtijanto)
Teori receptie exit adalah Teori yang dikemukakan Hazairin; yang menyatakan bahwa teori receptie harus exit (keluar) dari teori Hukum Islam Indonesia, karena bertentangan dengan UUD 1045 serta Al Qur'an dan Al Hadits; Teori Receptie adalah Teori Iblis.

Keempat; era dimana teori receptie ala Snouck Hurgronje dapat diterapkan sebaliknya (Receptie a Contrario). Teori Receptie an contrarioa; adalah Teori yang dikemukan oleh Sayuthi Thalib; Kebalikan dari teori receptie ; Bahwa Hukum yang berlaku bagi Rakyat Indonesia adalah Hukum agamanya, Hukum adat hanya berlaku jika tidak bertentangan dengan Hukum Agama. 
Ini sejalan dengan Maxim yang dikenal dalam Hukum Islam, yakni adat yang baik dianggap sebagai Hukum (al-Adatu Muhakkamah) atau dikenal masyarakat minang dengan Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah.

Kelima; Yaitu era berlakunya Teori Eksistensi; dikemukakan oleh Ichtijanto, Teori ini pada dasarnya mempertegas teori Recptie a contrario dalam hubungannya dengan hukum nasional. Menurut teori ini Hukum Islam mempunyai spesifikasi :
(a) telah ada sebagai bagian integral dari hukum nasional
(b) telah ada dengan kemandirian dan kewibawaannya, bahkan ia telah diakui oleh hukum nasional , serta diberi status sebagai hukum nasional
(c) norma hukum islam telah ada dan berfungsi sebagai penyaring bahan-bahan hukum nasional
(d) telah ada dalam arti sebagai bahan utama dan sumber hukum masional.

C. CIRI-CIRI, RUANG LINGKUP HUKUM ISLAM DAN PERBEDAANNYA DENGAN HUKUM UMUM
Ciri-ciri Hukum Islam dipaparkan secara detail oleh Mohammad Daud Ali, yakni sebagai berikut :
1. Merupakan bagian dan bersumber dari Agama Islam
2. Mempunyai hubungan yang erat dan tidak dapat dipisahkan dari iman atau akidah dan kesusilaan atau akhlak Islam
3. Mempunyai dua istilah kunci; syariat dan fikih
4. Terdiri dua bidang utama; ibadah dan muamalah dalam arti luas
5. Strukturnya berlapis, terdiri dari : (a) Al Qur'an (b) Sunah Nabi Muhammad SAW (c) Hasil Ijtihad manusia yang memenuhi syarat dari masa ke masa (d) pelaksanaannya dalam praktik berupa putusan hakim dan amalan Umat Islam dalam masyarakat, serta di tataran legislasi tertuang dalam berbagai produk peraturan perundang-undangan
6. Mendahulukan kewajiban dari Hak, amal dari pahala
7. Dapat dibagi menjadi hukum taklifi, yakni al-ahkam al-khamsah berupa lima kaidah, lima jenis hukum, lima kategori hukum, lima penggolongan hukum (jaiz, sunah, makruh, wajib dan haram) dan hukum wadh'i yang mengandung sebab, syarat, halangan terjadi atau terwujudnya hubungan hukum.

T.M. Hasbi Ash Shiddieqy; Ciri-Ciri Hukum Islam :
Pertama; Hukum Islam berwatak Universal, berlaku abadi untuk Umat Islam dimana pun mereka berada, tidak terbatas pada Umat Islam disuatu tempat atau negara pada suatu masa saja.
Kedua; Hukum Islam menghormati martabat manusia sebagai kesatuan jiwa dan raga, rohani dan jasmani, serta memelihara kemuliaan manusia dan kemanusiaan secara keseluruhan
Ketiga; Bahwa pelaksanaannya dalam praktik digerakkan oleh Iman (Akidah) dan Akhlak

Klasifikasi Hukum Privat dan Publik dalam khasanah Hukum Islam adalah tidak lazim, karena hukum Islam tidak mengenal dikotomi publik dan privat.
Dalam Hukum Islam dikenal bagian-bagian hukum berupa : (1) munakahat (2) wirasah (3) mu'amalat dalam arti khusus (4) jinayat atau 'ukubat (5) al-ahkam as-sultahniyah (khilafah) (6) Siyar, dan (7) mukhasamat

Apabila dimasukan dalam kategori publik dan privat, maka masing-masing bidang tersebut dijelaskan sebagai berikut :
1. Hukum Privat/Perdata (Islam), meliputi :
(1) munakahat; mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan, perceraian, serta akibat-akibatnya
(2) wirasah (faraid); mengatur segala masalah yang berhubungan dengan waris, ahli waris, harta peninggalan, serta pembagian warisan.
(3) muamalat dalam arti khusus; mengatur masalah kebendaan dan hak-hak atas benda, tata hubungan manusia dalam soal jual beli, sewa menyewa, pinjam meminjam, perserikatan dan sebagainya.

2. Hukum Publik (Islam), meliputi :
(1) jinayat; memuat aturan-aturan mengenai perbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukuman baik jarimah hudud maupun jarimah ta'zir.
jarimah hudud; adalah pebuatan pidana yang telah ditentukan bentuk dan batas hukumannya dalam Al Qur'an dan Sunah Nabi Muhammad.
jarimah ta'zir; adalah perbuatan pidana yang bentuk dan ancaman hukumannya ditentukan oleh penguasa sebagai pelajaran bagi pelakunya.
(2) al ahkam as-sulthaniyah; membicarakan soal-soal yang berhubungan dengan kepala negara, pemerintahan (pusat atau daerah),
(3) Siyar; mengatur urusan perang dan damai, tata hubungan dengan pemeluk agama dan negara lain
(7) Mukhasamat; mengatur soal peradilan, kehakiman dan Hukum Acara

Perbedaan antara Hukum Islam dan Hukum pada Umumnya :




KB 2 : SYARIAH DAN FIKIH
A. PENGERTIAN SYARIAH DAN FIKIH
1. Syariah
Terminologi Bahasa Inggris; Islamic Law untuk menyebut Syariah dan Islamic Jurisprudence untuk fikih. Sementara dalam bahasa Indonesia dibingungkan dengan Hukum Islam dalam Bahasa Indoensia termasuk didalamnya adalah Fikih, Menyebut Hukum Islam seringkali dimaksud adalah Fikih.
Syariah secara harfiah berarti jalan ke sumber (mata) air; jalan lurus yang harus dikuti oleh setiap muslim; jalan hidup muslim (way of life) muslim yakni memuat ketetapan-ketetapan Allah dan Ketentuan Rasul-Nya, baik berupa larangan maupun suruhan, meliputi seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia.

Segi Ilmu Hukum; Syariah merupakan norma hukum dasar yang ditetapkan Allah yang wajib diikuti oleh Orang Islam berdasarkan Iman yang berkaitan dengan Akhlak, baik dalam  hubungannya dengan Allah maupun dengan sesama manusia dan benda dalam kehidupan masyarakat. Norma hukum dasar ini dijelaskan atau dirinci lebih lanjut oleh Muhammad sebagai Rasul-Nya.

Syekh Mahmout Syaltout; mendefinisikan Syariah ; " Peraturan-peraturan yang diciptkan Allah atau yang diciptakn pokok-pokoknya supaya manusia berpegang kepadanya dalam berhubungan dengan Tuhan, saudara sesama muslim, saudaranya sesama manusia, serta hubungannya dengan alam seluruhnya dan hubungannya dengan kehidupan "

Kesimpulan; Syariah adalah pedoman hidup bagi umat manusia yang berasal langsung dari Allah Tuhan Yang Maha Esa dan/atau berasal dari Muhammad selaku Rasul-Nya, sehingga dengan demikian Syariah terletak dalam Kitabullah Al Qur'an dan Sunah Nabi, baik berupa perkataan (qauliah), perbuatan (fi'liyah), maupun persetujuan nabi terhadap perbuatan para sahabat (taqririyah).

2. Fikih
Fiqh (Arab); Paham atau pengertian, pintar, cerdas. Dikaitkan dengan ilmu menjadi Ilmu Fikih; adalah Ilmu yang bertugas menentukan dan menguraikan norma-norma hukum dasar yang terdapat di dalam Al Qur'an dan ketentuan-ketentuan umum yang terdapat dalam Sunah Nabi yang terabaikan dalam kitab-kitab hadis; Fikih sebagai ilmu yang mempelajari Syariah.
Zaman Nabi Muhammad; Kata fikih mencakup semua aspek dalam Agama Islam yaitu teologis, politis, ekonomis dan hukum. Karena Al Qur'an menggunakan kata fikih dalam pengertian memahami secara umum.

Imam Chazali; mendefinisikan Fikih : " Fikih itu Bermakna paham dan ilmu. Akan tetapi urf ulama telah menjadikan suatu ilmu yang menerangkan hukum-hukum syara' tertentu bagi perbuatan-perbuatan para mukallaf, seperti wajib, mubah, sunah, makruh, sahih, fasid, batil, qadla', ada dan yang sepertinya.

Dalam perkembangannya mengalami penyempitan definisi sebagai mana dikemukakan oleh Abdul Wahhab Khalaf : " Ilmu Fiqh adalah pengetahuan tentang hukum-hukum syariat Islam mengenai perbuatan manusia yang diambil dari dalil-dalilnya secara detail. atau koleksi-koleksi hukum syariah Islam tentang perbuatan manusia yang diambil berdasarkan dalil-dalilnya secra detail.

Islamic Legal Term Dictionary; fikih ddidefinisikan : Fiqh, the term for Islamic jurisprudence, is a process by means of which jurists derive sets of guidelines, rules, and regulations from the rulings laid down in the Qur'an and the teachings and living example of the Prophet Muhammad, the Sunah. Over the centuries, these have been formulated and elaborated upon by successive generations of learned jurists, through interpretation, analogy, consensus, and disciplined research.

Berdasarkan definisi diatas menunjukkan bahwa ruang lingkup istilah fikih menyempit dan akhirnya hanya terbtas pada masalah hukum, bahkan lebih sempit lagi yaitu pada literatur hukum yakni kitab-kitab fikih. Oleh karena itu permasalahan non hukum dalam konteks ini tidak masuk dalam kategori fikih.

B. PERBEDAAN SYARIAH DAN FIKIH
Bahwa syariah adalah ketentuan hukum yang berasal langsung dari Allah dan Rasul-Nya, Sementara fikih adalah pemahaman terhadap ketentuan-ketentuan hukum tersebut yang diperoleh melalui upaya bernama ijtihad.

Mohammad Daud Ali; membedakan Syariah dan Fikih :

  1. Syariah terdapat dalam Al Qur'an dan Kitab-Kitab Hadis. Yang dimaksud Syariah adalah Wahyu Allah dan sunah Nabi Muhammad sebagai Rasul-Nya. Sementara Fikih terdapat dalam kitab-kitab fikih, sebagaimana definisi fikih sebagai pemahaman manusia yang memenuhi syarat tentang Syariah.
  2. Syariah bersifat fundamental dengan ruang lingkup yang luas karena didalamnya mencakup akidah dan akhlak, sementara fikih bersifat Instumental dengan  ruang lingkup terbatas pada hukum yang mengatur pebuatan manusia.
  3. Syariah adalah Ketetapan Allah dan Ketentuan Rasul-Nya sehingga berlaku abadi, sedangkan fikih adalah karya manusia yang tidak berlaku abadi dan dapat berubah dari masa ke masa. Fikih juga berbeda karena adanya perbedaan tempat.
  4. Syariah menunjukan kesatuan dalam Islam, Sedangkan fikih menunjukan keragamannya.
Syariah dan fikih sebagai kata kunci dalam memahami hukum Islam dapat dibuat flow chart sebagai berikut :

Syariah diturunkan dari Sumber utamanya yaitu Al Qur'an dan Sunah. Syariah secara singkat memuat hukum dan peraturan berupa perintah dan larangan yang langsung berasal dari Allah. Ditafsirkan oleh Ulama, dan kemudian secara garis besar dibedakan menjadi fikih ibadah dan fikih muamalah.
Fikih Ibadah mempunyai kaidah dasar, yakni bahwa segala sesuatu bentuk ibadah dilarang dikerjakan, kecuali secara tegas diperintahkan oleh Allah SWT.
Fikih Muamalah mempunyai kaidah dasar yakni bahwa segala bentuk kegiatan muamalah boleh dilaksanakan, kecuali secara tegas ada larangan melaksanakannya.
Flow chart diatas; dari prinsip-prinsip muamalah menghasilkan prinsip syariah yang antara lain dapat diimplementasikan dlam kegiatan di pasar modal. dibidang-bidang ini fikih menunjukkan adanya keanekaragaman.


C. CONTOH SYARIAH DAN APLIKASINYA DALAM FIKIH
Adalah pada bidang keuangan dan pembiayaan Islam, Memahaminya karena menjadi dasar di tataran praktis pada saat mempelajari Hukum keuangan dan pembiayaan syariah.
Ketentuan syariah yang menjadi fokus utama dalam Hukum keuangan dan pembiayaan syariah adalah riba, maysir, gharar, ryswah, dan bathil pada setiap transaksi keuangan.

Beberapa ayat Al Qur'an yang melarang adanya unsur riba :

  1. Al Qur'an Surat Al Baqarah (2) ayat 275, yang artinya : " Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri, melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila, Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari TuhanNya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka bagiannya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal didalamnya "
  2. Al Qur'an Surat Al Rum ayat 39, yang artinya : " Dan sesuatu riba (kelebihan) yang kamu berikan, agar ia menambah kelebihan pada harta manusia, maka ribah itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya) "
  3. Al Qur'an Surat Al Nisa ayat 160-161, yang artinya : " Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka (Memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka dilarang darinya, dan karena mereka memakan harta orang lain dengan jalan yang bathil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir diantara mereka itu siksa yang pedih "
  4. Al Qur'an Surat Ali Imron ayat 130, yang artinya : " Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan "
  5. Al Qur'an Surat Al Baqarah (2) ayat 278, yang artinya : " Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba, jika kamu orang-orang yang beriman"
  6. Al Qur'an Surat Al Baqarah (2) ayat 279, yang artinya : " Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya "
Larangan riba didalam Al Qur'an diturunkan secara berangsur-sngsur, ini menujukan salah satu karakteristik Hukum Islam, yakni berangsur-angsur dalam menurukan hukum. Dalam rangka menjelaskan atau menegaskan adanya larangan riba dimaksud terdapat beberapa hadis nabi, antara lain sebagai berikut :
  1. Dari Ubbadah, katanya : Saya mendengar Rasullah SAW telah melarang jual beli (utang) emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, kurma dengan kurma, garam dengan garam, kecuali sama seimbang. Barang siapa menambah atau meminta tambahan, ia telah melakukan riba "
  2. Dirawayatkan Umar bin Khattab bahwa Rasulullah SAW, pernah bersabda : " Emas dilunasi dengan Emas itu riba, kecuali bila seimbang, gandum dengan gandum juga riba kecuali bila seimbang pula "
  3. Riba termasuk dosa besar, menurut riwayat Abu Hurairah Rasulullah SAW bersabda : " Jauhilah ketujuh dosa besar .... (diantaranya disebut syirik dan riba) "
Syariah hanya satu, sementara fikih sebagai hasil pemahaman ahli hukum islam (fuqaha) dapat bermacam-macam. Pendapat ahli untuk mengklasifikasikan riba :
Pertama ; Menurut sebagian Ulama riba terdiri dari empat bagian, yaitu :

  1. fadhli; yakni menukarkan dua barang sejenis dengan tidak sama
  2. qardhi; yakni hutang dengan syarat ada keuntungan bagi yang memberi hutang
  3. yad; yakni pemutusan aqad ditempat pembuatan aqad dimaksud sebelum sesuatu ditimbang/diukur
  4. nasi'ah; yakni penukaran yang disyaratkan terlambat salah satu dua barang yang hendak ditukarkan.
Kedua ; Menurut Ahmad Salam Mahfud; riba terdiri dua macam :
  1. nasi'ah; yaitu penambahan yang disebabkan karena penangguhan waktu pembayaran
  2. Fadlal; yaitu jual beli dalam jenis-jenis barang tertentu, seperti emas dan perak, serta beberapa bahan pangan seperti gandum, kurma, dan garam sesuai dengan cara yang dijelaskan Rasulullah SAW.
Ketiga ; M Syafi'i Antonio ;
  1. Riba dalam utang piutang meliputi riba qardh dan riba jahiliyah. Riba qardh yaitu suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berhutang (muqtaridh). Sementara riba jahiliah adalah utang dibayar dari pokoknya, karena si peminjam mampu membayar utangnya pada waktu yang ditetapkan. Adapun yang termasuk riba jual beli adalah riba fadhl berupa pertukaran antara barang sejenis dengan kadar atau takaran berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan termasuk dalam jenis barang ribawi. Dengan kata lain riba fadhl adalah riba yang timbul akibat pertukaran barang sejenis yang tidak memenuhi kriteria sama kualitasnya, sama kuantitasnya dan sama waktu penyerahannya.
  2. Riba nasi'ah berupa penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba nasi'ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dengan dioserahkan kemudian. Riba nasi'ah juga bisa diartikan sebagai keuntungan yang muncul tanpa adanya risiko dan hasil usaha diperoleh tanpa adanya biaya; untung dan hasil usaha muncul hanya dengan berjalannya waktu. Padahal dalam bisnis berpotensi untung atau rugi. Memastikan sesuatu diluar wewenang manusia adalah bentuk kezaliman. Dalam perbankan konvensional, riba nasi'ah dapat ditemukan dalam pembayaran bunga kredit dan pembayaran bunga deposito, tabungan dan giro.
Apa yang terdapat dalam syariah muamalah berupa larangan riba dan interprestasinya di tataran fikih, untuk kemudian di implementasikan dalam praktik perbankan. 
Adapun aplikasi secara formal yuridis dari adanya larangan yang dimaksud yaitu melalui UU 21 / 2008 tentang perbankan syariah yang memberi definsi riba, yaitu penambahan pendapatan secara tidak sah (batil), antara lain dalam transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitas, kuantitas, dan waktu penyerahannya (fadhl), atau dalam transaksi pinjam meminjam yang mempersyaratkan nasabah penerima fasilitas mengembalikan dana yang diterima, melebihi pokok pinjaman karena berjalannya waktu (nasi'ah). (Vide, penjelasan pasal 2 UU 21/2008)


KB 3 : AL AHKAM DAN AL KHAMSAH
A. PENGERTIAN AL-AHKAM DAN AL-KHAMSAH
Secara harfiah berarti Hukum yang lima. Daud Ali mendefiniskan; sebagai lima macam kaidah atau lima kategori penilaian mengenai benda dan tingkah laku manusia dalam Islam; juga disebut Hukum Taklifi.

Selain Hukum Taklifi didalam Khasanah Islam dikenal juga Hukum Wadh'i, yaitu suatu ketentuan yang mengandung sebab, syarat, halangan terjadi atau terwujudnya hubungan hukum. Kedua hukum itu merupakan salah satu ciri-ciri Hukum Islam.

B. KRITERIA AL-AHKAM DAN AL-KHAMSAH
Menurut sistem al-Ahkam al-Khamsah ada lima kemungkinan penilaian mengenai benda atau perbuatan manusia. Penilaian tersebut mulai dari jaiz atau mubah di lapangan kehidupan pribadi, muamalah atau kehidupan sosial.
Jaiz adalah ukuran penilaian bagi perbuatan dalam kehidupan kesusilaan (akhlak atau moral) pribadi, adapun mengenai benda seperti makanan disebut dengan halal (bukan jaiz).
Sunah dan makruh adalah ukuran penilaian bagi kesusilaan  (akhlak dan moral) masyarakat. Wajib dan haram adalah ukuran penilaian atau kaidah atau norma bagi lingkungan hidup duniawi.

Kelima kaidah atau komponen penilaian ini berlaku dalam ruang lingkup keagamaan yang meliputi semua lingkungan kehidupan itu. Pembagian kedalam  ruang lingkup kesusilaan, baik pribadi maupunmasyarakat, ruang lingkup hukum duniawi dan ruang lingkup keagamaan adalah karena ada perbedaan pemberi sanksi dan bentuk sanksinya.
Lima Kriteria Hukum :
1. Jaiz (Mubah) ; adalah ukuran penilaian dalam lingkup kesusilaan perorangan. Ukuran penilaian ini dikenakan pada perbuatan yang bersifat pribadi dan semata-mata diserahkan kepada pertimbangan dan kemauan orang itu sendiri untuk melakukan atau tidak. Di lapangan muamalah pada umumnya jaiz, kecuali ada larangan yang tegas mengenai muamalah tersebut.
2. Sunah ; adalah ukuran penilaian bagi perbuatan yang dianjurkan, digemari, disukai dalam masyarakat karena baik tujuannya (sunah)
3. Makruh ; adalah ukuran penilaian bagi perbuatan yang tidak diinginkan, dibenci, dicela oleh masyarakat karena tujuannya adalah buruk. Akibatnya apabila seseorang melakukan perbuatan yang termasuk dalam kategori makruh akan mendapatkan celaan umum, dapat berbentuk perkataan atau mungkin pula berupa sikap yang tidak menyenangkan, bahkan mungkin sampai pada sikap pemboikotan dari pergaulan.
4. Wajib ; adalah ukuran penilaian bagi perbuatan yang harus dilakukan oleh subjek hukum karena memang masyarakat menginginkannya. Suatu perbuatan yang masuk dalam kategori ini, maka apabila ditinggalkan akan mendatangkan hukuman/sanksi berupa penderitaan atas harta, badan, martabat, kehormatan diri, kemerdekaan bergerak bahkan sampai pada ancaman hukuman mati.
5. Haram ; adalah ukuran penilaian bagi perbuatan yang wajib ditinggalkan karena masyarakat memandang perbuatan tersebut tercela sedemikian kejinya, sehingga lebih baik menjadi perbuatan yang terlarang. Apabila dilanggar, maka sang pelaku akan mendapatkan hukuman,

Boleh jadi perbuatan yang awalnya Jaiz, dapat berubah menjadi sunah dan bahkan menjadi wajib, apabila nilai manfaat dari perbuatan dari perbuatan tersebut begitu besar.
Sebaliknya boleh jadi perbuatan yang awalnya Jaiz bisa berubah menjadi makruh dan bahkan kemudian diharamkan, yakni apabila nilai madharat dari perbuatan tersebut semakin besar.

Wajib adalah peningkatan sunah, sedangkan haram adalah kelanjutan dari makruh. Sementara Sunah dan makruh boleh jadi awalnya adalah mubah (Jaiz). Dengan demikian untuk menentukan hukum dari suatu perbuatan muamalah tidaklah bersifat hitam putih, melainkan dapat mengalami pergeseran. Kesemuanya digantungkan pada keberadaan manfaat (mudharat) yang akan ditimbulkan oleh perbuatan dimaksud.


C. CONTOH APLIKASI AL-AHKAM DAN AL-KHAMSAH DALAM LAPANGAN MUAMALAH
Apa hukumnya melangsungkan Perkawinan bagi seseorang?  Apakah Jaiz, Sunah, atau Wajib?, Dalam menjawab terlebih dahulu harus menelisik motivasi dan kondisi seseorang yang akan melakukan suatu perbuatan hukum bernama perkawinan atau pernikahan.

Pertama; Anda mungkin menemukan kondisi seseorang secara fisik dan finansial suadah siap melangsungkan pernikahan. Pada dirinya tidak dikhawatirkan berbuat zina. Jika didapati demikian maka status hukumnya adalah mubah atau Jaiz.Inilah hukum asal dari perkawinan sebagai salah satu bentuk muamalah.

Kedua; Kondisi dimana seseorang secara fisik dan finansial sudah siap melangsungkan perkawinan. Tidak ada kekhawatiran berbuat zina pada dirinya, namun dimungkinkan karena yang bersangkutan sibuk dengan pekerjaannya. Pada kondisi ini seseorang dianjurkan (sunah) untuk menikah dalam rangka menghindarkan dirinya dari perbuatan tercela yang mungkin akan dilakukan jika ada kesempatan.

Ketiga; Kondisi dimana seseorang sudah mampu secara fisik dan finansial. Pola hidupnya mewah dan gemar pergi ke tempat-tempat hiburan malam. Maka menikah bagi yang bersangkutan hukumnya Wajib. Apabila tidak segera melangsungkan perkawinan, maka besar kemungkinan yang bersangkutan akan terjebak pada pergaulan bebas (free sex) yang berujung pada hubungan perzinahan.

Keempat; Kondisi dimana seseorang yang sudah siap secara fisik untuk melangsungkan perkawinan, Namun ditinjau dari kemampuan finansial yang bersangkutan masih lemah dan fakta menunjukan bahwa orang terebut belum mempunyai pekerjaan yang tetap. Kondisi ini tentu akan mendatangkan madharat, apabila perkawinan tetap dilangsungkan. Padahal kewajiban memberi nafkah merupakan kewajiban utama dari seorang laki-laki. Hukum melangsungkan perkawinan pada kondisi ini adalah makruh, sehingga akan lebih bermanfaat apabila jangan terburu-buru melangsungkan perkawinan.

Kelima; Kondisi dimana seseorang berperangai kasar, suka berfoya-foya, dan menghambur-hamburkan harta. Secara fisik sudah siap, akan tetapi melihat latar belakangnya, apabila yang bersangkutan menikahi seorang perempuan maka akan cenderung melakukan kekerasan dalam rumah tangga, Maka hukum melangsungkan perkawinan atas diri orang tersebut adalah haram.


KB 4 : AL-MAQASID AS-SYARIAH
A. PENGERTIAN AL-MAQASID AS-SYARIAH
Dalam Bahasa sederhana diartikan Tujuan diturunkannya Syariah. Syariah dalam arti luas meliputi Aqidah dan Akhlak. Mengartikan Al Maqasid As Syariah sebagai idee des recht dalam bahasa Gustav Radbrucht, fokusnya adalah dalam rangka mencapai kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan.

Tujuan Hukum secara umum juga tercantum dalam Al Maqasid As Syariah. Prinsip yang mendasari Al Maqasid As Syariah atau Tujuan Hukum Islama adalah terkait dengan eksistensi manusia sebagai Hamba Allah yang harus tundauk dan patuh terhadap perintah-Nya dan adanya Larangan melakukan perbuatan yang pada dasarnya merusak kehidupan manusia, meskiupun tidak melanggar hak atau merugikan orang lain.

B. AL-MAQASID AS-SYARIAH SECARA UMUM DAN DETAIL, SERTA CONTOHNYA DALAM AL QUR'AN DAN SUNAH
Tujuan Hukum Islam secara umum adalah untuk kemaslahatan dan kepentingan, serta kebahagiaan manusia (sebagai individu dan anggota masyarakat) seluruhnya, baik kebahagiaan di dunia maupun kebahagiaan di akhirat.
Dalam rangka mewujudkan tujuan tersebut maka dilakukan dengan jalan mengambil segala sesuatu yang mendatangkan kemudharatan.
Dengan bahasa sederhana Tujuan Hukum Islam (al-maqasid as-syariah) adalah kemaslahatan hidup manusia, baik jasmani maupun rohani, individual dan sosial. Kemaslahatan menyangkut dunia dan akhirat.
Kemaslahatan terbagi tiga tingkatan, yakni menjamin hal-hal yang bersifat primer (dharuriyat), sekunder (hajiyat) dan mencapai kebaikan atau keutamaan (tahsiniyat).
Tingkatan tersebut bersifat hierarkies artinya bahwa kebutuhan tahsiniyat tidak boleh dipenuhi, kecuali telah terjaminnya kebutuhan hajiyat, kebutuhan hajiyat tidak boleh dipenuhi kecuali telah terjaminnya kebutuhan dharuriyat.

Kebutuhan dharuriyat ;
adalah tingkatan kebutuhan yang harus ada atau dikenal dengan kebutuhan primer. Apabila kebutuhan ini tidak dipenuhi maka akan mengancam keselamatan manusia baik di dunia maupun di akhirat.

Yang termasuk kebutuhan dharuriyat meliputi segala sesuatu yang ditujukan untuk memelihara : (1) agama (2) jiwa (3) akal (4) keturunan / kehormatan (5) harta benda.
Kelima tujuan inilah yang dikenal dengan al-maqasid as-syariah. Bahwa setiap ayat hukum yang diturunkan, apabila diteliti akan ditemukan alasan pembentukannya yang tidak lain adalah untuk memelihara lima pokok (al-maqasid as-syariah) tersebut.

1. Agama
Memelihara agama adalah hal yang paling esensial dari tujuan diturunkannya syariah. Tegaknya agama secara sempurna merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap orang yang telah mengaku atau bersyahadat bahwa tidak ada Tuhan Melainkan Allah.
Dalam rangka memelihara dan mempertahankan kehidupan beragama, serta membentengi jiwa dengan nilai-nilai agama, maka berbagai macam hukum disyariatkan. Contoh konkrit dalam rangka memelihara agama ini, yakni adanya kewajiban untuk berjihad atau membela agama Allah dengan segenap Jiwa, Raga dab Harta. Di ranah Hukum perkawinan misalnya adanya larangan secara tegas seorang wanita muslim menikah dengan selain muslim.

2. Jiwa
Memelihara Jiwa diartikan sebagai memelihara hak untuk hidup secara terhormat dan menjamin tidak terjadinya penganiayaan dan pembunuhan.
Dalam rangka memelihara Jiwa, Islam mewajibkan setiap individu untuk bertebaran di muka bumi untuk mencari sarana penghidupan. Islam juga mengharamkan menghilangkan jiwa diri sendiri maupun orang lain tanpa alasan yang hak.
Islam memberikan aturan yang tegas, antara lain berupa kewajiban menempuh qisas; yakni ancaman bagi pelaku perbuatan pidana yang menyangkut jiwa mendapat hukuman yang sebanding.

3. Akal
Islam dalam pemeliharaan akal ini, antara lain dengan memberikan kebebasan kepada setiap orang untuk berkarya, berpikir dan berpendapat. Menuntut ilmu merupakan aktifitas yang diwajibkan pada diri setiap orang sejak lahir hingga sampai liang lahat (long life education).
Arti penting pemeliharaan akal ini menurut Abu Zahrah sebagaimana dikutif oleh Abdul Ghofur Anshori yaitu :
Pertama; bahwa akal tidak dapat diklaim sebagai hak murni pribadi, melainkan berfungsi sosial.
Kedua; bahwa orang yang membiarkan akalnya dalam bahaya akan menjadi beban yang harus dipikul oleh masyarakat. Perusak akal baik milik dirinya sendiri maupun milik orang lain harus diancam hukuman.
Ketiga; orang yang rusak akalnya akan menyebabkan adanya kerawanan sosial.

4. Keturunan/Kehormatan
Islam memberikan perhatian serius terhadap masalah keturunan. Adanya ketentuan dalam Al Quran maupun Sunah Nabi yang mensyariatkan Lembaga Perkawinan sebagai satu-satunya sarana yang sah untuk terpeliharanya keturunan dan kehormatan manusia .
Untuk menegakan Hukum Perkawinan ini, Islam mensyariatkan Hukuman hadd bagi laki-laki dan perempuan yang berzinah, serta orang yang menuduh orang lain berbuat zinah tanpa bukti.
Bahkan apabila pelaku zinah masih terikat perkawinan dengan orang lain (zinah muhson), hukuman maksimal yang dapat dikenakan adalah dilempari batu hingga yang bersangkutan meninggal dunia.

5. Harta Benda
Hukum Islam mengatur dan menilai harta sejak perolehannya hingga pembelanjaannya. Islam mewajibkan setiap individu untuk berusaha sungguh-sungguh dalam mencari rezeki dengan bermuamalah dalam bentuk perdagangan dan syirkah.
Islam mengharamkan pencurian, merusak harta orang lain, mengharamkan riba, serta mensyaratkan lembaga zakat untuk mensucikan harta yang diperoleh sekaligus mengakui bahwa dalam setiap harta yang dimiliki oleh setiap muslim ada hak orang lain yang harus ditunaikan.

Adapun yang dimaksud dengan kebutuhan hajiyat adalah kebutuhan sekunder, yakni mengacu pada segala sesuatu yang menghilangkan, memperingan, mempermudah kesulitan-kesulitan yang dialami manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan dharuriyat.
Sementara itu kebutuhan tahsiniyat adalah kebutuhan tersier, yakni mengacu pada segala sesuatu yang memperindah keadaan dan menjadikannya sesuai dengan hak yang dituntut oleh akhlak yang mulia.



MODUL 2
SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM (PENGANTAR SUMBER HUKUM, AL-QUR'AN, SUNAH, IJTIHAD)
KB 1 : PENGANTAR SUMBER HUKUM ISLAM
A. DEFINISI SUMBER HUKUM ISLAM 
Sumber; KBBI; adalah asal dari segala sesuatu. Sumber Hukum Islam; asal atau tempat dimana pengambilan Hukum Islam; Kadang disebut dalil hukum Islam atau pokok hukum islam atau dasar hukum islam.

B. SUMBER HUKUM ISLAM
di temukan dalam QS An Nisa ; 59  dan Hadis Mu'az bin Jabal.

Yaa ayyuhal ladziina aamanuu athii’ullooha wa athii’ur rosulla wa ulil amri mingkum. Fa ing tanaaza’tum fii syai’in farudduuhu ilalloohi warosuuli ing kungtum tu’minuuna billaahi walyaumil aakhir. Dzaalika khoiruw wa ahsanu ta’wilaa " QS An Nisa ; 59
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.

An Nisa 59; Wajib mengikuti kehendak Allah (Menjauhi Larangan-Nya dan Menjalankan Perintah-Nya), Kehendak Rasul, dan Ulil 'Amri (Orang yang mempunyai kekuasaan berupa ilmu pengetahuan untuk mengalirkan ajaran hukum Islam dari dua sumber utama yaitu Al Que'an dan Hadits); 

Hadis Mu'az bin Jabal; Percakapan Nabi Muhammad SAW dengan Mu'az sebelum pergi ke Yaman untuk menjadi Gubernur, Rasul bertanya sumber hukum yang akan dipakai Mu'az :
Rasul : "Dengan pedoman apa engkau akan memutus suatu urusan?"
Mu'az : "Dengan Kitabullah"
Rasul : " Kalau tidak ada dalam Al Qur'an?"

Mu'az : "Dengan Sunah Rasulullah"
Rasul : "Kalau dalam Sunah juga tidak ada?"

Mu'az : "Saya Berijtihad dengan pikiran saya"
Rasul : "Maha Suaci Allah yang telah memberikan bimbingan kepada utusan RasulNya, dengan satu sikap yang disetujui RasulNya"

Sumber Hukum Islam terdiri dari tiga jenis : Al Qur'an, As Sunah, dan akal pikiran manusia yang memenuhi syarat untuk berijtihad. Ketiga sumber Hukum Islam ini memiliki jenjang yang bertingkat. Al Qur'an, Sunah, kemudian baru Ijtihad.

Kesimpulan :
  1. Al Qur'an bukanlah kitab hukum yang memuat kaidah-kaidah hukum yang lengkap dan terperinci; hanya memuat kaidah hukum yang fundamental yang harus dikaji dengan teliti dan dikembangkan oleh pikiran manusia yang memenuhi syarat untuk diterapkan dalam kehidupan masyarakat.
  2. Sunah Rasul dalam hal Al Hadis, sepanjang mengenai muamalah (Hubungan manusia dengan manusia) hanya mengandung kaidah umum yang harus dirinci oleh orang yang memenuhi syarat untuk diterapkan dalam kasus tersebut.
  3. Hukum Islam dalam Al Qur'an dan Hadis harus dikaji lebih lanjut
  4. Hakim atau penguasa tidak boleh menolak untuk menyelesaikan masalah atau sengketa dengan alasan bahwa hukumnya tidak ada, melainkan harus melakukan ijtihad dengan berbagai jalan, cara atau upaya.


KB 2 : AL-QUR'AN
A. PENGERTIAN AL-QUR'AN 
Al Qur'an; qara-a (etimologis) berarti membaca, menelaah, mempelajari, menyampaikan, mengumpulkan dan melahirkan.
Quran (Kata Benda) berarti bacaan atau sesuatu yang harus dibaca dan dipelajari.
Secara Terminologis pengertian Al Qur'an dari istilah ahli kalam :
" Al Qur'an itu adalah sifat yang Qadim yang berhubungan dengan kalimat-kalimat hikamiyah (penuh hikmah) dari ayat pertama Al Fatiha dan berakhir An Nas "
" Al Qur'an adalah lafaz yang diturunkan kepada nabi dari Surat Al Fatiha sampai An Nas " (DR.Mardani).
Al Qur'an adalah : Kitab bacaan yang berasal dari Allah SWT yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW yang berasal dari Al Fatiha sampai An Nas.
Al Qur'an merupakan : Kitab umat Islam ynag menjadi tuntunan dalam hubungan antara manusia dengan penciptanya, manusia dengan sesama manusia, dan manusia dengan alam sekitarnya; diturunkan dalam bahasa arab dengan makna yang benar; menjadi hujjah (bukti) bagi Nabi Muhammad dalam pengakuannya sebagai Rasulullah; sebagai UU yang dijadikan pedoman oleh umat manusia.
Ayat Al Qur'an membucarakan hukum kebanyakan bersifat umum tidak membicarakan soal-soal yang kecil, tetapi Al Qur'an sudah melingkupi semua semua persoalan yang bertalian dengan dunia dan akhirat.

B. SEJARAH KODIFIKASI DAN PERKEMBANGAN AL-QUR'AN
Al Qur'an dihimpun antara tepian lembaran mushaf yang dimulai dengan surat Al Fatiha dan ditutup An Nas yang diriwayatkan secara mutawatir (berurutan), baik lisan atau tulisan dari generasi ke generasi, dan tetap terpelihara dari perubahan dan penggantian apapun. (A Wahad Khallaf).
Sayaid Husin Nasr; Al Qur'an memiliki tiga petunjuk bagi manusia :
1. memberi pengetahuan; 2. berisi sejarah; 3. sesuatu yang sulit dijelaskan.
Al Qur'am diturunkan selama 22 tahun 2 bulan 22 hari.
Macam-Macam Sebutan Al Qur'an :
1. Al Kitab (buku atau tulisan); 2. Al Qur'an (Bacaan); 3. Al Furqon (Pemisah/Pembeda); 4. Al Huda (petunjuk); 5. Ad Dzikr (Ingat).

C. KANDUNGAN ISI AL-QUR'AN
Al Qur'an terdiri dari 114 surat; 91 di Mekah dab 23 di Madinah;
Abdul Wahab Khalaf; Tiga Macam Hukum dalam Al Qur'an :
1. kewajiban bagi mukhalaf (muslim dikenai kewajiban dan menjauhi larangan); 2. akhlak; 3. apa yang diperbuat, apa yang katakan setiap mukhalaf.
Hukum yang berhubungan pergaulan hidup dalam al qur'an :
1. Hukum Ibadah; 2. Hukum mengatur pergaulan hidup sesama manusia.

Pokok Isi Al Qur'an, dapat dipetakan dalam :
1. Tauhid; 2. Ibadah; 3. Janji dan ancaman; 4. Jalan mencapai kebahagian dunia akhirat; 5. Riwayat dan cerita.
Hukum yang dikandung dalam Al Qur'an :
1. I'tiqadiyyah; yang harus dipercaya subjek hukum; 2. Moralitas; 3. Amaliyah.

Ayat Mukhamat; ketentuan-ketentuan yang sudah jelas maknanya
Ayat Mutasyabih; ayat perumpamaan
Ayat Muhkam; Ayat mengenai hukum

KB 3 : AS SUNAH / AL HADIS
A. PENGERTIAN SUNAH (HADIS)
Etimologi; berarti jalan atau metode.
Menurut Ulama Ahli Hadis; perkataan, perbuatan, legalisasi, sifat akhlak dan anggota badan  yang sumbernya dari Rasulullah SAW.

B. SUNAH SEBAGAI SUMBER HUKUM
QS An Nisa;4 : memberikan landasan bahwa sunnah merupakan sumber hukum islam karena yang datang dari nabi sesungguhnya datang dari Allah.

C. HUBUNGAN SUNAH DAN AL-QUR'AN
Empat Macam Fungsi (Bayan) Hadis terhadap Al Qur'an :
1. Tafsir (menerangkan ayat-ayat yang sangat umum); 2. Taqrir (Memperkokoh dan menguatkan pernyataan); 3. Taudhih (Menerangkan maksud dan tujuan Ayat Al Qur'an)

D. JENIS/MACAM HADIS
Hadis Sahih; Hadis yang memenuhi syarat dan dapat diterima dengan sempurna.
Hadis Hasan; Hadis yang sanadnya tidak terputus dari perawi akhir dan para sahabat yang bersumber langsung dari Nabi Muhammad SAW.
Hadis dhoif; berarti lemah; hadits yang tidak memenuhi kriteria seperti hadis sahih dan hasan.

Hadis Mutawatir; Hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah banyak perawi yang tidak mungkin sepakat berdusta
Hadis Masyhur; Hadis yang diriwayatkan banyak sahabat tetapi tidak sebanyak hadis mutawatir
Hadis Ahad; diriwayatkan oleh satu dua orang atau lebih yang tidak terpebuhinya syarat masnyur dan muntawatir.

KB 4 : IJTIHAD
A. PENGERTIAN IJTIHAD
Ijtihada; bersungguh-sungguh, rajin dan giat.
Ulama ahli Hadis; adalah penggunaan akal sekuat mungkin untuk menemukan suatu hukum yang secara eksplisit terdapat dalam Al Qur'an dan Sunah; orang melakukan ijtihad disebut Mujtahid.

B. METODE BERIJTIHAD
1. Ijma'; Konsensus; Kesepakatan para ulama
2. Qiyas; ukuran; menetapkan suatu hukum terhadap suatu hal yang tidak diterangkan Al qur'an dan Sunnaj.
3. Mashalihul Mursalah; menetapkan suatu hukum terhadap suatu perkara atas pertimbangan kegunaan dan kemanfaatan yang sesuai dengan tujuan syariat.
4. Istihsan; menetapkan suatu hukum terhadap suatu persoalan ijtihadiyah atas dasar prinsip-prinsip umum ajaran islam.
5. Ishtisab; apa yang ada pada masa lalu dipandang masih ada pada masa sekarang dan masa yang akan datang.
6. Urf; sesuatu yang telah dikenal banyak orang dalam bentuk muammalah yang telah menjadi tradisi berlangsung terus menerus di masyarakat.



MODUL 3
HUKUM ZAKAT, PENGERTIAN DAN UNSUR-UNSUR ZAKAT, JENIS ZAKAT, PENGATURAN ZAKAT DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2011, PENGATURAN ZAKAT DAN PAJAK
KB 1 : PENGERTIAN DAN UNSUR-UNSUR ZAKAT
Zakat adalah salah satu cara yang dapat digunakan untuk menekan adanya perbedaan jarak ekonomi yang terlalu jauh; tujuab dari zakat adalah tidak ada masyarakat yang terpuruk karena himpitan ekonomi.

A. PENGERTIAN
Kata Al Zakat; berkah, tumbuh, bersih, suci dan baik.
Zakat (Bahasa); bersih, suci, berkah, pemberian si kaya kepada si miskin, kewajiban si kaya dan hak si miskin; Hak yang wajib terkandung dalam harta benda tertentu, untuk golongan masyarakat tertentu dan dalam waktu tertentu.
Pasal 1&2 UU 23/2011 tentang Pengelolaan Zakat; Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam.
Pengelolaan Zakat; Kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat.
Macam Zakat : Zakat mal (Harta) dan Zakat Fitrah (Jiwa)

B. DASAR HUKUM ADANYA ZAKAT
1. Al Qur'an;
a. At Taubah 103; "Ambilah dari harta mereka ....... kesalahan mereka"
b. An Nisa 77; "Dirikanlah shalat dan bayarlah zakat"
c. Al Baqarah 43; "Dan dirikan sholat, tunaikanlah zakat dan rukuklah bersama dengan orang rukuk"
d. Al Baqarah 277; "Sesungguhnya orang-orang yang beriman ....... akan berduka cita"
e. Adz Dzariyat 19; "Dan pada harta-harta mereka ada ...... mendapat bagian"
f. Al Baqarah 267; "Hai orang-orang yang beriman  ...... bumi untuk kamu"
Ancaman bagi yang tidak mau mengeluarkan zakat; At Taubah 34; "Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan ........ mereka siksa yang pedih"
2. Hadis;
a. " Wahai Rasulullah apakah Islam itu?. Kemudian Rasulullah ..... di Bulan Ramadhan" (Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)
b. " Islam didirikan atas lima sendi, bersaksi kepada Allah ..... ketika Bulan Ramadhan" (HR Muslim)
c. " Bila suatu kaum enggan mengeluarkan zakat ......... dan kelaparan" (HR Thabrani)
d. " Bila zakat bercampur dengan harta ............ merusak harta itu " (HR Al Bazar dan Baihaqi)
3. Ijtihad; Ulama baik Salaf (Klasik) maupun Khalaf (Kontemporer) sepakat akan kewajiban zakat, dan bagi yang mengingkari berarti telah kafir dari Islam.

C. TUJUAN ZAKAT
Zakat ibadah dua dimensi; hablun minallah dan hablun minannas. Tujuan dari kewajiban zakat : (1) mengangkat derajat fakir miskin (2) Membantu pemecahan permasalahan penerima zakat (3) Membentangkan dan membina tali persaudaraan  (4) Menghilangkan sifat kikir atau loba  (5) Membersihkan sifat  dengki iri hati orang miskin  (6) Menjembatani jurang pemisah kaya dengan miskin  (7) Mengembangkan rasa tanggung jawab sosial  (8) Mendidik manusia berdisiplin menunaikan kewajiban dan menyerahkan hak orang lain  (9) Sarana pemerataan pendapatan (rezeki) untuk keadilan sosial.

C. PRINSIP-PRINSIP ZAKAT
1. dikenakan kepada harta mempunyai sifat potensial berkembang; 2. dibayarakan dari harta yang terkena wajib zakat; 3. dipungut dari harta yang benar-benar milik wajib zakat; 4. tidak dibayar pada waktunya menjadi tanggungan wajib pajak; 5. suatu kewajiban disamping pajak.

D. UNSUR-UNSUR ZAKAT
1. Orang yang mengeluarkan zakat (muzaki); 2. Harta yang wajib dizakati; 3. Penerima zakat (mustahiq); 4. Amil.

E. SYARAT ZAKAT
1. Pemilikan yang pasti/penuh; 2. Berkembnag; 3. Melebihi kebutuhan pokok; 4. Bebas dari hutang; 5. Mencapai Nishab; 6. Berlaku satu tahun.


KB 2 : JENIS ZAKAT, PENERIMA ZAKAT, DAN PENGELOLAAN ZAKAT
A. JENIS ZAKAT
Zakat Fithrah dan Zakat Harta / Zakat mal.
Harta yang wajib dizakati : 
1. Emas, Perak dan Uang (Simpanan)/85 gram emas murni; 2. Harta /sama dengan emas dan perak yaitu 85 gram emas murni; 3. Hasil Pertanian/653 kg gabah atau 530 kg beras; 4. Hasil Peternakan; kambing 40 ekor; sapi 30 ekor.

B. PENERIMA ZAKAT
1. Fakir Miskin; 2. Amil Zakat; 3. Muallaf;  4.Fi Riqab (Memerdekakan budak); 5. Gharim (Orang berhutang); 6. Fi sabillillah; 7.Ibnu Sabil (Orang dalam perjalanan)

C. PENGELOLAAN ZAKAT
Berdasar UU 23 Tahun 2011.
Tujuan Zakat :
1. meningkatkan evektifitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat
2. meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan.

KB 3 : ZAKAT DAN PAJAK
A. UNSUR ZAKAT DAN PAJAK
B. PERBEDAAN DAN PERSAMAAN ZAKAT
C. RABAT SISTEM
Pasal 22 UU 23/2011 tentang Pengeluaran zakat menyatakan bahwa; Zakat yang dibayarkan oleh Muzki kepada BAZNAS atau LAZ dikurangkan dari penghasilan kena pajak.
D. CONTOH PERHITUNGAN RABAT SISTEM




MODUL 4
HUKUM WAKAF
KB 1 : PENGERTIAN DAN UNSUR-UNSUR WAKAF
A. PENGERTIAN
dari kata al-waaf ; berarti berhenti, diam ditempat atau menahan. istilah wakaf; berarti menahan harta yang dapat diambil manfaatnya tanpa mengalami musnah seketika dan untuk penggunaan yang mubah dan mendapat Ridha Allah.
Psl 215 (1) Kompilasi hukum Islam; Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau sekelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya untuk ibadah atau keperluan umum sesuai ajaran Islam.
UU 41/2004 tentang Wakaf: adalah perbuatan hukum waqif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.
Tujuan Waqaf; untuk memanfaatkan harta benda wakaf sesuai dengan fungsinya.
Fungsi wakaf: mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum.

B. DASAR HUKUM ADANYA WAKAF
Al qur'an dan Hadis.
1. Al Qur'an
a. Al Hajj 77 : "Wahai orang-orang yang beriman, rukuk dan sujudlah ......."
b. An Nahl 97 : "Barang siapa yang berbuat kebaikan laki-laki atau perempuan ....... "
c. Ali Imron 92 : " Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebaikan, sebelum ..............."
d. Al Baqarah 267 : " Wahai orang-orang yang beriman nafkahkanlah (dijalan Allah) ......."
2. Sunah dan Hadis

3. Unsur-Unsur dan Syarat Wakaf.
1. Orang yang berwakaf (Wakif); 2. Benda yang diwakafkan; 3. Peruntukan harta benda wakaf; 4. Pernyataan/lafadz penyerahan wakaf (sighat)/ikrar wakaf; 5. Pengelolan wakaf (Nazhir); 6. ada jangka waktu.


KB 2 : MACAM WAKAF, WAKAF DENGAN WASIAT, STATUS PERUBAHAN HARTA BENDA WAKAF, DAN PENGELOLAAN PENGEMBANGAN HARTA WAKAF
A. MACAM-MACAM WAKAF
1. Wakaf ahli; atau wakaf keluarga atau khusus; wakaf yang ditujukan kepada orang-orang tertentu seorang atau lebih baik masih kel;uarga atau orang lain.
2. Wakaf Khairi (Umum); wakaf ditujukan untuk kepentingan umum.

B. WAKAF DENGAN WASIAT
C. STATUS DAN PERUBAHAN STATUS HARTA BENDA WAKAF
D. PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN HARTA WAKAF
KB 3 : WAKAF BENDA BERGERAK BERUPA UANG DAN WAKAF BENDA TIDAK BERGERAK (TANAH)
A. WAKAF UANG
B. WAKAF TANAH 



MODUL 5
PENGANTAR HUKUM LEMBAGA KEUANGAN DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN SYARIAH
KB 1 : PENGANTAR HUKUM PERBANKAN SYARIAH
A. ASPEK KELEMBAGAAN PERBANKAN SYARIAH
B. ASPEK KEGIATAN USAHA DAN PRODUK PERBANKAN SYARIAH
C. PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH
KB 2 : PENGANTAR HUKUM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH NONBANK
A. PRINSIP DASAR OPERASIONAL ASURANSI SYARIAH
B. PRINSIP DASAR OPERASIONAL PASAR MODAL SYARIAH
KB 3 : PENGANTAR HUKUM LEMBAGA PEMBIAYAAN SYARIAH
A. PENGERTIAN DAN JENIS LEMBAGA PEMBIAYAAN SYARIAH
B. KEGIATAN OPERASIONAL PERUSAHAAN PEMBIAYAAN SYARIAH



MODUL 6
HUKUM PERKAWINAN ISLAM
KB 1 : RUKUN DAN SYARAT PERKAWINAN MENURUT FIKIH MUNAKAHAT, UNDANG-UNDANG PERKAWINAN, DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM
Ketentuan Peraturan Perkawinan:
Hukum Materiil; UU 1/1974 dan PP 9/1975 sebagai peraturan pelaksananya
Hukum Formil; UU 7/ 1989
Aturan Pelengkap; Kompilasi Hukum Islam (KHI) ditetapkan melalui Inpres 1 / 1991

A. PEMBAHASAN FIKIH MUNAKAHAT, UNDANG-UNDANG PERKAWINAN DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM
1. Fiqih Munakahat; peraturan yang berhubungan dengan perbuatan manusia berdasarkan wahyu Allah SWT yang mengatur mengenai perkawinan dan berlaku bagi seluruh umat islam.
2. UU Perkawinan
3. Kompilasi Hukum Islam;

B. PENGERTIAN PERKAWINAN
C. HUKUM MELAKUKAN PERKAWINAN
1. Perkawinan yang wajib; 2. Perkawinan yang Sunah; 3. Perkawinan yang Haram; 4. Perkawinan yang Makruh; 5. Perkawinan yang Mubah
D. RUKUN DAN SYARAT PERKAWINAN

KB 2 : POLIGAMI, NIKAH SIRIH, DAN KAWIN HAMIL DALAM PERSPEKTIF HUKUM INDONESIA
A. POLIGAMI
B. NIKAH SIRI
C. KAWIN HAMIL

KB 3 : PUTUSNYA PERKAWINAN, RUJUK, DAN AKIBAT HUKUMNYA
A. PUTUSNYA PERKAWINAN
1. Talak;
2. khulu'; perceraian yang terjadi atas permintaan isteri dengan memberi tebusan atau iwadh atau ganti rugi kepada dan atas persetujuan suami.
3. Fasakh; membatalkan perkawinan atau merusak perkawinan oleh Pengadilan Agama.
4. Zhigar; ucapan lelaki kepada isterinya (seperti ibunya); perkataan tersebut suami menginginkan perceraian
5. Ila'; sumpah suami untuk tidk menggauli isterinya.
6. Li'an; menuduh isterinya berbuat zinah
B. RUJUK 
C. AKIBAT PUTUSNYA PERKAWINAN
KB 4 : HADHANAH, PENGINGKARAN ANAK, DAN PERWALIAN
A. HADHANAH
Memelihara anak yang masih kecilsetelah terjadinya putus perkawinan.
B. PENGINGKARAN ANAK
C. PERWALIAN ANAK




MODUL 7
PENGANTAR HUKUM KEWARISAN ISLAM
KB 1 : UNSUR-UNSUR KEWARISAN ISLAM
A. PENGERTIAN HUKUM KEWARISAN ISLAM
B. UNSUR-UNSUR KEWARISAN ISLAM
KB 2 : ASAS-ASAS HUKUM KEWARISAN ISLAM
A. ASAS-ASAS HUKUM KEWARISAN ISLAM 
B. IMPLEMENTASI ASAS-ASAS HUKUM KEWARISAN ISLAM DALAM KASUS KEWARISAN ISLAM
KB 3 : PEMBAGIAN WARIS ISLAM 
A. PROSES SEBELUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN
B. PEMBAGIAN WARIS BAGI AHLI WARIS LANGSUNG
C. PEMBAGIAN WARIS BAGI AHLI WARIS PENGGANTI
KB 4 : WASIAT DAN HIBAH
A. PENGERTIAN WASIAT DAN HIBAH
B. PENGATURAN WASIAT DAN HIBAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM




MODUL 8
SUSUNAN, KEDUDUKAN, DAN ASAS HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA
KB 1 : SUSUNAN, KEDUDUKAN, DAN KEWENANGAN PERADILAN AGAMA MENURUT UNDANG-UNDANG DI BIDANG KEKUASAAN KEHAKIMAN
A. SUSUNAN DAN KEDUDUKAN PERADILAN AGAMA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN
B. KEWENANGAN PERADILAN AGAMA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 50 TAHUN 2009
KB 2 : ASAS-ASAS HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA
A. ASAS-ASAS ACARA HUKUM PERADILAN AGAMA
B. ASAS-ASAS KHUSUS DALAM ACARA PERADILAN AGAMA
KB 3 : PEMBAHARUAN PERADILAN AGAMA DI INDONESIA
A. PEMBAHARUAN KOMPETENSI ABSOLUT PERADILAN AGAMA
B. PEMBAHARUAN DALAM KEWENANGAN DI BIDANG EKONOMI SYARIAH



MODUL 9
PRAKTIK ACARA PERADILAN AGAMA
KB 1 : MENDIASI PENGADILAN DI PERADILAN AGAMA
A. PENGERTIAN MEDIASI DAN MEDIASI PENGADILAN
Definisi Mediasi secara teknis yuridis tidak ada dalam UU 30/1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa; Pasal 1 berbunyi : APS adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian diluar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli; Mediasi adalah sebagai lembaga penyelesaian Sengketa diluar pengadilan dan termasuk salah satu dari Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Mengintegrasikan Mediasi kedalam proses peradilan sehingga lahirlah istilah Mediasi Pengadilan; diatur PERMA No 1/2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan (PERMA Mediasi Pengadilan) yang menggantikan PERMA 2/2003.
Pasal 1 angka 7 : Mediasi Pengadilan didefinisikan sebagai cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator.

Pasal 15 PERMA; Tugas Mediator :
1. Mediator wajib mempersiapkan usulan jadwal pertemuan mediasi kepada para pihak untuk dibahas dan disepakati.
2. Mediator wajib mendorong para pihak untuk secara langsung berperan dalam proses mediasi.
3. Apabila dianggap perlu, mediator dapat melakukan kaukus
4. Mediator wajib mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali kepentingan mereka dan mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi para pihak.

Pada pokoknya mediasi pengadilan adalah proses yang dilakukan sebelum pemeriksaan pokok perkara. Mediasi Pengadilan di Peradilan agama bersifat Mandatory (Mandatory Mediation) sehingga proses ini wajib ditempuh para pihak sebelum dilakukan pemeriksaan perkara di muka sidang.

B. PENGATURAN DAN MEKANISME MEDIASI PENGADILAN
Pasal 4 PERMA 2008; Perkara yang dapat dimediasi : " Kecuali perkara yang diselesaikan melalui prosedur pengadilan niaga, pengadilan hubungan industrial, keberatan atas putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, dan keberatan atas putusan Komisi Pengawasan Persaingan Usaha, semua sengketa yang diajukan ke Pengadilan Tingkat Pertama wajib lebih dahulu diupayakan penyelesaian melalui perdamaian dengan bantuan mediator "

KB 2 : ARTI PENTING SIDANG PERTAMA
A. GUGATAN ATAU PERMOHONAN
B. SIDANG PERTAMA, JAWABAN, REPLIK, DUPLIK, INTERVENSI, SITA
KB 3 : PEMBUKTIAN, KESIMPULAN, PENETAPAN/PUTUSAN, DAN UPAYA HUKUM
A. PEMBUKTIAN DAN KESIMPULAN
B. PUTUSAN DAN PENETAPAN
C. UPAYA HUKUM
D. EKSEKUSI
E. KEKHUSUAN ACARA DI PERADILAN AGAMA