HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL



DAFTAR ISI

MODUL 1 : PENGERTIAN DAN SEJARAH HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
MODUL 2 : PENGATURAN INTERNASIONAL TERKAIT HKI
MODUL 3 : HAK CIPTA
MODUL 4 : PATEN
MODUL 5 : STUDI KASUS TENTANG MEREK TERKENAL
MODUL 6 : DESAIN INDUSTRI
MODUL 7 : INDIKASI GEOGRAFIS
MODUL 8 : RAHASIA DAGANG
MODUL 9 : HUKUM ANTI MONOPOLI DALAM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL




MODUL 1 
PENGERTIAN DAN SEJARAH HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
KB 1 : PENGERTIAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL 
A. HAK ATAU RIGHTS
Dalam kaitannya dengan Posisi Kata Hak (Rights; inggris) pengertiannya akan tergantung apakah sebagai Kata Sifat, Kata Keterangan, Kata Benda, atau Kata Kerja.
Dikaitkan dengan Hukum atau UU maka Kata Hak menempati posisi sebagai Kata Benda dengan pengertian sebagai kepemilikan atas kebendaan tersebut baik yang berwujud maupun tidak berwujud.
Kata Hak tidak pernah berdiri sendiri misalnya; HAM, Hak Hidup, Hak untuk mendapatkan kehidupan yang layak, dan Hak Kekayaan Intelektual.
Pengertian Hak dalam Bidang Hukum atau UU akan selalu dikaitkan dengan kepemilikkan atas sesuatu benda baik yang kasat mata maupun tidak kasat mata.

B. KEKAYAAN 
Kekayaan sebagai Istilah berasal dari kata dasar kaya dengan pengertian; adanya kememilikan atas suatu benda atau aset yang memiliki nilai baik materiil maupun immateriil.
Adanya imbuhan "ke" pada "Kaya" dan akhiran "an" sebagai bentuk bahwa benda atau aset itu telah dimiliki oleh suatu pihak. Bila dibandingkan dengan kata dasar "Kaya" dengan kata jadian "Kekayaan" maka akan dirasakan makna lebih spesifik pada istilah kekayaan.
Tetapi bila istilah tersebut dipergunakan dalam bidang hukum dan perundang-undangan maka akan kembali pada pengertian adanya kepemilikan terhadap kebendaan baik yang kasat mata maupun yang tidak.
Dengan pengertian ini pengaturan lebih lanjut akan lebih mudah dengan merujuk pada hukum kebendaan baik yang bergerak maupun tidak bergerak. Namun demikian, juga terdapat kemungkinan pengaturan tersendiri misalnya hak kekayaan intelektual, hak anak, dll.

C. INTELEKTUAL
Intelektual sebagai Kata Sifat; akan sangat erat kaitannya dengan proses berpikir yang menggunakan atau melibatkan daya nalar, mental, yang disertai dengan alasan-alasan logis dan bukan langkah emosional.
Intelektual juga akan dipengaruhi pengetahuan (knowledge). Oleh karena itu intelektualitas akan dapat mengembangkan dan membangun kemampuan berpikir, memahami  dan memberikan pemahaman dengan alasan yang jelas dan mudah dimengerti melalui kombinasi dari pengetahuan (knowledge) yang luas dan beragam.

Sebagai Kata Benda, Intelektual akan terkait dengan orang-orang yang memiliki kecerdasan dalam mengolah daya dan kemampuan berpikirnya secara runtun dan terdidik dalam bidang-bidang yang diminati masing-masing orang termasuk sains, seni dan sebagian besar aktivitas yang menarik lainnya dan melibatkan daya nalar/pikirnya.
Daya pikir seseorang tidaklah berhenti (statis) melainkan dinamis sesuai dengan tingkat pemahaman dan pengetahuan masing-masing. Dengan demikian, intelektual dengan memanfaatkan daya pikir dapat melanglangbuana kemampuan dengan tanpa batas. Batasan-batasan intelektual akan terletak pada sistem Hak Kekayaan Intelektual.

D. KEKAYAAN INTELEKTUAL 
Dalam Microsoft Encarta Dictionary disebutkan bahwa Kekayaan Intelektual (intellectual property) termasuk sebagai kata benda dengan pengertian kekayaan atau karya asli yang dilindungi oleh UU dengan kriteria karya kreatif orisinil yang dapat diwujudkan dalam bentuk nyata baik melalui paten, merek, atau Hak Cipta dan bentuk kekayaan intelektual lainnya.
sdementara itu dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia masih memberikan pengertian sebagai Hasil Reka Cipta yang dimiliki seseorang.

Kekayaan Intelektual sebagai bentuk kekayaan yang berasal dari kemampuan intelektual manusia memiliki dimensi yang luas dan tidak terbatas. Wujud yang dikenal hingga saat ini adalah Hak Cipta dan Kekayaan Industri. yang keduanya memiliki berbagai turunan. Apapun yang dihasilkan oleh kemampuan intelektual manusia dapat dikatakan sebagai Kekayaan Intelektual. Namun demikian, potensi masing-masing kekayaan untuk dapat dikomersialkan adalah berbeda-beda.

Istilah Kekayaan Intelektual juga berdimensi moral, dimana siapa[un yang terlibat dalam menghasilkan kekayaan harus dituliskan namanya dalam dokumen Kekayaan Intelektual. Bila diperlukan juga dapar disusun riwayat (history) dimensi moral tersebut melalui penyebutan dalam bentuk rujukan (referensi). Penyebutan dalam bentuk rujukan telah diakomodasi bagi penulisan atau tulisan dalam berbagai karya ilmiah. Pesan yang disampaikan dalam penulisan rujukan demikian adalah dalam rangka menghargai karya intelektual pihak lain dari dimensi moralnya.

Kekayaan Intelektual sebagai bentuk kekayaan netral yang dapat dihasilkan dan dimiliki oleh hal yang berkarya dengan memanfaatkan kemampuan intelektualnya. Dengan bentuk yang demikian, kekayaan tersebut dapat dihasilkan oleh seseorang dengan tidak terpengaruh oleh keterbatasan fisik dari manusia itu sendiri.
Semua orang memiliki kemampuan intelektual boleh dan dapat berkarya untuk menghasilkan kekayaan intelektual. Nilai ekonomi dari kekayaan intelektual tidak akan datang dengan sendirinya tanpa ada upaya lain. Hal yang sama juga terjadi pada kekayaan lainnya yang kasat mata, misalnya tanah, ladang, sawah. Kekayaan tersebut juga tidak mungkin dapat menghasilkan nilai ekonomi tanpa ada usaha atau upaya dari pemiliknya. Usaha tersebut dapat mencakup promosi dan lain-lain.

E. HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
Hak kekayaan intelektual (intellectual property rights) sebagai bentuk perlindungan hukum dari kekayaan intelektual baik yang wajib didaftarkan (hak kekayaan industri) maupun yang tidak wajib didaftarkan (hak cipta dan hak terkait). Dengan demikian, hak kekayaan intelektual dapat dipahami sebagai suatu hak yang dapat diperoleh atas karya-karya intelektual seseorang baik pribadi maupun kelompok.

sebagai penyeimbang dari hak adalah kewajiban. Hak akan diperoleh apabila kewajiban telah dijalankan/dilaksanakan. secara umum hak dari pemegang HKI adalah melarang pihak lain untuk mengeksploitasi/mengkomersialkan dalam skala ekonomi tanpa izin dari pemilik/pemegang HKI dimaksud. Komersialisasi dimaksud dapat mencakup membuat, memperbanyak, dlsb.

F. PENGERTIAN HAK CIPTA
Hak Cipta merupakan hak yang mengatur karya  intelektual di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan diberikan pada ide, prosedure, metode, atau konsep yang telah dituangkan dalam wujud tetap.
Yang paling utama adalah bahwa pendaftaran Hak Cipta bukan merupakan suatu kewajiban akan  tetapi hanya semata-mata untuk keperluan pembuktian belaka.
Salah satu cara untuk memperoleh  tanggal kapan hak cipta diwujudkan adalah melalui pengiriman via pos sehingga memperoleh stempel/cap pos. Stempel/Cap pos demikian dapat digunakan sebagai bukti untuk tanggal publikasi.

Istilah yang berkaitan dengan Hak Cipta :
  1. Pencipta; adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, keterampilan, atau keahlian yang dituangkan kedalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.
  2. Ciptaan; adalah hasil setiap karya pencipta yang menunjukan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra.
  3. Pemegang Hak Cipta; adalah Pencipta sebagai pemilik Hak Cipta, atau pihak yang menerima hak tersebut dari pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut.
  4. Pengumuman; adalah pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan, pengedaran, atau penyebaran suatu ciptaan dengan menggunakan alat apapun, termasuk media internet, atau melakukan dengan cara apapun sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar, atau dilihat orang lain.
  5. Lisensi; adalah izin yang diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemegang Hak Terkait kepada pihak lain untuk mengumumkan dan/atau memperbanyak ciptaannya atau produk Hak Terkaitnya dengan persyaratan tertentu.
G. PENGERTIAN PATEN
Paten merupakan perlindungan hukum terhadap karya intelektual di bidang teknologi yang telah dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik dalam bentuk proses atau produk atau penyempurnaan dan pengembangan atas proses atau produk yang telah ada. Oleh karena itu, Paten harus dipahami sebagai Hak ekslusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil Invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya pada pihak lain untuk melaksanakannya.

Beberpa pengertian istilah yang terkait dengan paten adalah sebagai berikut : 
Invensi; adalah Ide Inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi yang dapat berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan atas suatu proses atau produk dimaksud.
Inventor; adalah seorang yang secara sendiri atau beberapa orang yang secara bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan invensi.
Pemegang Paten; adalah inventor sebagai pemilik paten atau pihak yang menerima hak tersebut dari pemilik paten atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak tersebut
Paten Sederhana; adalah invensi yang memiliki nilai kegunaan lebih praktis daripada invensi sebelumnya dan bersifat kasat mata atau berwujud
Paten Biasa; adalah invensi yang sifatnya kasat mata atau tidak kasat mata baik produk, proses, atau metode, termasuk penggunaan, komposisi dan produk yang merupakan product by process

H. PENGERTIAN MEREK
Memiliki fungsi untuk membedakan suatu produk dengan produk lain dengan memberikan tanda, dimana tanda tersebut harus memiliki daya pembeda dan digunakan dalam perdagangan barang atau jasa.
Pada praktiknya merek digunakan untuk membangun loyalitas konsumen. Untuk Indonesia merek lebih dikenal dan lebih "strategis" dalam bisnis dibanding paten, yang masa perlindungannya terbatas dan tak dapat diperpanjang. Oleh karena itu, merek dipahami sebagai tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.

Beberapa Istilah yang terkait dengan merek adalah :

  1. Merek Dagang; digunakan pada barang yang diperdagangkan untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.
  2. Merek Jasa; digunakan pada jasa yang diperdagangkan untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.
  3. Merek Kolektif; digunakan pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya.
  4. Indikasi Geografis; Suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan.
I. PENGERTIAN DESAIN INDUSTRI 
Desain Industri sebagai sarana perlindungan atas penampilan dari suatu produk-produk industri yang dilihat dari segi estetika, kemudahan penggunaan, dan ergonominya.
Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan.

Istilah lain yang turut serta dalam memberikan sumbangan terhadap pemahaman desain industri adalah :

  1. Pendesain; seorang atau beberapa orang yang menghasilkan Desain Industri
  2. Hak Desain Industri; adalah Hak eksklusif yang diberikan oleh Negara Republik Indonesia kepada Pendesain atas hasil kreasinya unmtuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri, atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakan hak tersebut.

J. PENGERTIAN DESAIN TATA LETAK SIRKIT TERPADU
Desain Tata Letak Sirkit Terpadu sebagai Desai atas Layout (susuanan posisi) dua dimensi atau tiga dimensi atas sirkit terpadu. Oleh karena itu, dalam memahaminya perlu dimengerti masing-masing frase dari desain ini.

Dalam UU 32/2000 tentang Desain Tata Letak Sirkit Terpadu diberikan definisi antara lain :

  1. Sirkuit Terpadu; adalah suatu produk dalam bentuk jadi atau setengah jadi, yang didalamnya terdapat berbagai elemen dan sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, yang sebagian atau seluruhnya saling berkaitan serta dibentuk secara terpadu didalam sebuah bahan semikonduktor yang dimaksudkan untuk menghasilkan fungsi elektronik
  2. Desain Tata Letak; adalah kreasi berupa rancangan peletakan tiga dimensi dariberbagai elemen, sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, serta sebagian atau semua interkoneksi dalam suatu sirkuit terpadu dan peletakan tiga dimensi tersebut dimaksudkan untuk persiapan pembuatan Sirkuit Terpadu
  3. Pendesain; adalah seorang atau beberapa orang yang menghasilkan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
  4. Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu; adalah Hak ekslusif yang diberikan oleh Negara Republik Indonesia kepada Pendesaian atas hasil kreasinya, untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri, atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakan Hak tersebut.
  5. Pemegang Hak; adalah Pemegang Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, yaitu pendesain atau penerima Hak dari pendesain yang terdaftar dalam Daftar Umum Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
K. PENGERTIAN RAHASIA DAGANG
Rahasia Dagang sebagai bentuk perlindungan atas informasi yang masih dijaga dan dipertahanakan kerahasiaannya oleh karena informasi tersebut sangat bernilai dalam menentukan penghasilan material dan nonmaterial baik untuk masa saat ini maupun dimasa yang akan datang. Oleh karena itu, dalam UU 30/2000 tentang Rahasia Dagang telah didefinisikan sebagai berikut :

  1. Rahasia Dagang; adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dlam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh Pemilik Rahasia Dagang.
  2. Hak Rahasia Dagang; adalah Hak atas Rahasia Dagang Yang timbul berdasarkan UU 30/2000 tentang Rahasia Dagang.

L. PENGERTIAN VARITAS TANAMAN 
Hak Perlindungan Varietas Tanaman (PVT) adalah Hak yang diberikan kepada pemulia dan/atau pemegang Hak PVT untuk menggunkan sendiri varietas hasil pemuliaannya atau memberi persetujuan kepada orang atau badan hukum lain untuk menggunakannya selama waktu tertentu.
Hal ini memberikan pengertian bahwa perlindungan diberikan terhadap varietas tanaman yang dihasilkan oleh pemulia tanaman melalui kegiatan pemuliaan tanaman.

Beberapa istilah yang terkait dan digunakan dalam Perlindungan Varietas Tanaman antara lain :

  1. Perlindungan Varietas Tanaman (PVT); adalah perlindungan khusus yang diberikan negara, yang dalam hal ini diwakili oleh Pemerintah dan pelaksanaannya dilakukan oleh Kantor Perlindungan Varietas Tanaman, Terhadap Varietas Tanaman yang dihasilkan oleh pemulia tanaman melalui kegiatan pemuliaan tanaman.
  2. Varietas Tanaman; Varietas; adalah sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies yang ditandai oleh bentuk tanaman, pertumbuhan  tanaman, daun, bunga, buah, biji dan ekspresi karakteristik genotipe atau kombinasi genotipe yang dapat membedakan dari jenis atau spesies yang sama oleh sekurang-kurangnya satu sifat yang menentukan dan apabila diperbanyak tidak mengalami perubahan.
  3. Pemuliaan Tanaman; adalah rangkaian kegiatan penelitian dan pengujian atau kegiatan penemuan dan pengembangan suatu varietas, sesuai dengan metode baku untuk menghasilkan varietas baru dan mempertahankan kemurnian benih varietas yang dihasilkan.
  4. Benih Tanaman; Benih; adalah tanaman dan/atau bagiannya yang digunakan untuk memperbanyak dan/atau mengembangbiakkan tanaman.
M. TABULASI JENIS HKI DAN UNDANG-UNDANGNYA


N. TABULASI JENIS HKI DAN MASA PERLINDUNGAN


O. TABULASI JENIS HKI DAN KRITERIA




















KB 2 : SEJARAH PERKEMBANGAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL 
A. ERA KEBANGKITAN INDUSTRI (1400 - 1800)
HKI memiliki sejarah sejak Peraturan Perundang-Undangan mengenai HKI yang pertama kali ada di Venice, Italia. Peraturan ini lahir pada tahun 1470 yang menyangkut masalah paten. Nama-nama seperti Caxton, Galileo, dan Guttenberg merupakan  inventor-inventor yang telah tercatat dalam kurun waktu tersebut dengan memonopoli ivensinya masing-masing.

Tahun 1500-an aturan-aturan dibidang paten tersebut mulai diadopsi oleh Kerajaan Inggris yang kemudian lahir hukum mengenai paten yang pertama di Inggris yaitu Statute of Monopolies (1623). Dalam aturan ini paten sebagai surat paten yang diberikan oleh Kerajaan untuk memonopoli selama jangka waktu tertentu kepada industri oleh karena kemampuan mereka atas teknologi yang baru.

Di Amerika Serikat, UU Paten lahir tahun 1791, Pada tataran Internasional peraturan di bidang HKI pertama kali lahir pada tahun 1883 dengan lahirnya Paris Convention (1886) untuk masalah Hak Cipta (Copyright). Kedua konvensi tersebut antara lain membahas tentang standarisasi, p[ertukaran informasi, perlindungan minimum, dan prosedur mendapatkan Hak Kekayaan Intelektual.
Adanya kedua konvensi tersebut adalah mulai dibentuknya biro administratif yang bernama The United International Bureau for The Protection of Inttellectual Property yang kemudian dikenal dengan nama World Inttellectual Property Organisation (WIPO). WIPO sebagai organisasi tingkat Internasional dibawah lembaga PBB yang khusus menangani masalah HKI.

B. ERA 1900 - SEBELUM KEMERDEKAAN
Peraturan lain yang terkait dengan HKI di level Internasional mencakup hasil perundingan di Uruguay yang dikenal sebgai Putaran Uruguay (Uruguay Round); Kurun waktu 1986-1994; membahas tentang tarif dan perdagangan dunia atau General Agreement on Tariffs and Trade (GATT). Hasil dari putaran ini adalah dengan membentuk Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organisation (WTO)
Kesepakatan lain adalah Persetujuan tentang aspek-aspek yang berhubungan dengan Perdagangan dan Hak Kekayaan Intelektual atau Agreement on Trade Related Aspects of Inttellectual Property Rights (TRIPs).
Tahun 1994 Indonesia meratifikasi persetujuan WTO melalui UU 7/1994.

Pemerintah Kolonial Belanda mulai memperkenalkan UU pertama mengenai perlindungan HKI tahun 1844. Pemerintah Belanda mengundangkan UU merek (1885), UU Paten (1910), dan UU Hak Cipta (1912).

Indonesia yang dikenal dengan nama Netherlands East - Indies tel,ah menjadi anggota Paris Convention For The Protection of Industrial Property sejak tahun 1888, anggota Madrid Convention dari tahun 1893 sd 1936, dan anggota Berne Convention for The Protection of Literary and Artistic Works sejak tahun 1914. Tahun 1942 saat pendudukan Jepang semua peraturan perundang-undangan di Bidang HKI tersebut tetap berlaku.

C. ERA SETELAH INDONESIA MERDEKA 
Sebagaimana ditetapkan dalam Ketentuan Peralihan UUD 1945, Seluruh pertauran Perundang-Undangan peninggalan Kolonial Belanda tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan UUD 1945.
UU Hak Cipta dan UU Merek peninggalan Belanda tetap berlaku, Sementara UU Paten tidak berlaku karena dianggap bertentangan dengan Pemerintah Indonesia. Sebagaimana ditetapkan dalam UU Paten peninggalan Belanda, Permohonan Paten dapat diajukan di Kantor Paten yang berada di Batavia (Jakarta), namun pemeriksaan atas permohonan paten tersebut harus dilakukan di Octrooiraad yang berada di Belanda.

Pada Tahun 1953 Menteri Kehakiman RI mengeluarkan pengumuman yaitu Pengumuman Menteri Kehakiman  No. J.S. 5/41/4, yang mengatur tentang pengajuan sementara permintaan paten dalam negeri, dan Pengumuman Menteri Kehakiman Nomor J.G. 1/2/17, yang mengatur tentang pengajuan sementara permintaan paten luar negeri.
Kedua pengumuman tersebut merupakan perangkat peraturan nasional pertama yang mengatur tentang paten. UU Indonesia pertama di bidang HKI disahkan pada tanggal 11 Oktober 1961, yaitu UU 21/1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan (UU Merek 1961) untuk mengganti UU merek Kolonial Belanda. Penetapan UU Merek yang mulai berlaku 11 Nopember 1961 dimaksudkan untuk melindungi masyarakat dari barang tiruan/bajakan.

Indonesia meratifikasi konvensi Paris (Paris Convention For The Protection of Industrial Property / Stockholm Revision 1967) pada tanggal 10 Mei 1979 berdasarkan Kepres No 24/1979. Namun demikian masih terdapat pengecualian (reservasi) terhadap sejumlah ketentuan, yaitu Pasal 1 sd 12, dan Pasal 28 ayat (1), oleh karena itu partisipasi Indonesia dalam Konvensi Paris saat itu belum sepenihnya.

UU 6/1982 tentang Hak Cipta disahkan pada tanggal 12 April 1982 untuk menggantikan UU Hak Cipta peninggalan Belanda dengan tujuan untuk mendorong dan melindungi penciptaan, penyebarluasan hasil kebudayaan di bidang karya ilmu, seni dan sastra serta mempercepat pertumbuhan kecerdasan kehidupan Bangsa.

D. ERA TIM KEPRES 34
23 Juli 1986 Presiden membentuk Tim Khusus di Bidang HKI melalui Kep No. 34/1986 (Tim Kepres 34). Bertugas utama mencakup penyusunan Kebijaksanaan Nasional di bidang HKI, perancangan peraturan perundang-undangan dibidang HKI dan sosialisasi sistem HKI dikalangan isntansi pemerintah terkait, aparat penegak hukum dan masyarakat luas.
Tim Kepres 34 selanjutnya membuat sejumlah terobosan, antara lain dengan mengambil inisiatif baru mengenai perdebatan nasional tentang perlunya sistem paten di tanah air. Setelah Tim Kepres 34 merevisi kembali RUU Paten yang telah diselesaikan pada tahun 1982, akhirnya pada tahun 1989 Pemerintah mengesahkan UU Paten dengan UU No 6/1989 tentang Paten.

19 September 1987 disahkan UU No 7/1987 sebagai perubahan atas UU NO 6/1982 tentang Hak Cipta. Dalam penjelasan UU 7/1987 dinyatakan bahwa perubahan atas UU No 12/1982 dilakukan karena semakin meningkatnya pelanggaran Hak Cipta yang dapat membahayakan kehidupan sosial dan menghancurkan kreatifitas masyarakat.

13 Oktober 1989 DPR menyetujui RUU tentang Paten, yang selanjutnya menjadi UU 6/1989 (UU Paten 1989) pada 1 Nopember 1989 yang mulai diberlakukan 1 Agustus 1991. Pengesahan UU ini mengakhiri perdebatan seberapa pentingnya sistem paten dan manfaatnya bagi Bangsa Indonesia.

Perangkat Hukum dibidang Paten diperlukan untuk memberikan perlindungan Hukum dan mewujudkan suatu iklim yang lebih baik bagi kegiatan penemuan teknologi. Hal ini disebabkan kartena dalam pembangunan nasional secara umum dan khususnya di sektor industri, teknologi memiliki peranan yang sangat penting.
Pengesahan UU Paten 89 juga dimaksudkan untuk menarik investasi asing dan mempermudah masuknya teknologi kedalam negeri. Mengembagkan sistem HKI termasuk Paten bukan semata karena tekananan internasional namunj juga karena kebutuhan nasional untuk menciptakan suatu sistem perlindungan HKI yang efektif.

28 Agustus 1992 disahkan UU 19/1992 tentang Merek menggantikan UU Merek 1961. UU 19/1992 mulai berlaku 1 april 1993.
Dua tahun berikutnya Indonesia menandatangani Final Act Embodying the result of the Uruguay round of Multilateral Trade Negotiations, yang mencakup Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPS).

Tahun 1997 Pemerintah merevisi perangkat peraturan Perundang-Undangan di bidang HKI, yaitu UU Hak Cipta 1987 jo UU 6/1982, UU Paten 1989, dan UU Merek 1992 dengan UU Perubahannya sebagai berikut UU 12/1997 tentang Hak Cipta, UU 13/1997 tentang Paten, UU 14/1997 tentang Merek.
Kemudian tahun 2000 disahkan empat UU dibidang HKI yaitu UU 30/2000 tentang Rahasia Dagang, UU 31/2000 tentang Desain Industri, UU 32/2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, UU 29/2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman.

Penyelarasan Perundang-Undangan bidang HKI dengan Persetujuan TRIPs Tahun 2001 Pemerintah merubah secara signifikan UU Paten dan Merek dengan mengesahkan UU 14/2001 tentang Paten, UU 15/2001 tentang Merek. Kedua UU tersebut menggantikan UU yang lama tentang Paten dan Merek masing-masing dalam satu naskah.
Pada Tahun 2002 juga terjadi pada Bidang Hak Cipta dengan disahkannya UU 19/2002 tentang Hak Cipta menggantikan UU yang lama dan berlaku efektif satu tahun sejak diundangkannya.

Ringkasan Perkembangan Peraturan Perundang-Undangan di Bidang HKI

E. ERA GLOBALISASI
Di masyarakay Internasional perlindungan HKI semakin ketat dan diawasi oleh suatu badan yang bernaung didalam sistem World Trade Organisation (WTO) yang disebut dengan Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Board/DSB).
Globalisasi Ekonomi mendorong Pengusaha untuk memperluas pasar ke negara lain yang potensial di seluruh dunia. Ekspansi ini harus didukung oleh upaya untuk meningkatkan daya kompetisi produk mereka di negara tujuan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mendapatkan perlindungan HKI untuk produk-produk yang mereka pasarkan.

Indonesia terlibat aktif dalam kerangka kerja HKI baik yang bersifat regional maupun Internasional. Kerja sama Internasional adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari sistem HKI Indonesia.
Standar HKI Internasional telah menjadi sebuah sumber yang penting bagi Hukum HKI Indonesia, dan Sistem administrasi internasional telah memberikan sumbangan kepada sistem administrasi HKI di Indonesia. Indonesia peserta aktif dalam banyak pengembangan HKI internasional saat ini, khususnya keterlibatan dalam Organisasi perdagangan dunia (WTO) dan Organisai HKI dunia (World Intellectual Property Rigjts Organisation / WIPO).

Keterlibatan Indonesia dimulai dengan meratifikasi Konvensi Paris (1950) - Sebuah perjanjian di bidang hak kekayaan industri, mengambil bagian Putaran Uruguay (1986-1994) - perundingan perdagangan Multilateral, termasuk perundingan tentang pendirian perjanjian di bidang aspek-aspek perdagangan dari HKI (TRIPs).
Perundingan Putaran Uruguay menetapkan sebuah paket aturan perdagangan dan pembentukan WTO sebagai sebuah lembaga formal untuk administrasi dan perundingan lebih lanjut dari aturan-aturan yang telah dihasilkan. Indonesia adalah salah satu anggota pertama yang bergabung dengan WTO pada saat organisasi tersebut didirikan tahun 1994.

Keterlibatan Indonesia berlanjut pada saat WIPO mengadakan perundingan mengenai perjanjian internasional di bidang Hak Cipta dalam lingkup lingkungan digital, disebut Perjanjian Hak Cipta WIPO (WIPO Copyright Treaty / WCT).
WTC merupakan kejadian besar yang terjadi dalam hukum HKI internasional sejak dicetuskannya TRIPs dimana negara Indonesia yang pertama meratifikasi perjanjian. Indonesia terus melanjutkan peran pentingnya dalam berbagai hal, khususnya negara pertama yang meratifiksai WCT, negara yang mengalami kemajuan yang paling berarti di bidang Hukum  HKI Internasional sejak TRIPs diluncurkan dan sebgai satu dari kelompok pertama negara berkembang yang terus meninjau ulang peraturan di bidang HKI melalui dewan TRIPs yang terdapat dalam WTO.

Di Regional ASEAN pada desember 1995 Indonesia bergabung dengan mitra ASEAN-nya untuk menetapkan Perjanjian Kerangka Kerja ASEAN di bidang kerja sama HKI. Perjanjian ini telah membangun proses kerja sama yang formal diantara negara-negara ASEAN yang tujuannya meliputi :

  1. Memperkuat dan Mempromosikan kerja sama terkait di bidang HKI, yang melibatkan lembaga-lembaga pemerintah, sektor-sektor swasta dan lembaga-lembaga profesional.
  2. Mengadakan pengaturan kerja sama antar anggota ASEAN di bidang HKI, menyumbangkan peningkatan solidaritas ASEAN, dan juga promosi inovasi teknologi serta pengalihan dan penyebaran teknologi
  3. Menyelidiki kemungkinan pendirian sebuah sistem Paten ASEAN, termasuk sebuah kantor Paten ASEAN
  4. Menyelidiki kemungkinan mendirikan sebuah sitem Merek ASEAN, termasuk kantor Merek ASEAN
  5. Mengkonsultasikan tentang perkembangan peraturan HKI negara-negara ASEAN dengan pandangan untuk menciptakan standar-standar dan praktik-praktik yang konsisten dengan standar internasional.
Untuk Wilayaj Asia Pasifik, Kerja sama Ekonomi Asia Pasifik (Asia Pacific Economic Cooperation/APEC) memiliki sebuah program aktif kerja sama di Bidang HKI. Program tersebut dikoordinasikan melalui kelompok ahli-ahli HKI APEC (Intellectual Property Right Experts Group/IPEG).
IPEG menekankan pada penetapan dan pelaksanaan aturan-aturan yang mengikat secara hukum yang telah disetujui. Penekanan dalam Proses IPEG adalah proses kerja sama suka rela, mengenai dasar-dasar kepentingan dan kepemilikan umum dari sistem HKI. Fokusnya adalah pada permasalahan penerapan praktis, termasuk bantuan teknik dalam rangka penerapan TRIPs, dan harmonisasi adminitrasi.
Inisiatif dari  IPEG mencakup :
  1. Dukungan secara praktis terhadap penerapan TRIPs secara luas dari anggota APEC
  2. Administrasi dan Penegakkan HKI yang diharmonisasikan secara lebih baik dan lebih efisien, yang didukung oleh kesadaran masyarakat yang lebih besar dan pemanfaatan sistem HKI yang lebih terlatih dalam perdagangan dan sektor-sektor publik.
  3. Dialog kebijakan dan pertukaran informasi mengenai permasalahan HKI yang sedang muncul.
  4. Respon secara praktis terhadap kebutuhan yang diidentifikasikan pada administrasi HKI yang dipersingkat.



MODUL 2
PENGATURAN INTERNASIONAL TERKAIT HKI
KB 1 : BERNE CONVENTION FOR THE PROTECTION OF LITERARY AND ARTISTIC WORKS
A. PENDAHULUAN 
Berne Convention pertama kali disepakati di Swiss (9 September 1886); 8 kali diperbaruhi :
1. Pembaharuan I di Paris (4 mei 1896); 2. Pembaharuan II di Berlin (13 nov 1908); 3. Pembahruan III di Berne (20 Maret 1914); 4. Pembaharuan IV di Roma (2 Juni 1928); 5. Pembaharuan V di Brussels (26 Juni 1948); 6. Pembaharuan VI di Stockholm (14 Juni 1967); 7. Pembaharuan VII di Paris (24 Juli 1971); 8. Pembaharuan VIII di Paris (28 Sept 1979).
Yang berlaku sekarang adalah Pembaharuan terakhir (VIII).

B. KETENTUAN-KETENTUAN PENTING DALAM BERNE CONVENTION
Berne Convention; perjanjian ini spesifik mengatur salah satu dari dua cabang HKI yaitu mengenai Hak Cipta dan Hak-Hak Terkait dengan Hak Cipta. Hal terpenting adalah pemberian perlindungan terhadap benda-benda hasil ciptaan dari seorang pencipta di setiap negara anggota Berne Convention.

Usaha untuk mewujudkan perlindungan; mengamanatkan anggota-anggotanya untuk membentuk suatu perkumpulan (union) menghimpun usaha perlindungan bagi Hak-hak cipta dan hasil ciptaan mereka.
Perkumpulan dari negara-negara peserta Berne Convention adalah dikenal dengan sebutan Berne Union.

Hasil-hasil ciptaan yang dilindungi antara lain adalah setiap hasil ciptaan dalam bidang literatur, keilmuan, seni, buku pamplet, drama/drama musikal, karya koreografi, karya sinematografi, lukisan, fotografi, sketsa, karya tiga dimensi, dll. Saat ini 164 negara anggota dari Berne Convention termasuk Indonesia.

Beberapa Ketentuan Penting Berne Convention :
1. Setiap bentuk Karya Cipta terperinci dalam Pasal 2 ayat (1), akan memperoleh perlindungan di setiap negara Berne Union; Perlindungan ditujukan untuk keuntungan si pencipta dan ahli warisnya.
2. Kriteria pemberian Perlindungan bagi pencipta dan ahli warisnya : (a) Apabila pencipta warga negara anggota Berne Union. (b) Jika bukan warga negara; sehari-hari bertempat tinggal di Berne Union.
3. Pencipta memiliki hak moral dan hak ekonomi atas hasil karyanya.
4. Hak Ekonomi; Hak untuk mendapat manfaat ekonomi atas ciptaan
5. Hak Moral adalah Hak yang dimiliki pencipta untuk : (a). Menyatakan klaim ciptaan atas karya ciptanya, (b) Menolak segala perubahan, pemotongan atau modifikasi terhadap karya ciptaannya, (c) Segala perbuatan lain yang berkaitan dengan karya ciptanya yang akan memperngaruhi reputasinya sebagai pencipta.
6. Jangka waktu perlindungan terhadap Hak Cipta 50 tahun setelah kematian pencipta (Psl 2(1)).
7. Menjadi anggote Berne Convention; Wajib negara peserta menerapkan 3 Prinsip dalam perundang-undangan nasionalnya  dibidang Hak Cipta, yaitu :
a. Prinsip National Treatmen (Psl 5 ayat 1 dan 3); Ciptaan  yang berasal dari salah satu negara peserta harus mendapat perlindungan hukum hak cipta yang sama seperti perlindungan hukum yang diperoleh ciptaan seorang pencipta yang merupakan warga negara sendiri.
b. Prinsip Automatic Protection (Psl 5 ayat 2); Pemberian perlindungan hukum harus diberikan secara langsung tanpa harus memnuhi syarat apapun (must not be upon complience with any formality)
c. Prinsip Independence of Protection (Psl 5 ayat 2); Suatu perlindungan hukum diberikan tanpa harus bergantung kepada pengaturan perlindungan hukum negara asal pencipta.

C. KETERKAITAN INDONESIA DENGAN BERNE CONVENTION
1 Agustus 1931 Berne Convention berlaku di Hindia Belanda dengan Staatblad tahun 1931 No.325. Tahun 1958 Kabinet Juanda (Kabinet Karya) menyatakan Indonesia keluar dari Berne Convention :
1. Alasan keluar adalah sebagai negara baru Indonesia membutuhkan hasil karya dari luar negeri untuk pembangunannya (Mempersukar Penerjemahan karya luar negeri)
2. diharuskan terlebih dahulu meminta izin dari pemegang Hak Cipta
3. Beban untuk membayar royalti kepada pemegang Hak Cipta
4. Perlindungan kepada pencipta luar negeri lebih besar dibandingkan perlindungan hak cipta warga negara indonesia diluar negeri.
Pada 7 Mei 1997 Indonesia kembali ikut dalam Berne Convention; melalui Kepres 18/1997 tentang Pengesahan Berne Convention fot The Protection of Literary and Artistic Works; ratifikasi ini konsekuensi dari keanggotaan Indonesia dalam Agreement on EstablishingWorld Trade Organization (Persetujuan Pembentukan WTO); didalamnya meliputi Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights Including Trade in Conterfeit Goods (Persetujuan TRIPs); Persetujuan TRIPs mengamanatkan negara anggota WTO tunduk ketentuan Berne Convention.
Ratifikasi kembali Berne Convention diikuti dengan melakukan persyaratan (reservasi) terhadap Psl 33 ayat 1 Berne Convention:

D. KONVENSI-KONVENSI LAIN YANG BERKAITAN DENGAN HAK CIPTA
1. Konvensi Hak Cipta Universal 1955 (Universal Copright Convention 1955);
disponsor UNESCO (PBB) mengakomodasi dua aliran falsafah berkaitan dengan Hak Cipta yang berlaku dikalangan masyarakat Internasional; Yang menganut civil law system berkelompok keanggotaannya pada Konvensi Bern, Yang menganut Common law system berkelompok pada Konvensi Hak Cipta Refional terutama negara Amerika Latin dan Amerika Serikat.
6 september 1952 lahirlah Universal Copyright Convention (UCC) di Jenewa Swiss dengan 12 ratifikasi berlaku efektif 16 september 1955. UCC dilampirkan tiga protokol:
1. Protokol 1 ; Mengenai perlindungan karya dari orang-orang yang tanpa kewarganegaraan dan orang pelarian.
2. Protokol 2 ; Tentang berlakunya konvensi ini atas karya-karya dari pada organisasi internasional tertentu
3. Protokol 3 ; Berkenaan dengan cara-cara untuk memungkinkan turut serta secara bersyarat.
Ketentuan yang ditetapkan menurut Pasal-pasal Konvensi UCC :
1. Prinsip Adequate and Effective Protection; perlindungan hukum terhadap pencipta dan pemegang hak cipta.
2. Prinsip National Treatment; Ciptaan Warga Negara yang diterbitkan pertama kali di negara peserta konvensi
3. Ketentuan Formalities; Bahwa suatu negara peserta konvensi menetapkan dalam perundang-undangan nasionalnya syarat-syarat tertentu sebagai formalitas bagi timbulnya hak cipta
4. Ketentuan Duration of Protection; jangka waktu minimum perlindungan hukum hak cipta selama hidup ditambah paling sedikit 25 tahun setelah kematian
5. Ketentuan Translations Rights; hak cipta mencakup juga hak eksklusif pencipta untuk membuat, menerbitkan, dan memberi izin untuk menerbitkan suatu terjemahan dari ciptaannya.
6. Ketentuan Juridiction of the International Court of justice; suatu sengketa yang timbul antara dua atau lebih negara peserta konvensi mengenai penafsiran atau pelaksanaan konvensi.
7. Ketentuan Bern safeguard Clause; UCC beserta appendixnya merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

2. Konvensi Roma 1961, Konvensi Internasional untuk Perlindungan bagi Artis Pelaku, Produser Rekaman dan Lembaga Penyiaran
(Rome Convention 1961, International Convention For the Protection of Performners, Producers Of Phonograms And Broadcasting Organizations)
diprakarsai Berne Convention 26 Oktober 1961; memajukan perlindungan hak cipta khusunya perlindungan terhadap hak-hak yang dikelompokan dengan nama hak-hak yang berkaitan (Neighboring Rights/Related Rights).
Tujuan Konvensi; pengaturan internasional perlindungan hukum tiga kelompok pemegang hak cipta atas hak-hak yang berkaitan : (1) Artis-artis pelaku; penyanyi, aktor, musisi, penari dll; karya cipta sastra dan seni  (2) Produser rekaman   (3) Lembaga Penyiaran.


KB 2 : PARIS CONVENTION FOR THE PROTECTION OF INDUSTRIAL PROPERTY
A. PENDAHULUAN
Berne Convention mengatur cabang HKI mengenai Hak Cipta dan Hak-hak terkait dengan Hak Cipta. Paris Convention mengatur cabang HKI mengenai Industrial property (Hak milik industrial).
Hak milik industrial meliputi;
(a) Hasil ciptaan; adalah solusi baru dalam permasalahan teknik
(b) desain industri; adalah kreasi estetis yang menentukan tampilan dari sebuah produk industri
Hak milik industrial meliputi : 1. merek dagang, 2. merek jass, 3. nama dagang, 4. indikasi geografis, 5. perlindungan terhadap persaingan tidak sehat, 6. paten.
Dilindungi hak milik industrial adalah benda atau objek yang berupa tanda-tanda yang menyampaikan informasi kepada konsumen terkait dengan produk dan jasa yang ditawarkan.

B. KETENTUAN-KETENTUAN PENTING DALAM PARIS CONVENTION
Paris Convention pertama kali di Paris 20 maret 1883; beberapa kali pembaharuan yaitu : 1. I Brussels 14 desember 1900; 2. II Washington 2 Juni 1911; 3. III Den Haag 6 November 1925; 4. IV London 2 Juni 1934; 5. V Lisabon 31 oktober 1958; 6. VI Stockholm 14 Juli 1967

Negara Paris Convention membuat perkumpulan (union) yaitu Paris Union; Hak Milik Industrial yang diatur Paris Convention meliputi; 1. Paten, 2.Paten sederhana (utility model), 3.Desain Industri (industrial designs), 4.Merek Dagang (trademarks), 5.Merek Jasa (service marks), 6.Nama Dagang (trade names), 7.Indikasi-asal (indications of sources), 8.indikasi geografis (appellations of origin), 9.Pencegahan persaingan curang (the repressions of unfair competition)

Diatur juga dalam Paris Convention adalah mengenai :
- National Treatment (Perlakuan Nasional) yang diatur dalam Pasal 2 PC; " Nationals of anu country of the Union shall ....., to nationals; .... the same protection....... the same legal remedy......nationals are complied with "; Mengamanahkan negara anggotanya untuk memberikan perlakuan yang sama dengan warga negaranya terhadap seluruh warga negara dari negara anggota PC sehubungan dengan pemberian perlindungan terhadap Hak Milik Industrial.
- Same Treatment  Pasal 3 PC; " National of countries outside the union who are domiciled or who ........ shall be treated in the same manner ......... of the union " ; Diberikannya perlakuan yang sama bagi warga negara yang bukan berasal dari negara anggota PC, namun berdomisili atau memiliki usaha komersil yang efektif di negara naggota PC.

C. PATEN (PATENT)
Perlindungan Paten di negara anggota PC dan diberikan terhadap warga negara dari negara anggota PC haruslah dianggap independen dan terpisah dari penemuan yang sama yang berada di negara anggota PC ataupun bukan anggota PC.
Apabila terjadi pelarangan atau pembatasan penjualan terhadap produk yang diberikan perlindungan paten berdasarkan hukum nasional dari negara anggota PC, tidak menjadi dasar penolakan pengajuan perlindungan paten tersebut.
Seorang penemu paten mempunyai hak untuk disebutkan namanya dalam produk temuannya yang diberikan perlindungan paten; Terhadap pemebrian perlindungan paten oleh negara anggota PC, harus diatur dan diberikan pula lisensi wajib untuk menghindari pelanggaran-pelanggaran terhadap hak eksklusif dari penemu produk paten.
Ketika sebuah produk paten di impor ke negara anggota PC lainnya yang juga memilikiperlindungan paten terhadap proses pembuatan produk yang sama, pemegang hak paten tetap memiliki hak terhadap produk yang diimpor tersebut berdasarkan ketentuan yang terdapat di negara tempat produk tersebut diimpor.
Ketentuan yang berlaku untuk paten, berlaku pula untuk paten sederhana (utility models).

D. DESAIN INDUSTRI (INDUSTRIAL DESIGNS)
Setiap negara anggota PC harus memberikan perlindungan terhadap desain Industri; Perlindungan tidak boleh dihapuskan baik oleh karena tidak diproduksinya produk-produk yang diberikan perlindungan desain industri atau oleh karena dilakukannya impor terhadap produk-produk tersebut.

E. MEREK DAGANG (TRADEMARKS)
Negara anggota PC harus memberikan perlindungan terhadap Merek. Prosedur permohonan perlindungan diatur dalam hukum nasionalnya masing-masing. Terhadap merek yang terdaftar dan dilindungi di negara asal, akan pula diterima permohonan pendaftaran dan perlindungan dinegara anggota PC lainnya.
Suatu negara dianggap sebagai negara asal dari merek jika memnuhi salah satu ketentuan berikut : (1). Negara tempat permohonan memiliki kegiatan industri atau komersial yang nyata dan efektif; (2). Negara tempat pemohon berdomisili di salah satu negara anggota PC; (3). Negara tempat permohonan menjadi warga negara.

F. NAMA DAGANG (TRADE NAMES)
Negara anggota PC harus memberikan perlindungan terhadap nama dagang, baik yang merupakan bagian dari suatu merek atau bukan, tanpa harus ada kewajiban untuk melakukan permohonan pendaftaran terhadap nama dagang tersebut.

G. PENCEGAHAN PERSAINGAN CURANG (THE REPRESSION OF UNFAIR COMPETITION)
Negara PC harus memastikan perlindungan yang efektif kepada warga negara anggota PC terhadap terjadinya persaingan curang. Hal-hal dibawah ini dilarang untuk dilakukan : (1). Tindakan secara natural menciptakan kebingungan terhadap pendirian, barang-barang, atau kegiatan industri atau komersial dari pihak kompetitor; (2). Melakukan tuduhan yang tidak berdasar dalam perdagangan yang mendeskreditkan pendirian, barang-barang, atau kegiatan industri atau komersial dari pihak kompetitor;  (3). Indikasi atau tuduhan yang digunakan dalam perdagangan, yang dapat menyesatkan publik terhadap asal usul, proses produksi, karakteristik, kecocokan dengan tujuan pembuatan atau jumlah dari suatu barang.

H. KETERKAITAN INDONESIA DENGAN PARIS CONVENTION
Indonesia telah menandatangani PC sejak tanggal 12 Januari 1968; Ratifikasi pada tanggal 10 Mei 1979 melalui Kepres 24/1979; Ratifikasi dengan melakukan persyaratan (reservation) terhadap ketentuan Psl 1-12 dan 28(1) PC; Indonesia terikat dengan seluruh ketentuan PC, kecuali ketentuan Psl 1-12 dan Psl 28 (1).

Pada 7 Mei 1997, diterbitkan Kepres 15/1997 tentang Perubahan Kepres 24/1979 tentang Pengesahan PC For The Protection Of  ....... Property Organization; Kepres 15/1997 mencabut persyaratn (reservation) terhadap ketentuan Pasal 1-12 PC; Pencabutan ini merupakan konsekuensi dari keanggotaan Indonesia Persetujuan Pembentukan WTO dan Persetujuan TRIPs.
Saat ini Indonesia, persayaratan (reservation) terhadap PC hanya terhadap Psl 28(1) ; yaitu terkait dengan pengujian penyelesaian sengketa kepada Mahkamah Internasional (Internasional Criminal Justice)

KB 3 : AGREEMENT ON ESTABLISHING WORLD TRADE ORGANIZATION (PERSETUJUAN PEMBENTUKAN WTO) DAN PERSETUJUAN TRIPs
A. LATAR BELAKANG DAN PROSES PEMBENTUKAN WTO
Tahun 1944 diadakan Konferensi Bretton Woods membentuk International Monetary Fund (IMF) dan International Bank for Reconstruction and Development (IBRD); Lembaga-lembaga bidang Keuangan.
United Nations Economic and Social Council (ECOSOC) pada Februari 1946 menerima rancangan resolusi yang diajukan Amerika untuk mengadakan konferensi dalam bidang perdagangan dengan pembentukan International Trade Organiztion (ITO).
Bersamaan dengan diadakan perundingan pembentukan ITO, diadakan juga perundingan General Agreement on Tarrifs and Trade (GATT) merupakan persetujuan Multilateral yang mensyaratkan pengurangan tarif secara timbal balik, yang berada dibawah naungan ITO.
GATT efektif berlaku 1 Januari 1948 setelah Protocol Provisional Application (PPA) ditandatangani 30 Oktober 1947.

Tahun 1948 akhirnya terbentuklah Piagam ITO disahkan di Havana; dikenal Piagam Havana. Namun Piagam ini tidak pernah berlaku dan ITO tidak prnah terbentuk; Penyebab utamanya adalah karena Amerika Serikat menyatakan tidak akan meratifikasi Piagam Havana tersebut.
Tetapi GATT1947 dilanjutkan untuk tetap berlaku berdasarkan PPA. Namun dengan gagalnya pembentukan ITO, Negara anggota GATT 1947 telah menggunakan sebagai forum menangani hal-hal yang berkaitan dengan perdaganagn dan telah mengadaptasinya untuk diberlakukan dalam lingkungan perdagangan Internasional.

GATT1947 telah mensponsori berbagai macam perundingan utama/pokok yang biasanya disebut dengan istilah Putaran (round) yang bertujuan mempercepat Liberalisasi perdagangan Internasional
8 Perundingan dilakukan GATT1947 : 1. Geneva Round (1947); 2. Annecy Round (1949); 3. Torquay Round (1950-1951); 4. Geneva Round (1953-1956); 5. Dillon Round (1960-1961); 6. The Kennedy Round (1964-1967); 7. Tokyo Round (1973-1979) dan ; 8. Uruguay Round (1986-1994).

Pada Desember 1993 tercapai kesepakatan pembentukan suatu organisasi internasional yang kemudian disahkan menjadi persetujuan akhir yang disebut dengan persetujuan pembentukan WTO dan ditandatangani oleh negara anggota GATT1947 pada tanggal 15 April 1994 di Marrakesh Maroko. 

Lahirnya WTO membawa 2 perubahan cukup penting bagi GATT1947 :
pertama; WTO mengambil alih fungsi GATT 1947 dan menjadikannya salah satu persetujuan yang terdapat dalam Annex Persetujuan pembentukan WTO. Tiga Fungsi GATT1947, yaitu : (1). sebagai perangkat aturan; (2). sebagai forum perundingan perdagangan; (3). forum penyelesaian sengketa dagang
kedua; Prinsip-prinsip GATT1947 menjadi kerangka aturean bagi bidang-bidang baru persetujuan WTO; GATS, TRIMs, dan TRIPs

Fungsi Utama WTO; adalah untuk memberikan kerangka kelembagaan bagi hubungan perdagangan antarnegara anggota dalam implementasi perjanjian dan berbagai instrumen hukum termasuk yang terdapat dalam Annexes persetujuan pembentukan WTO.

Dalam persetujuan pembentukan WTO ditegaskan lima fungsi WTO : (1). Menyediakan kerangka institusional umum untuk memimpin hubungan perdagangan antaranggotanya; (2). Menyediakn suatu wadah untuk negosiasi diantara anggota-anggotanya berkaitan dengan hubungan perdagangan multilateral; (3). Mengelola pemahaman aturan dan prosedur dalam penyelesaian sengketa; (4). Mengelola mekanisme pengawasan kebijakan perdagangan; (5). Untuk mencapai hubungan yang lebih baik dalam pembuatan kebijak ekonomi global.

B. SEJARAH DAN PROSES PEMBENTUKAN PERSETUJUAN TRIPs
Persetujuan-persetujuan yang menjadi bagian dari Annexes dalam persetujuan Pembentukan WTO terdiri dari 4 Annex :
Annex 1 :
Annex 1 A : (1). Multilateral Agreements on Trade in Goods; (2). General Agreement on Tariffs and Trade 1994; (3). Agreement on Agriculture; (4). Agreement on the Application of Sanitary and Phytosanitary Measures; (5). Agreement on Textilesand Clothing; (6). Agreement on Technical Barriers to Trade; (7). Agreement on Trade-Related Investment Measures; (8). Agreement on Implemantation of Article VI of the General Agreement on Tarrifs and Trade 1994;  (9). Agreement on Implemantation of Article VII of the General Agreement on Tarrifs and Trade 1994; (10). Agreement on Preshipment Inspection; (11). Agreement on Rules of Origin; (12). Agreement on Import Licensing Procedures; (13). Agreement on Subsidies and Countervailing Measures; (14). Agreement on Safeguards.
Annex 1B : General Agreement on Trade in Services and Annexes (GATS)
Annex 1C : Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights, including Trade in Counterfeit Goods (TRIPs)

Annex 2 : Undestanding on Rules and Procedures Governing the Settlement of Disputes
Annex 3 : Trade Policy Review Mechanism
Annex 4 : Plurilateral Trade Agreements; (1). Agreement on Trade in Civil Aircraft; (2). Agreement on Goverment Procurement; (3). International Dairy Agreement; (4). International Bovine Meat Agreement.

Annex 1,2, dan 3 : disebut Multilateral Trade Agreements (persetujuan Perdagangan Multilateral); Merupakan bagian tak terpisahkan dari Persetujuan Pembentukan WTO dan mengikat semua negara anggota WTO.
Annex 4 : disebut Plurilateral Trade Agreements; Menjadi bagian dari Persetujuan Pembentukan WTO bagi negara-negara yang menerimanya dan hanya mengikat bagi negara-negara tersebut; Tidak menciptakan hak dan kewajiban bagi negara yang tidak menerima persetujuan tersebut.
                                                                     Persetujuan TRIPs instrumen baru dari HKI dalam perdaganagn internasional; Tiga alasan mendasari pernyataan Persetujuan TRIPs dianggap sebagai instrumen baru : (1). Untuk pertama kalinya ketentuan HKI diatur dalam sebuah perjanjian internasional yang menjadi bagian dalam kerangka perdagangan internasional; (2). Untuk pertama kalinya dua cabang HKI (Hak Cipta dan Hak Milik Industrial) diatur dalam satu perjanjia internasional; (3). Mengamanatkan negara-negara anggota mematuhi ketentuan didalam PC, BC, Konvensi Roma, IPIC Treaty.

Tujuan dari Persetujuan TRIPs adalah : (1). Untuk mengurangi penyimpangan dan hambatan bagi perdagangan internasional; (2). Untuk menjamin bahwa tindakan dan prosedur untuk menegakkan HKI tidak menjadi kendala bagi perdagangan yang sah; (3). Untuk mendukung inovasi, alih serta penyebaran teknologi.

Prinsip-Prinsip Persetujuan TRIPs adalah :
(1). Dalam pembentukan atau perubahan hukum dan peraturan perundang-undangan nasionalnya , negara-negara anggota ...... sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam persetujuan.
(2). Sepanjang konsisten dengan ketentuan-ketentuan dalam persetujuan TRIPs ini, langkah-langkah ........ atau berdampak negatif terhadap alih teknologi internasional.

C. DAMPAK KEBERLAKUAN PERSETUJUAN TRIPS TERHADAP SISTEM PERLINDUNGAN HKI
Carlos M Correa; Persetujuan TRIPs merupakan kesepakatan internasional paling komperhensip perlindungan HKI., karena : (1). Mencakup ruang lingkup pengaturan HKI secara lebih menyeluruh dibanding dengan konvensi-konvensi HKI sebelumnya; (2). Adanya pengaturan yang cukup terperinci mengenai mekanisme penegakan HKI dalam Hukum Nasional; (3). Adanya pengaturan penyelesaian sengketa lebih jelas dibanding konvensi-konvensi HKI (PC dab BC) sebelumnya.

Persetujuan TRIPs mewajibkan anggota WTO memberlakuan semua ketentuan, juga tidak mengizinkan adanya persyaratan (reservation) ketika meratifikasi atau aksesi terhadapnya. Dengan adanya Persetujuan TRIPs maka standar perlindungan HKI menjadi bersifat global karena adanya standar perlindungan HKI minimal sama dengan negara anggota WTO.

Pelanggaran atau ketidaksesuaian perlindungan HKI di suatu negara, yang merupakan anggota WTO dengan dengan ketentuan persetujuan TRIPs yang dapat dilakukan adalah mengajukan penyelesaian sengketa tersebut ke lembaga peradilan nasional terlebih dahulu (exhaustion of local remedies). jika belum selesai dapat diajukan kepada Dispute Settlement Body (DSB) WTO sesuai dengan pengaturan dalam Understanding on Rules and Procedures Governing the Settlement of Disputes (DSU) WTO.

D. POSISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA TERHADAP PERSETUJUAN TRIPS
Indonesia meratifikasi Pembentukan WTO melalui UU 7/1994. 
Psl 1 UU 7/1994 : Menyatakan bahwa pengesahan terhadap pembentukan WTO beserta Annex 1,2, dan 3 persetujuan tersebut.
Psl 16 (5) Persetujuan pembentukan WTO, Indonesia meratifikasinya tanpa persyaratan (reservation) terhadapnya. Dengan demikian menjadi hukum nasional Indonesia dan Indonesia terkait serta wajib menerapkan seleuruh ketentuan persetujuan termasuk Persetujuan TRIPs.

Sebagai usaha penyesuaian hukum HKI nasional dengan Persetujuan TRIPs, Serangkaian Perundang-Undangan HKI adalah : (a). UU 14/2001 tentang Paten; (b). UU 15/2001 tentang Merek; (c). UU 19/2002 tentang Hak Cipta; (d). UU 30/2000 tentang Rahasia Dagang; (e). UU 31/2001 tentang Desain Industri.

E. HUBUNGAN ANTARA WIPO DAN WTO
Persetujuan TRIPs dibawah WTO, sedangkan Berne Convention dan Paris Convention dibawah naungan WIPO. WIPO adalah; Badan khusus PBB yang mempromosikan perlindungan kepemilikan intelektual diseluruh dunia.
Cikal bakal WIPO sejak 1883 dengan nama BIRPI berdasarkan BC dan PC. BIRPI berubah menjadi WIPO tahun 1967 berdasarkan Konvensi WIPO.  Indonesia meratifikasi WIPO dengan Kepres 24/1979, bersamaan dengan ratifikasi terhadap PC. Partisipasi negara dalam WIPO untuk menegosiasikan perjanjian-perjanjian internasional serta aturan dan kebijakan yang berkaitan dengan HKI.
Tujuan WIPO : mempromosikan perlindungan terhadap kekayaan intelektual di seluruh dunia. Pada 1974 WIPO masuk dibawah PBB dan menjadi intergovermental organization yang bersekretariat di Jenewa.

Perjanjian kerja sama antara WIPO - WTO (Perjanjian WIPO-WTO) disepakati 22 Desember 1995 dan mulai berlaku 1 Januari 1996; Memaparkan kerja sama tiga bidang : pemberitahuan, akses dan terjemahan hukum dan peraturan nasional; Pelaksanaan prosedur untuk perlindungan nasional emblem; dan kerja sama teknis.
Perjanjian ini menunjukkan hubungan saling mendukung antara WIPO dan WTO dalam usaha perlindungan HKI secara global.


MODUL 3
HAK CIPTA
KB 1 : BEBERAPA PENGERTIAN DAN PERATURAN HAK CIPTA
A. PENEGERTIAN HAK CIPTA DAN UNSUR-UNSURNYA 
Istilah Hak Cipta Pertama kali dicetuskan Prof. Mr. Soetan Moh. Sjah dalam Kongres Kebudayaan-2 disleenggarakan oleh Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional (BMKN) di Bandung Tahun 1951.
Sebelumnya lebih dikenal dengan Hak Pengarang; auteur (Belanda); Auteurswet 1912 cakupannya lebih luas daripada auteur (pengarang) saja, maka diterimalah istlah Hak Cipta yang mencakup selain hak pengarang, juga penggambar, pelukis, dll.
Saidin; juga mengemukakan istilah Hak Cipta.
Amru Hydari Nazif; Sumber kesulitan orang untuk dapat memahami dan membeda-bedakan istilah di bidang kekayaan intelektual secara baik dan tepat justru pada terjemahan bahasa Indonesia yang tidak pas.
Copyright sesungguhnya berarti penggandaan di Indonesiakan menjadi Hak Cipta, membuat sulit dipahami hal yang sebenarnya dilindungi.
Masri Maris; menerjemahkan buku "copyright'a highway, from gutenberg to the Celestial Jukebox" (Paul Goldstein) menyebutkan Apakah Hak Cipta itu? Hak Cipta; Hak untuk memperbanyak suatu karya cipta tertentu, karya cipta mula-mula diartikan karya tulis, dan untuk mencegah orang lain membuat salinan karya cipta tanpa izin dari pemilik hak.

Hak Cipta; terjemahan Auteurswet 1912; didefinisikan sebagai hak tunggal daripada pencipta, atau hak daripada yang mendapat hak tersebut, atas hasil ciptaannya dalam lapangan pengetahuan, kesenian, untuk mengumumkan dan memperbanyaknya, dengan mengingat pembatasan-pembatasan yang ditentukan dalam UU.

Psl 1 angka 1 UU 19/2002 tentang Hak Cipta, serta berdasarkan Psl 2 UU 12/1997 tentang Perubahan atas UU 6/1982 tentang Hak Cipta sebagaimana diubah dengan UU 7/1987 menyebutkan bahwa Hak Cipta adalah; Hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan.

Beberapa Unsur yang terkandung dalam rumusan pengertian Hak Cipta : (1). Hak khusus; (2). Pencipta; (3). ciptaan; (4). Penerima hak; (5). mengumumkan dan memperbanyak maupun memberi izin untuk itu; (6). Tidak mengurangi pembatasan-pembatasan.

Hak Khusus; UU 6/1982; dimaksudkan bahwa tidak ada orang lain yang boleh melakukan hak itu kecuali dengan izin pencipta.
Pencipta; Psl 1 angka 2 UU 19/2002; adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama atas inspirasinya lahir suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, ketrampilan atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.
Ciptaan; Psl 1 angka 3 UU 19/2002; adalah hasil setiap karya pencipta dalam bentuk yang khas dan menunjukkan keaslian dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni dan sastra.
Penerima Hak; Psl 3 ayat (2) UU 19/2002; bahwa hak cipta dapat beralih atau dialihkan baik seluruhnya maupun sebagian melalui pewarisan, hibah, wasiat, dijadikan milik negaradan melalui suatu perjanjian dengan suatu akta
Mengumumkan dan Memperbanyak maupun memberi izin untuk itu; Pengumuman mengandung Unsur : (a). Pembacaan; (b). Penyuaraan; (c). Penyiaran; (d). Penyebaran; (e). Dengan menggunakan alat apappun.
Mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku; Orang lain yang tanpa izin atau persetujuan pencipta, penerima hak maupun yang memiliki hak cipta tidak dapat mengeksploitasi hak ekonomi dan hak cipta yang bersangkutan.

Pembatasan Hak Cipta atau yang Tidak dianggap melanggar Hak Cipta dengan syarat tertentu dapat dikelompokkan kedalam :
(1). Ssumbernya harus disebut atau dicantumkan.
(2). Pemberian imbalan atau ganti rugi yang layak.
Pembatasan Hak Cipta atau yang Tidak dianggap sebagai pelanggaran  Hak Cipta tanpa  syarat tertentu meliputi :
(1). Perbanyakan dan pengumuman dari lambang negara dan lagu kebangsaan menurut sifat yang asli.
(2). Pengumuman dan perbanyakan dari segala sesuatu yang diumumkan oleh atau atas nama pemerintah
(3). Pengambilan, baik seluruh maupun sebagian, berita dari Kantor Berita, radio, televisi dan surat kabar setelah 1 x 24 jam.

Tidak ada Hak Cipta Atas : (a). Hasil Rapat Terbuka Lembaga Tertinggi Negara dan Lembaga Tinggi Negara serta Lembaga Konstitusi Lainnya; (b). Peraturan perundang-undangan; (c). Putusan pengadilan dan penetapan hakim; (d). Pidato kenegaraan dan Pidato Pejabat Pemerintah; (e). Keputusan Badan Arbitrase


B. NEIGHBOURING RIGHT
disamping Hak Cipta dikenal pula Hak yang berkaitan dengan Hak Cipta.
Hak Yang Berkaitan (Neighbouring Right atau Related Right); Karena hak-hak tersebut sangat berkaitan dengan hak-hak atas ciptaan seseorang pencipta di bidng seni dan sastra; diatur khusus dalam Bab VA Pasal 43 C UU Hak Cipta , yang antara lain meliputi pelaku, produser rekaman dan organisasi siaran atau lembaga penyiaran.

C. SIFAT DASAR HAK CIPTA, IDE, DAN PERWUJUDAN IDE
Berne Convention maupun TRIPs Agreement mengatur tentang konsep dasar perlindungan Hak Cipta. Pengakuan lahirnya hak atas hak cipta adalah sejak suatu gagasan itu dituangkan atau diwujudkan dalam bentuk yang nyata (tangible form). 
Pengakuan Hak Cipta tidak diperlukan formalitas atau alat bukti, berbeda dengan HKI lainnya (merek, paten, desain industri, desain tata letak sirkuit terpadu) yang memerlukan formalitas dengan terlebih dahulu mengajukan permohonan pemberian hak, tanpa permohonan tidak ada pengakuan hak terhadapnya.


Pasal 92 (2) TRIPs; Perlindungan Hak cipta diperluas kepada pengekspresian karya dan bukan kepada ide, prosedur, metode pelaksanaan atau konsep-konsep matematis semacamnya.

Penjelasan UU 31/2000 tentang Desain Industri; Orisinal berarti bahwa sesuatu yang langsung berasal dari sumber asal orang yang membuat atau yang mencipta atau sesuatu yang langsung dikemukakan oleh orang yang dapat membuktikan sumber aslinya.


KB 2 : PERKEMBANGAN PENGATURAN HAK CIPTA DI INDONESIA DAN INTERNASIONAL

A. PERKEMBANGAN PENGATURAN HAK CIPTA DI INDONESIA

Secara formal sudah dimulai sejak 1912 didasarkan pada peraturan Auteurswet 1912 Stb. 1912 No 600 sejak 23 september 1912; Hukum positif hak cipta secara formal berlaku di Indonesia adalah Peraturan Kerajaan Belanda; awal kemerdekaan awal berlakunya tertib hukum nasional peraturan ini masih digunakan berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 (Pelaksanaannya dengan Peraturan Presiden Momor 2 / 10 oktober 1945)

Auteurswet 1912 berlaku hingga tahun 1982 dengan berlakunya UU 6/1982 tentang Hak Cipta. Lima tahun kemudian diadakan perubahan dengan UU 7/1987 tentang Perubahan atas UU 6/1982 tentang Hak Cipta.

sepuluh tahun kemudian UU 7/1987 dicabut dengan UU 12/1997 tentang Perubahan atas UU 6/1982 tentang Hak Cipta sebagaimana diubah dengan UU 7/1987. Adapun dasar pertimbangan penyempurnaan dan penambahan ketentuan UU tersebut adalah :
(1). Untuk memperbaiki kelemahan yang dirasakan dalam praktik di lapangan selama pelaksanaan UU
(2). Untuk menyesuaikan dengan konvensi Internasional dibidang Hak Cipta.
(3). Untuk menyesuaikan dengan norma-norma yang diatur dalam persetujuan mengenai aspek-aspek dari HKI (TRIPs).

Lima tahun kemudian 29 Juli 2002 telah diundangkan UU 19/2002 tentang Hak Cipta menggantikan UU UU 12/1997, namun berlakunya UU baru ini ditunda berlakunya 12 bulan sejak diundnagkan.
Henry Soelistyo Budi; betapapun harus diakui bahwa UU HC 2002 hampir seluruhnya mengkonsolidasikan ketentuan-ketentuan yang masih valid dalam UU 6/1982, UU 7/1987, dan UU 12/1997 dengan bebrapa penambahan dan perubahan; pengaturan mengenai neightbuoring right, introduksi rental right diatur kembali, penambahan aturan baru meliputi elaborasi mekanisme Lisensi Wajib (Non Voluntary Licenese) dan penetapan end user piracy sebgai tindakan yang secara kronologis merupakan pelanggaran HC.
UU HC 2002 mengatur peluang mendapatkan putusan sementara pengadilan dari pengadilan niaga (penerapan dinegara lain dikenal dengan sebutan Anton Piller Order)

Ketentua baru yang dimuat dalam UU HC 2002: (1). Database meupakan salah satu ciptaan yang dilindungi; (2). penggunaan alat baik melalui kabel maupun tanpa kabel; (3). penyelesaia sengketa pengadilan niaga, arbitrase, dan APS; (4). Penetapan sementara pengadilan; (5). Batas waktu perkara perdata hak cipta dan hak terkait; (6). Pencantuman hak informasi manajemen elektronik; (7). Pencantuman mekanisme pengawasan dan perlindungan; (8). ancaman pidana pelanggaran hak terkait; (9). ancaman pidana dan denda minimal; (10). ancaman pidana perbanyakan pengumuman program komputer.

Peraturan Pelaksana UU Hak Cipta : (1). PP RI 14/1986 diubah PP RI 7/1989 tentang Dewan Hak Cipta; (2). PP RI 1/1989 tentang Penerjemahan dan/atau Perbanyakan ciptaan untuk kepentingan pendidikan, Ilmu Pengetahuan, Penelitian dan Pengembangan; (3). Kepres RI 17/1988 tentang Pengesahan Persetujuan mengenai Perlindungan Hak Cipta atas Rekaman Suara antara RI dan Masyarakat eropa; (4). Kepres 25/1989 tentang pengesahan persetujuan mengenai Perlindungan HC antara RI dan Amerika Serikat; (5). Kepres 38/1993 tentang penegsahan persetujuan mengenai Perlindungan HC antara RI dan Australia; (6). Kepres 56/1994 tentang penegsahan persetujuan mengenai Perlindungan HC antara RI dan Inggris; (7). Kepres 18/1997 tentang penegsahan Konvensi Bern (Bern Convention for The Protection of Literary and Artistic Works); (8). Kepres 19/1997 tentang penegsahan WIPO Copyright Traety; (9). Permen Kehakiman RI M.01.HC.03.01 / 1987 tentang Pendaftaran HC; (10). Kepmen Kehakiman RI M.04.PW.07.03 / 1988 tentang Penyidik HC; (11). SE Menkeh RI M.01.PW.07.03/1990 tentang Kewenangan menyidik Tindak Pidana HC; (12). SE Menkeh RI M.02.HC.03.01/1991 tentang Kewajiban melampirkan NPWP dalam pemohonan Pendaftaran Ciptaaan dan Pencatatan Pemindahan HC terdaftar.


B. PERKEMBANGAN HAK CIPTA DI TINGKAT INTERNASIONAL BERDASARKAN BEBERAPA KONVENSI, TRAKTAT DAN PERJANJIAN 
Beberapa faktor Perlindungan Kekayaan Intelektual menjadi tujuan penting di banyak negara :
(1). Semua anggota WTO diahruskan memiliki hukum yang efektif dan mekanisme-mekanisme penegakkan hukum untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Persetujuan Tentang  Aspek-Aspek Dagang Hak Kekayaan Intelektual (TRIPs).
(2). Pemerintah ingin meningkatkan daya cipta, dan investasi dalam industri yang bergerak dibidang kekayaan intelektual , yang mana dewasa ini merupakan sesuatu yang sangat penting dalam setiap sistem perekonomian modern.
(3). Pemerintah merasa khawatir terhadap semakin maraknya praktik pembajakan, menimbulkan distorsi ekonomi, dan menurunkan investasi di bidang penelitian dan pengembangan.

HC dalam perundangan Nasional dipengaruhi Konvensi internasional HC ; Konvensi Bern (swiss 1886) dikenal dengan International Convention for The Protection of Literary and Artistic Works dan Konvensi HC Universal Universal Copyright Convention (1952).

Catatan Kuno perkara HC tahun 567 Anno Dominum (AD); biarawan Columba menyalin tanpa izin Kitab Mazmur ciptaann gurunya Abbot Finnian; Raja King Diarmid memerintahkan Columba menyerahkan kitab salinan tersebut kepada Abbot Finian dan melarang melakukannya lagi dengan menggunakan kata bersayap : To every cow her calf, and to every book its copy; Sapi betina punya anak sapi, sebuah buku punya salinannya.
UU HC pertama di dunia adalah : Statute of Anne (1709); Mengubah status seorang pencipta karya tulis mempunyai hak khusus dan kebebasan mencetak; Seorang pencipta diakui secara sah mempunyai hak cipta atas ciptaannnya yang tidak boleh diperbanyak dengan cara apapun oleh orang lain tanpa izinnya.

Konvensi Bern yang beberapa kali diperbarui dan di revisi mendasarkan pada tiga prinsip dasar :
(1). Prinsip national Treatment; ciptaan seorang warga negara peserta perjanjian atau pertama kali diumumkan disalah satu negara peserta perjanjian, harus mendapatkan perlindungan hukum HC yang sama seperti jika pencipta warga negara sendiri
(2). Prinsip Automtic Protection; pemberian perlindungan hukum diberikan secara langsung tanpa syarat apapun  (must not be conditional upon compliance with any formality)
(3). Prinsip Independence of Protection; suatu perlindungan hukum diberikan tanpa bergantung kepada pengaturan perlindungan hukum negara asal pencipta.

Tiga Kelompok pemegang HC atas hak-hak yang berkaitan (neighbouring rights/related rights) :
(1). Artis-artis pelaku (Permormings Artist); penyanyi, aktor, musisi, penari; 
(2). Produser rekaman (Producers of Phonogram);
(3). Lembaga Penyiaran (Broadcasting Organisations)

C. PENGARUH PERJANJIAN TRIPS TERHADAP PENGATURAN HAK CIPTA DI INDONESIA
Di tingkat Internasional perjanjian multilateral HKI khususnya HC adalah Perjanjian TRIPs yang dikelolah oleh WTO; Badan perdagangan dunia ysng dibentuk berdasarkan persetujuan perdagangan dan tafrif GATT
Sebagai penandatangan persetujuan Uruguay, Indonesia telah meratifikasi paket persetujuan dengan UU 7 /1994 tanggal 2 nopember 1994 tentang Pengesahan Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (Agreement Establishing the World Trade Organizattion)

Konvensi Bern mengatur tentang HC secara Internasional diratifikasi melalui Kepres RI No 18/1997 tentang Pengesahan Berne Convention for The Protection of Literary and Artistic Works diundangkan 7 Mei 1997; Pertimbangan pengesahan adalah amanah Presiden kepada Ketua DPR No 2826/HK/1960 tanggal 22 agustus 1960 tentang Pembuatan Perjanjian-perjanjian dengan negara lain.

Pengesahan
WIPO Copyrights Treaty dengan Kepres RI No 19/1997 yang diundangkan pada 7 Mei 1997.

" Manajemen Informasi Hak (Rights Management Information) ; diartikan sebagai informasi yang menunjukkan identitas pelaku, karya pertunjukkan pelaku, ............atau rekaman tersebut oleh masyarakat umum "
RMI diakomodir pada Bagian Ketujuh tentang Hak Moral Psl 25 UU 19/2002.



MODUL 4

PATEN
KB 1 : PENGANTAR PERLINDUNGAN PATEN 
A. SALAH PAHAM DALAM MEMAHAMI PATEN
"Obat Paten"; memiliki kemampuan penyembuhan yang diyakini kehebatannya.
"Mereknya telah dipatenkan"; dimaksudkan hak mereknya sudah didaftarkan di institusi yang memiliki otoritas untuk mendaftarkan merek
"Paten lebih dikenal dibandingkan HKI"; Padahal HKI merupakan induk dari Paten.

B. PENGERTIAN PATEN
Tiga Pengertian didalam Kamus : (1). Sebagai hak yang diberikan oleh pemerintah untuk menghargai karyanya dalam bentuk invensi untuk menyelesaikan permasalahan dan hak tersebut diberi batas waktu tertentu;  (2). Sebagai Surat Paten; (3). Sebagai invensi yang dilindungi dalam bentuk pemberian paten, sehingga invensi yang tidak pernah dilindungi tidak dikatakan paten.

UU 14/2001 tentang Paten; definisi paten; Pasal 1 ayat 1 sampai 3 : (1). Paten adalah Hak Eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya;  (2). Invensi adalah ide inventor yang dituangkan dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik dibidang teknologi dapat berupa produk proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses;   (3). Inventor adalah seorang yang secara sendiri atau beberapa orang yang secara bersama-sama melaksanakan ide yang dituangka kedalam kegiatan yang menghasilkan invensi.

Lima Unsur Paten : (1). Inventor; (2). Invensi; (3). Kegiatan Pemecahan Masalah; (4). Ide; (5). Produk atau Proses.
Paten, merek, cipta, dan desain adalah semua berangkat dari ide : (1). ide dituangkan dalam bentuk ekspresi maka yang dihasilkan Hak Cipta; (2). ide dituangkan dalam bentuk kata-kata mudah diingat untuk membedakan satu produk (barang/jasa) maka yang dihasilkan merek;  (3). ide dituangkan dalam karya yang mengutamakan fungsi kasat mata maka yang dihasilkan desain industri;  (4). ide dituangkan dalam kegiatan pmecahan masalah dalam bentuk produk maupun proses maka yang dihasilkan paten.

C. SEJARAH PATEN
"patent" (inggris) dari bahasa latin "patere" berarti "membuka diri" (untuk pemeriksaan atau diketahui pihak lain). Mulai populer sejak muncul letters of patent yaitu surat keputusan kerajaan yang memberikan hak ekslusif kepada individu dan pelaku bisnis tertentu.
Tahun 1623 Raja James I memberlakukan "Statute of Monopolies" yang mengatur pemberian paten hanya kepada temuan baru.
Paten pertama di Amerika ditandatangani George Washington 31 Juli 1790 dan pemeriksa nya Thomas Jefferson; diberikan kepada Samuel Hopkins atas penemuan metode produksi garam abu (potasium carbonate).
Paten pertama di Indonesia diberikan kepada HM Soeharto (Presiden kedua) atas invensinya bahan pumis untuk pembuatan batako.

UU Paten pertama UU 6/1989 tentang Paten, kemudian UU 13/1997 dan saat ini UU 14/2001 tentang Paten.
Prinsip dari perlindungan Paten adalah; Pada masing-masing negara (teritorial); paten hanya akan mendapatkan perlindungan di negara dimana paten itu didaftarkan.

D. APA ITU PATEN?
Tujuan dari Paten; untuk mendorong invensi dengan mempromosikan perlindungan dan pemanfaatan sehingga memberikan kontribusi bagi pengembangan industri, yang pada gilirannya, memberikan kontribusi untuk promosi inovasi teknologi dan transfer serta penyebarluasan teknologi.

E. INVENSI YANG DAPAT DIPATENKAN
Syarat invensi dapat dipatenkan; Dapat bermanfaat, memiliki kebaruan (novelty), tidak terduga sebelumnya, mengandung langkah inventif dan dapat diterapkan dalam industri.

KB 2 : PERATURAN DAN JANGKA WAKTU PERLINDUNGAN SERTA PROSES PERMOHONAN PATEN DI INDONESIA
A. PERATURAN YANG TERKAIT DENGAN PATEN DI INDONESIA
Paten di Indonesia mulai dilakukan pendaftaran sejak 1991 setelah berlaku UU 6/1989 tentang Paten.
Peraturan Perundang-Undangan terkait dengan Paten :
(1). UU 14/2001 tentang Paten menggantikan UU 13/1997 tentang Perubahan UU 6//1989 tentang Paten;  (2). PP 34/1991 Tata Cara Pendaftaran Paten;  (3). PP 11/1993 Bentuk dan Isi Surat Paten;  (4). PP 32/1991 Impor Barang Berpaten;  (5). PP 33/1991 Pendaftaran Khusus Konsultan Paten;  (6). PP 31/1995 Komisi Banding Paten; (7). PP 40/2005 Komisi Banding Paten; (8). PP 2/2005 Konsultan HKI; (9). Kepres 6/2007 Perubahan Kepres 83/2004 Pelaksanaan Paten oleh Pemerintah terhadap obat anti retroviral; ........... (25). Kep Dirjen HKI No H-17.PR.09.10 Tahun 2005 Petunjuk Pelaksanaan Pendaftaran Konsultan HKI.

B. WAKTU YANG DIPERLUKAN UNTUK MEMPEROLEH PATEN DAN MASA PERLINDUNGAN PATEN 
Pemeriksa paten sebagai penentu terakhir dalam memriksa invensi yang telah diungkapkan tersebut. Lama dan tidaknya paten diperoleh telah dibatasi UU Paten sebagaimana daalam Psl 42,44, dan 54 yang berkaitan dengan pengumuman, jangka waktu pengumumaan, dan jangka waktu pemeriksaan substantif. Jangka waktu perlindungan diatur dalam Psl 8 dan 9 UU Paten.Beberapa kantor yang membidani Paten : Amerika / USPTO (United State Patent and Tradmarks Office), Eropa/ EPO (European Patent Office), dan Jepang/ JPO (Japan Patent Office).

C. YANG HARUS DIPERSIAPKAN DALAM RANGKA PERMOHONAN PATEN
1). Formulir permohonan paten; dalam formulir harus menyebutkan surat-surat maupun kelengkapan lain yang dipersyaratkan.
2). Spesifikasi Paten; Pada permohonan paten harus dan wajib hukumnya untuk memberikan  narasi yang mudah dimengerti, jelas, tepat, logis, dan terstruktur; untuk membuat narasi terkait dengan drafting patent; yang dianalogikan seperti membuat draft kontrak atau draft gugatan; apabila dalam narasi draft paten kurang tepat akan membuat ketidakjelasan bahkan penolakan atas permohonan paten tersebut.
a. Judul; Judul invensi; merupakan sebuah kalimat yang tersusun yang dapat mewakili esensi atau inti invensi; b. Bidang Teknik Invensi; Pernyataan bidang teknik yang berkaitan dengan invensi; c. Latar Belakang Invensi; Penjelasan tentang invensi sejenis terdahulu beserta kelemahannya dan bagaimana cara mengatasinya yang merupakan tujuan dari invensi; d. Ringkasan Invensi; Uraian umum dari invensi yang berfungsi untuk mengindentifikasi ciri penting invensi;  e. Uraian singkat gambar (bila ada); Penjelasan ringkas keadaan seluruh gambar/skema/diagram alir yang disertakan;  f. Uraian lengkap invensi; menguraikan isi invensi sejelasnya terutama fitur terdapat gambar yang disertakan memperjelas invensi; g. Klaim; Bagian dari permohonan  yang menggambarkan inti intervensi yang dimintakan perlindungan hukum, yang harus diuraikan secara jelas dan harus didukung oleh deskripsi; h. abstrak; Bagian dari spesifikasi paten yang akan disertakan dalam lembaran pengumuman yang merupakan ringkasan uraian lengkap, ditulis secara terpisah dari uraian intervensi; i. Gambar; Yaitu gambar teknik dari intervensi yang menggambarkan secara jelas bagian-bagian dari invensi yang dimintakan perlindungan patennya.

D. TANGGAL PENERIMAAN (FILING DATE), TANGGAL PUBLIKASI (PUBLICATION DATE), DAN TANGGAL PEMBERIAN (GRANTED DATE)
Tanggal Penerimaan (filing date); tanggal ini harus dipahami bahwa permohonan paten telah memenuhi persyaratan formalitas dan sekaligus sebagai tanggal mulai perlindungan paten.
Tanggal Publikasi (publication date); sebagai tanggal mulainya permohonan paten tersebut dipublikasikan ke masyarakat agar masyarakat membaca, melihat, memahami, dan bila perlu dapat memberikan oposisi atau keberatan atas adanya publikasi tersebut.
Tanggal Pemberian (granted date); tanggal dimana paten tersebut telah memiliki kekuatan hukum bagi pemegang haknya untuk melarang orang lain atas pelaksanaan paten yang tanpa seizin dengannya.
Sejak tanggal penerimaan hingga publikasi diperlukan waktu paling lama 18 bulan, sedangkan dari tanggal penerimaan hingga tanggal pemberian dibutuhkan waktu paling lama 5 tahun.


E. CARA MENGAJUKAN PERMOHONAN PATEN
Permohonan diajukan melalui Kanwil Kemenkumham seluruh propinsi atau langsung DitJen JKI; Dengan atau tanpa kuasa (konsultan HKI); berbahasa Indonesia. Jika pemohon dari luar negeri harus dilakukan konsultan.

F. INVENTOR DAN PEMEGANG PATEN
Pada dokumen paten yang menjadi Subjek hukum adalah Inventor dan Pemegang paten; Inventor (penemu) merupakan subjek hukum orang perorangan, Pemegang Paten merupakan subjek hukum orang perorangan atau badan hukum.
Inventor mengajukan sendiri invensinya maka inventor berperan sekaligus sebagai pemegang paten, dalam kasus inventor dibawah badan hukum maka pemegang patennya adalah Badan Hukum tersebut sepanjang didukung perjanjian kerja.

Di perguruan tinggi jika selama proses pembelajaran ditemukan paten oleh mahasiswa maka kepemilikan paten adalah perguruan tinggi, akan tetapi nama mahasiswa tetap memiliki hak untuk dicantumkan dalam dokumen paten sebagai inventor.

G. INVENSI DAN INOVASI
Invensi akan selalu berkaitan dengan solusi atas permasalahan teknis melalui pendekatan ilmu pengetahuan.
Inovasi akan dimulai dari ide yang memasuki tahap invensi , dan kemudian diterjemahkan lebih jauh sampai pemasaran atau eksploitasi hingga menghasilkan keuntungan.
Invensi sebagai bagian dari inovasi yang cakupannya luas sekali, Sementara paten mengakomodasi invensi saja.

Inovasi mencakup : (a). Penyempurnaan atas proses produksi dalam usaha untuk memaksimalkan biasa dan meningkatkan produktivitas; (b). Untuk memperkenalkan produk baru yang memenuhi kebutuhan pelanggan; (c). Untuk mengingat kedepan atas kompetisi dan/atau ekspansi pasar; (d). Untuk menjamin bahwa teknologi yang dikembangkan memenuhi kebutuhan aktual dan mendesak bagi bisnis dan pelanggannya; (e). Untuk mencegah ketergantungan teknologi atas teknologi perusahaan lainnya.

H. FAKTOR-FAKTOR YANG PERLU DIPERTIMBANGKAN DALAM PENDAFTARAN PATEN
Paten bukanlah gratis, memerlukan biaya. Faktor-faktor yang dapat menjadi pertimbangan untuk mendaftarkan permohonan paten atau tidak adalah sebagai berikut : (1). Apakah invensi anda memiliki pangsa pasar atau tidak; (2). Apakah ada alternatif lain atas invensi anda dan bagaimana invensi anda dibandingkan invensi lain tersebut; (3). Apakah berguna untuk penyempurnaan produk; (4). Apakah ada investor atau penerima lisensi atas invensi anda; (5). Bagaimana posisi tawar invensi anda; (6). Apakah invensi mudah direkayasa ulang; (7). Adakah peluang/kemungkinan pihak lain; (8). Apakah akan mengambil untung dari hak atas paten; (9). Invensi akan dilindungi satu paten atau lebih; (10). Lingkup perlindungan nasional atau internasional.

I. PERLINDUNGAN DENGAN PATEN ATAU MENJAGA KERAHASIAAN 
Inventor atau pemohon paten harus melihat keuntungan dari perlindungan paten atau tetap menjaga kerahasiaan intervensi tersebut.
Pilihan untuk melindungi invensi dalam bentuk rahasia dagang memiliki beberapa keuntungan antara lain : (1). tidak memerlukan biaya pendaftaran; (2). tidak perlu menuangkan dalam bentuk narasi yang terstruktur, logis dan runut; (3). Tidak perlu mengungkapkan invensi ke DitJen HKI untuk dipublikasikan melalui sistem paten; (4). Tidak ada pembatasan waktu perlindungan; (5). memiliki dampak yang dapat segera di rasakan.
Dalam Rahasia Dagang terdapat beberapa kerugian diantaranya : (1). Jika diwujudkan dalam bentuk nyata dan inovatif maka ada peluang untuk rekayasa ulang (reversee engineer) sehingga rahasianya terungkap dan pihak lain dapat memproduksinya;  (2). Hanya efektif apabila perlindungan tersebut selalu diungkapkan dengan perjanjian kewajiban menjaga rahasia; (3). Penegakkan hukumnya, rahasia dagang lebih lemah dari paten; (4). dapat dikembangkan pihak lain secara terpisah atas invensi yang sama.

J. YANG TIDAK DAPAT DIPATENKAN
Diatur dalam Pasal 7 UU 14/2001 tentang Paten :
(1). sekedar temuan dalam pengertian discoveries dan teori-teori mengenai sain (keilmuan); (2). Karya yang menonjolkan estetika; (3). Diagram atau skema, aturan, dan metode untuk melakukan peningkatan kemampuan metal; (4). Sekedar temuan atau zat yang telah tersedia dialam atau terjadi secara alami di dunia; (5). Yang memberikan dampak pada kepentingan umum, kesehatan, modal; (6). mengenai metode diagnosis, terapi dan pembedahan pada manusia atau binatang; (7). Tanaman dan Hewan selain daripada mikroorganisme; (8). Program Komputer.

K. PATEN ATAS PERANGKAT LUNAK
Program Komputer tersebut telah berada dalam bentuk yang dapat dijalankan untuk menghasilkan sesuatu (executable); narasi dalam klaimnya bukan sebagai perangkat lunak akan tetapi sebagai sistem.


MODUL 5

STUDI KASUS TENTANG MEREK TERKENAL
KB 1 : STUDI KASUS TENTANG MEREK TERKENAL
A. PENDAHULUAN
Kasus pelanggaran merek Emporio Armani dimulai dengan diajukan oleh pihak GA Modefine diwakili kantor konsultan hukum Justisiari Perdana Kusumah, SH dan Ahmad Djosan, SH kepada tim PPNS Direktorat Merek, beberapa tahun lalu GA Modefine SA adalah pemilik sah atas merek Emporio Armani  yang telah terdaftar di Ditjen HKI. Tersangkanya Suandi Sutanto lewat PT Sapta Raya Perdana (SRP) diduga dengan sengaja tanpa hak memproduksi dan memperdagangkan merek Emporio Armani.

Dalam kasus ini terdapat salah satu asas hukum acara  yaitu Actor Secuitor Forum Rei (Gugatan diajukan ditempat tinggal tergugat berada)

Kasus antara GA Modefine S.A. berkedudukan di nLausanne Switzerland melawan Suandi Sutanto dan Pemerintah RI c/q Direktorat Jenderal HKI di Jakarta, Pihak GA Modefine SA sebagai pihak yang merasa berhak atas merek terkenal tersebut dapat membuktikan bahwa :
(1). Tergugat dalam hal ini tidak berhak atas merek terkenal Armani
(2). Merek Armani sah dimiliki oleh GA Modefine SA.

B. KASUS POSISI
Persamaan merek Armani milik Tergugat I dengan Merek terkenal Armani milik Penggugat adalah sedemikian rupa, sehingga bila dipakai bersamaan akan menimbulkan kebingungan serta dapat menimbulkan kekacauan di kalangan masyarakat (risks of confusion).

Tindakan yang dilakukan Tergugat I, merupakan tiruan belaka atas merek milik penggugat yang tujuannya tidak lain adalah memperoleh keuntungan secara mudah. Perbuatan Tergugat I nyata melanggar Pasal 4 UU 15/2001.

C. RINGKASAN PUTUSAN
Putusan MA No. *01 K/N/HaKI/2003; GA Modefine SA sebagai satu-satunya pemilik yang sah atas merek ARMANI.

Terhadap merek ARMANI milik penggugat sudah juga didaftarkan oleh Tergugat II, Pihak Penggugat memohon Pengadilan Niaga mengabulkan gugatannya melalui memori kasasi, tetapi memori kasasi ini telah melampaui tenggang waktu sehingga permohonan kasasi tidak bisa diterima.



KB 2 : ANALISIS KASUS MEREK
A. TINDAKAN SUANDI SUTANTO DAN PEMERINTAH RI C/Q DIREKTORAT JENDERAL HKI DI JAKARTA YANG MENDAFTARKAN MEREK ARMANI TIDAK MEMILIKI ATAS HAK DAN TIDAK DAPAT DIANGGAP SAH
Tindakan dari kasus merek terkenal Armani pada prinsipnya dilindungi UU Merek 15/2001 Pasal 6, sehingga seharusnya ditolak pendaftarannya.
Pengadilan Niaga dalam memberikan Putusannya menolak permohonan pembatalan Modefine paahal pendaftaran yang dilakukan Suandi Sutanto melanggar Pasal 4 dan Pasal 6 ayat (1)b UU Merek.

Tindakan Suandi Sutanto dan DirJen HKI merupakan tindakan yang tidak sah dan tidak mempunyai hak  karena beberapa alasan :
(1). Persyaratan Itikad baik;
(2). Hal-hal yang harus dicantumkan pada pendaftaran Merek;
(3). Hak-Hak Prioritas untuk pemohon yang terdaftar di negara lain; 

B. TINDAKAN SUANDI SUTANTO DAN PEMERINTAH RI C/Q DIREKTORAT JENDERAL HKI DI JAKARTA YANG MENDAFTARKAN MEREK ARMANI TERSEBUT DAPAT DIKATAKAN SEBAGAI PRAKTIK PELANGGARAN MEREK
Berdasarkan pertimbangan hukum yang diambil oleh Pengadilan Niaga pada PN Jakarta pusat, yang mana  beban harus dibuktikan penggugat adalah :
(1). Bahwa merek yang didaftarkan oleh Tergugat I dan Tergugat II identik atau mirip secara menyesatkan dengan merek dagang atau merek jasa yang dimiliki oleh penggugat;
(2). Bahwa Tergugat tidak berhak atau sah pada merek dagangnya;
(3). Bahwa Merek dagang tersebut telah didaftarkan dan digunakan dengan iktikad buruk.

Dari pertimbangan Putusan MA. Suandi Sutanto dikatakan sebagai praktik pelanggaran merek yaitu :
(1). Kemiripan pada merek dagang;
(2). Minat yang sah pada merek dagang;
(3). Itikad Buruk;
(4). Pembajakan Merek;


C. PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR *01K/N/HKI/2003 TENTANG MEREK TERKENAL ARMANI ANTARA GA MODEFINE S.A. MELAWAN SUANDI SUTANTO DAN PEMERINTAH RI C/Q DIREKTORAT JENDERAL HKI DI JAKARTA TELAH SESUAI DENGAN PRINSIP-PRINSIP HUKUM MEREK YANG DIATUR DALAM TRIPS DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK
Putusan MA memenangkan pihak pengggugat GA Modefine sebagai pemilik merek terkenal Armani telah sesuai dengan ketentuan diatur dalam Perjanjian TRIPs tentang merek ysitu Psl 16 ayat 2

D. KESIMPULAN
(1). Tindakan Suandi Sutanto tidak dapat dianggap sah karena pada prinsipnya dilindungi oleh Pasal 6 UU Merek Indonesia.
(2). Tindakan Suandi Sutanto tindakan yang secara jelas melakukan passing off (mendompleng ketenaran) penggugat.
(3). Putusan MA RI telah sesuai dengan Perjanjian TRIPs Psl 16.2 yang telah diperluas dengan Pasal 6 bis (i) Konvensi 1925, dengan menambahkan tidak hanya untuk merek barang dan jasa sejenis tetapi juga untuk barang dan jasa yang tidak sejenis yang harus di proteksi.



MODUL 6

DESAIN INDUSTRI
KB 1 : PENGERTIAN DAN PENDAFTARAN DESAIN INDUSTRI
A. SEJARAH HAK DESAIN INDUSTRI
Pengaturan mulai dikenal abad ke 18 terutma dinegara yang mengembangkan revolusi industri yaitu inggris; berkembang pada sektor texstil dan kerajinan tangan massal; UU pertama DI "The designing and printing of linens, cotton, callsoes and muslins act" tahun 1787.

Adanya persinggungan antara DI dengan Hak Cipta, dari bentuk dan penerapannya dalam industri dan perdagangan dimungkinkan pula persinggungan DI dengan hak paten dan merek.

Pemerintahan Belandaperundang-undangan dibidang HKI  yaitu : Octrooiwet Stbl 1910, Reglement Industrieele Eigendom (Reglemen milik perindustrian) Stbl 1912 No 545 jo. Stbl 1910 No 214 dan Auteurswet Stbl 1912 No 600.

Undang Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri yang mengatur secara khusus perlindungan Desain Industri di Indonesia.

B. HAK DESAIN INDUSTRI
Perlindungan Hak DI pada dasanya melindungi Hak Moral (moral rights) dan hak ekonomi (economic rights). Hak moral adalah hak yang melindungi kepentingan pribadi pendesain sedangkan hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan keuntungan yang bernilai ekonomi.
Tujuan Pemberian Hak DI : adalah memberikan penghargaan kepada pendesain yang telah menghasilkan suatu karya DI berupa hak eksklusif  yang dalam UU DI Indonesia diberikan selama 10 tahun sejak tanggal penerimaan permohonan.

Diperlukannya Perlindungan Desain Industri
Karena suatu DI memiliki Hak ekonomi maka perlindungan menjadi penting untuk diterapkan dalam strategi bisnis perusahaan; Karena pemegang hak DI memiliki hak eksklusif untuk mencegah adanya penjiplakkan atau peniruan oleh pihak lain.

Subjek Hak Desain Industri
Hak DI diberikan oleh negara kepada pendesain.
Pendesain adalah seorang atau beberapa orang yang menghasilkan DI.
Pendesain adalah pemegang Hak Moral dari suatu DI, sedangkan Hak ekonomi berada ditangan pemegang Hak DI terdaftar.

Jika pedesaian bekerja pada orang lain atau diminta jasa maka orang yang membuat desain dianggap sebagai pedesain dan pemegang hak DI, kecuali ada perjanjian lain maka bisa saja Hak DI itu dimiliki pihak pemesan, Namun nama pendesain (Hak Moral) tetap harus dicantumkan.

Yang dapat dipindahkan atau dialihkan hanya Hak ekonomi saja. Hak Moral melekat pada pendesain; Pelanggaran Hak Moral apabila ada orang mengakui padahal bukan pendesain karya DI itu. Pelanggaran Hak Moral sanksi pidana penjara paling lama satu tahum dan/atau denda paling banyak 45 juta rupiah.

Objek Hak Desain Industri
Beberapa fungsi dikaitkan dengan mendesain produk : Fungsi teknik; menyangkut keamanan dan kesehatan bagi pemakai, Fungsi Fisik; menyangkut siapa pemakai produk, Fungsi Psikologis; menyangkut orang yang memakai produk, Fungsi Estetis; menyangkut proporsi bentuk, warna, dsb, Fungsi Ekonomis; berhubungan dengan harga dan kualitas, Fungsi Sosial; pengaruh dari produksi produk terhadap masyarakat.

Unsur dari Desain Industri adalah : Kreasi Kesan Estetis yang dapat diterapkan dalam produk industri.
Kreasi : dapat berwujud dua dimensi dan/atau tiga dimensi; Bentuk dan Konfigurasi adalah DI yang berwujud tiga dimensi (shape and configuration); Komposisi garis dan warna adalah kreasi DI berwujud dua dimensi (pattern and ornamentation), yaitu sesuatu yang ditambahkan atau ditempatkan pada permukaan barang.
Kesan Estetis : adalah kesan keseluruhan dari penampilan suatu produk yang memberi kesan indah bagi orang yang melihat produk tersebut.
DI dibedakan dengan Paten; karena DI harus terkait dengan penampilan dari suatu barang.
DI dibedakan dengan Merek; karena DI harus ornamental tidak selalu menjadi pembeda.
DI dibedakan dengan Hak Cipta; karena DI harus diterapkan pada suatu produk, mencakup dua aspek sekaligus yaitu aspek fungsi/teknis dan aspek keindahan serata dapat diproduksi secara massal.

Desain Industri yang mendapat Perlindungan
Hak DI diberikan untuk DI yang baru; dianggap baru apabila saat dimohonkan tidak sama dengan pengungkapan sebelumnya; yang dapat berupa pengumuman dan/atau penggunaan DI sebelum tanggal penerimaan baik di Indonesia maupun dil;uar negeri.

Desain Industri yang tidak mendapat Perlindungan
Hak DI tidak dapat diberikan apabila DI tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum, agama, atau kesusilaan.
Desain Industri yang kreasinya semata-mata fungsi atau teknis (engineering design) juga tidak dapat diberikan hak desain industri , karena hal ini tidak sesuai dengan definisi DI yang pada dasarnya kreasi yang diterapkan bertujuan untuk memberikan kesan estetis.

C. JENIS PERMOHONAN DESAIN INDUSTRI
Pasal 13 UU 31/2000; Jenis Permohonan DI :
(a). Satu Desain Industri
(b). Beberapa DI yang merupakan satu kesatuan DI atau yang memiliki kelas yang sama.
Dari aspek kreasi dan produk Jenis Permohonan DI dapat berupa :
(1). Keseluruhan kreasi yang diterapkan pada produk atau produk utuh atau komponen produk sebagai satu desain industri yang disebut Satu Produk.
(2). Sebagian kreasi yang diterapkan pada produk sebagai satu Desain Industri yang disebut Desain Parsial.
(3). Beberapa produk atau beberapa Desain Industri yang merupakan satu kesatuan Desain Industri atau sebagai satu Desain Industri yang disebut Produk Set.

D. DESAIN INDUSTRI PARSIAL
Lahirnya Sistem Perlindungan DI Parsial
Sistem Perlindungan DI Parsial
Cara Mendaftarkan DI Parsial
Pertimbangan Substantif DI Parsial
Penggunaan Hak DI Parsial

E. PROSEDURE DAN PERSYARATAN PENDAFTARAN DESAIN INDUSTRI
HDI diperoleh atas dasar permohonan, atau yang dikenal dengan sistem konstitutif. Permohonan diajukan ke Dirjen HKI kementerian Hukum dan HAM.
UU 31/2000; Indonesia menganut prosedur semipemeriksaan substantf, karena dua kemungkinan:
(1). tanpa melalui proses pemeriksaan substantif (kebaruan) apabila tidak ada pihak yang keberatan pada masa pengumuman (3 bulan)
(2). melalui proses pemeriksaan substantif (kebaruan) apabila ada pihak lain yang mengajukan keberatan (3 bulan).
Persyaratan minimum : (1). mengisi formulir permohonan; (2). melampirkan contoh fisik/gambar/photo dan uraian dari desain industri; (3). membayar biaya permohonan.

F. REPRESENTASI DESAIN INDUSTRI
Hal yang menjadi sangat penting dalam representasi karya DI :
Ketepatan dari representasi, Kejelasan dari representasi, Kesatuan dari representasi.
Representasi DI Dalam permohonan pendaftaran DI meliputi : Gambar, photo, contoh fisik dan uraian desain indutri.


G. STRATEGI PENDAFTARAN DESAIN INDUSTRI
Dalam mengajukan permohonan pendaftaran DI dua hal yang harus diperhatikan, yaitu :
(1). Jenis Permohonan ; akan mempengaruhi seberapa besar lingkup yang dimiliki dalam penggunaan hak.
(2). Kebaruan; akan menentukan apakah suatu desain industri dapat didaftarkan.
Jenis permohonan tergantung dengan jenis produk : Produk Utuh dan Komponennya, Produk Utama dan Variannya, Produk Set dan Satuannya, Keseluruhan dan Sebagian Kreasi.

KB 2 : PENGGUNAAN HAK, OVERLAP PERLINDUNGAN, PERJANJIAN INTERNASIONAL, PENYELESAIAN SENGKETA, DAN PELANGGARAN HAK DESAIN INDUSTRI
A. PENGGUNAAN HAK DESAIN INDUSTRI
Prinsip Penggunaan HDI
3 Jenis permohonan DI yang masing-masing merupakan satu DI, yaitu :
(1). Produk Utuh (Whole) - mesin pembuat Jus (Juicer);  (2). Komponen atau bagian dari utuh yang terlepas dari produk utuhnya (Component) - Mangkok komponen lepas Juicer (cup);  (3). Sebagian kreasi yang tidak terlepas dari produk utuh (Portion) - dalam hal ini Juicer.

Pengalihan Hak Desain Industri
HDI merupakan harta benda bergerak yang bersifat immaterial, sehingga dapat dipindahkan kepemilikan haknya kepada pihak lain. Pengalihan Hak DI yang berpindah hanya hak ekonominya saja, Hak Moralnya tetap melekat pada pedesain yang asli (orisinal).
Hak Ekonomi : adalah hak untuk melaksanakan hak eksklusif yang diberikan untuk tujuan komersil.
Hak Moral : adalah hak yang melekat pada moral pedesain dan tidak dapat diubah sampai kapanpun, contohnya pencantuman nama pendesain.
Pengalihan Hak melalui : Pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis, atau sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.

Lisensi Hak Desain Industri
Lisensi adalah : suatu wewenang yang diberikan oleh pemberi Lisensi (lisensor) untuk menggunakan materi yang dilisensikan kepada penerima lisensi (licensee); Lisensi dilaksanakan melalui suatu perjanjian disebut Perjanjian Lisensi.

B. OVERLAP DESAIN INDUSTRI DAN HAK CIPTA
Kemungkinan overlap atau tumpang tindih antara Desain Industri dengan Paten dari aspek Teknis, Desain industri dengan Hak Cipta dari aspek Keindahan.
Ada tiga kombinasi sistem perlindungan operlav Desain Industri dan Hak Cipta :
Sistem Kumulatif atau Perlindungan ganda (cumulative or dual protection), perlindungan terpisah (separation of protection), dan perlindungan overlap sebagian (partial overlap of protection).

C. PERJANJIAN INTERNASIONAL TERKAIT DESAIN INDUSTRI
Persetujuan TRIPs - WTO; adalah salah satu perjanjian dalam pembentukan WTO tahun 1994 yang isinya mengatur tentang perdagangan internasional dikaitkan dengan aspek-aspek HKI.
Konvensi Paris; merupakan Konvensi pertama yang mengatur Hak milik industri (Industrial property) yang meliputi paten, merek, dan desain industri.
Konvensi Berne; Berne Convention; diadakan 1886 dan diselenggarakan oleh WIPO. Konvensi Bern melindungi ciptaan-ciptaan pencipta dari negara-negara anggota.
Perjanjian Hague; Adalah suatu sistem yang memungkinkan pemilikdesain untuk mendaftar secara sentral terhadap desain mereka ke sejumlah negara dan/atau organisasi intergovermental , tanpa harus membuat permohonan terpisah-pisah; (a). London Act 1934,  (b). Hague Act 1960, (c). Geneva Act 1960.
Perjanjian Locarno; Untuk Keperluan pendaftaran DI, telah disusun suatu daftar klasifikasi desain Industri yang disetujui dalam Perjanjian Locarno pada tahun 1968 diamandemen 1979.

D. PENYELESAIAN SENGKETA DAN PELANGGARAN HAK DESAIN INDUSTRI
Psl 9 ayat (1) UU 31/2000 :  Hak  yang dimiliki oleh Pemegang Hak Desain Industri adalah Hak Ekslusif untuk melaksanakan Hak desain Industri yang dimilikinya dan untuk melarang orang lain yang tanpa persetujuannya membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor, dan/atau mengedarkan barang yang diberi Hak Desain Industri;
Psl 9 ayat (2) UU 31/2000 : Dikecualikan untuk kepentingan penelitian dan pendidikan sepanjang tidak merugikan kepentingan yang wajar pemegang hak; 
Psl 5 ayat (1) UU 31/2000; Lama perlindungan terhadap HDI diberikan untuk jangka waktu 10 tahun terhitung sejak tanggal penerimaan.
Psl 5 ayat (2) UU 31/2000; Tanggal mulai berlaku jangka waktu perlindungan dicatat dalam Daftar Umum Desain Industri dan akan diumumkan dalam Berita Resmi Desain Industri.
Psl 38 (1) UU 30/2000; Gugatan Pembatalan pendaftaran DI dapat diajukan pihak berkepentingan dengan alasan sebagaimana psl 2 atau 4 UU 30/2000 kepada Pengadilan Niaga.
Psl 38 (2) UU 30/2000; Putusan Pengadilan Niaga  Pembatalan pendaftaran HDI disampaikan ke Dirjen paling lama 14 hari sejak putusan.
Psl 40  UU 31/2000; Terhadap putusan Pengadilan Niaga mengenai pembatalan HDI tersebut hanya dapat dimohonkan kasasi.
Psl 46 UU 30/2000; Pemegang HDI atau penerima Lisensi dapat menggugat.......... dengan lingkup HDI ke Pengadilan Niaga.
Psl 47 UU 30/2000; Selain penyelesaian ........... para pihak  ........ arbitrase atau APS
Psl 49 UU 30/2000; Berdasarkan bukti yang cukup, pihak yang haknya dirugikan dapat meminta hakim Pengadilan Niaga .......... berkaitan dengan pelanggaran HDI.
Psl 50 UU 30/2000; Dalam hal surat penetapan sementara telah dilaksanakan, .......... untuk didengar keterangannya.
Psl 51 UU 30/2000; Dalam hal hakim Pengadilan Niaga telah menerbitkan surat penetapan sementara ........ penetapan sementara pengadilan tersebut.
Psl 52 UU 30/2000; Dalam hal penetapan sementara Pengadilan Niaga dibatalkan, pihak yang merasa dirugikan .......... penetapan sementara pengadilan tersebut.

Dalam hal terjadi pelanggaran pidana; Psl 53 (1) dan (2) UU 31/2000; Selain Penyidik Pejabat Polri atau Penyidik Pejabat PNS dilingkungan .......... dimaksud dalam UU 8/1981 .... melakukan penyidikan tindak pidana dibidang HDI yang memiliki wewenang : (a). melakukan pemeriksaan atas kebenaran pengaduan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana dibidang desain industri;  (b). melakukan pemeriksaan terhadap pihak yang diduga telah melakukan tindak pidana dibidang desain industri;  (c). meminta keterangan dan bahan bukti dari para pihak sehubungan dengan peristiwa tindak pidana dibidang Desain Industri;  (d). melakukan pemeriksaan atau pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana dibidang Desain Industri;  (e). melakukan pemeriksaan ditempat tertentu yang diduga terdapat barang bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen lain;  (f). melakukan penyitaan terhadap bahan dan/atau barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana dibidang Desain industri;  (g). meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dibidang desain industri.
Pasal 53 (3) dan (4) UU 31/2000 : Penyidik PNS dalam tugasnya memberitahukan dimulainya penyidikan dan  ........... Pasal 107 UU 8/1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Sanksi Pidana; Psl 54 UU 31/2000 : Pelanggaran pidana terjadi apabila ada pihak yang dengan sengaja dan tanpa hak ...... penjara paling lama 4 tahun dan denda paling banyak 300 juta rupiah.
Psl 54 ayat (2); Barang siapa dengan sengaja melanggar hak moral  .... pidana penjara paling lama 1 tahun dan/atau denda paling banyak 45 juta rupiah.
Psl 54 ayat (3); Tindak pidana tersebut merupakan delik aduan.


MODUL 7

INDIKASI GEOGRAFIS
KB 1 : DEFINISI DAN PENGERTIAN INDIKASI GEOGRAFIS
A. DEFINISI INDIKASI GEOGRAFIS DI INDONESIA 
UU 15/2001 tentang Merek; Indikasi Geografis dilindungi sebagai suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang, yang karena faktor geografis termasuk faktor alam, faktor manusia atau kombinasi keduanya memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang dihasilkan.

Tanda dapat berupa : nama tempat, daerah atau wilayah, kata, gambar, huruf, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut
Nama tempat dapat berasal dari : (a). nama yang tertera dalam peta geografis; (b). nama yang karena pemakaian secara terus menerus sehingga dikenal sebagai nama tempat asal barang bersangkutan.

Indikasi Geografis adalah : suatu indikasi atau identitas dari suatu barang yang berasal dari suatu tempat, daerah, atau wilayah tertentu yang menunjukkan adanya kualitas, reputasi, dan karakteristik termasuk faktor alam dan faktor manusia yang dijadikan atribut dari barang tersebut.
Tanda yang digunakan sebagai indikasi geografis ; dapat berupa etiket atau label yang diletakkan pada barang yang dihasilkan.
Indikasi Geografis rezim HKI yang bersifat teritorial. Namun demikaian indikasi geografi menjadi khusus krena menajadi salah satu rezim HKI yang sangat dipengaruhi nilai masyarakat setempat.

B. DEFINISI INDIKASI ASAL DI INDONESIA
Indikasi-asal dilindungi sebagai suatu tanda yang memenuhi ketentuan Pasal 56 (1) mengenai Indikasi Geografis yaitu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, kombinasi keduanya memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan, tetapi tidak didaftarkan atau semata-mata menunjukkan asal suatu barang / jasa.

C. BEBERAPA ISTILAH DAN PENGERTIAN INDIKASI GEOGRAFIS LAINNYA
Keragman definisi Indikasi Geografis disebabkan tiga hal : (1). adanya perbedaan batasan mengenai indikasi geografis; (2). belum adanya kesepakatan ruang lingkup dan cara implementasi perlindungan; (3). pengaruh pilihan kategori hukum negara-negara terkait.

Beberapa istilah dan pengertian indikasi geografis : Indikasi Geografis / Indikasi Geografis yang dilindungi (Geographical Indication/Protected Geographical Indication); Apelasi asal (Appellation of Origin); Indikasi Sumber (Indication of Source); Penunjuk asal yang dilindungi (Protected Designation of Origin); Indikasi geografis tidak langsung (Indirect Geographcal Indication); Nilai Tradisional/Ekspresi Tradisional/Jaminan Kekhususan Tradisional (Traditional Denomination/traditional Ekspressions/Tradional Speciality Guranteed); Ekspresi Tambahan Yang dilindungi (Ancillary Protected Expressions); Indikasi daerah asal (Indication of regional Origin)

Indikasi Geografis / Indikasi Geografis yang dilindungi (Geographical Indication/Protected Geographical Indication); Apelasi asal (Appellation of Origin); 2 istilah yang umum dipakai (dalam persetujuan TRIPs) dan definisi yang dapat dipandang sebagai dasar dari pengertian indikasi Geografis.

D. INDIKASI GEOGRAFIS ATAU INDIKASI GEOGRAFIS YANG DILINDUNGI (GEOGRAFICHAL INDICATION ATAU PROTECTED GEOGRAFHICAL INDICATION) DALAM PERSETUJUAN TRIPS
Diatur mandiri pada Bagian 3 Pasal 22 sampai 24.  Psl 22 ayat (1) Persetujuan TRPs; Indikasi Geografis adalah : " ......... Indikasi yang menandakan bahwa suatu barang berasal dari wilayah teritorial Negara Anggota, atau dari sebuah daerah  ....... asal geografis barang itu "

Indikasi Geografis merupakan : (a). Tanda; (b). bagian dari tanda pembeda ang harus memiliki aspek-aspek khusus dari nama asal barang yang bisa dipergunakan, yaitu : a). menujukkan keterkaitan khusus antara barang tersebut dengan nama tempat asalnya; b). memiliki nilai ekonomis; c).Reputasi.

Indikasi Geografis dapat berwujud : (a). Unsur-unsur alam atau lingkungan lain yang bersifat unik; (b). Tanda, Tanda ini dapat : 1). berarti nama tempat asal; 2). berarti penyebutan suatu produk yang hanya menyiratkan asal tempat produk itu; 3). benda atau simbol unik yang secara langsung berasosiasi dengan tempat asalnya.

E. APELASI ASAL ATAU APELASI ASAL TERKONTROL (THE APPELATION OF ORIGINS OR I'APPELATION D'ORIGINE CONTROLLE)
Apelasi Asal (Appellation of Origin/AO) dipakai dalam Perjanjian Lisabon tentang Perlindungan dan Pendaftaran Internasional Apelasi Asal 1958; Istilah Prancis I'Appellation d'Origine Controlle diterjemahkan "Apelasi Asal" atau "Nama Formal  Asal yang Terkontrol"
Psl 2 (1) Perjanjian Lisabon; Apelasi Asal adalah :
" Nama Geografis dari sebuah negara, atau daerah, atau daerah lokal, yang berfungsi sebagai penunjuk tempat dihasilkannya suatu produk, ........... dengan faktor-faktor alam dan manusia "
Sergio Escudo; Perbandingan pengertian Aspelasi Asal dan Indikasi Geografis :
(a). Jika apelasi asal harus berwuud nama tempat, baik itu suatu negara, daerah atau lokalitas; Indikasi Geografis dapat berwujud nama geografis atau tanda-tanda lain yang dapat mengidentifikasi secara jelas tempat asal produk tersebut;  (b). Apelasi asal berfungsi utama sebagai tanda pembeda suatu produk, sedang indikasi geografis lebih berfungsi untuk menandakan asal tempat suatu produk; (c). Apelasi asal hanya terbatas pada rujukan kualitas dan karakter suatu produk, sedang indikasi geografis juga merujuk kepada reputasi produk; (d). Apelasi asal mempertimbangkan damn merujuk kepada lingkungan geografis, sedang indikasi geografis merujuk kepada konsep umum tentang asal geografis; (e). Apelasi asal hanya mencakup nama geografis, sedang indikasi geografis juga mencakup simbol.

KB 2 : SEJARAH INDIKASI GEOGRAFIS DAN PERJANJIAN DAN ATAU KONVENSI INTERNASIONAL TERKAIT INDIKASI
A. PERJANJIAN DAN/ATAU KONVENSI INTERNASIONAL TERKAIT DENGAN NAMA ASAL SUATU PRODUK
Persetujuan TRIPs; membentuk Indikasi Geografis satu rezim dengan HKI yang diterima tanpa reservasi ratusan negara penandatangan Perjanjian WTO / Persetujuan TRIPs tahun 1995.
2 Perjanjian Internasional cukup penting bagi Indikasi Geografis yaitu :
(1). Perjanjian Madrid 1891 tentang penghapusan Indikasi sumber barang palsu atau menipu;
(2). Perjanjian Lisabon tentang Perlindungan dan Pendaftaran Internasional Apelasi Asal 1958.

B. PERJANJIAN MADRID 1981 TENTANG PENGHAPUSAN INDIKASI SUMBER BARANG YANG PALSU ATAU MENIPU (THE MADRID AGREEMENT  1891 FOR THE REPRESSION OF FALSE OR DECEPTIVE INDICATIONS OF SOURCE ON GOODS)
Adalah Perjanjian multilateral yang berkaitan dengan manfaat ekonomis nama asal suatu produk; Merupakan satu-satunya perjanjian internasional yang fokus pada ketentuan Indikasi geografis; Istilah dalam perjanjian ini adalah Indikasi Sumber atau Indikasi Asal (Indication of Sources)

C. PERJANJIAN LISABON TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENDAFTARAN INTERNASIONAL APELASI ASAL 1958 (LISBON AGREEMENT OF 1958 FOR THE PROTECTION OF APPELATIONS OF ORIGIN)
Adalah suatu konvensi internasional yang tidak ditandantangani banyak negara. Meskipun demikian Konvensi Internasional yang terdiri dari 18 pasal ini terkenal, karena ia menerapkan sistem perlindungan ekstra kuat terhadap suatu produk yang diperdagangkan dengan nama tempat asal,
Sistem perlindungan ekstra kuat lazim disebut sistem apelasi asal (apellation of orogon) atau secara populer dikenal dengan sistem perjanjian Lisabon.

D. INDIKASI GEOGRAFIS DALAM PERSETUJUAN TRIPS
Perjanjian TRIPs adalah salah satu tonggak penting dalam upaya liberalisasi perdagangan Internasional; Disahkan sebagai lampian IC dari Perjanjian Marakesh tentang Pendirian WTO; Sebagai salah satu hasil dari negosiasi Putaran Perjanjian Umum tentang Tarif dan Perdagangan GATT yang dilakukan di Uruguay tahun 1986 sd 1994.

Dalam negosiasi Persetujuan TRIPs, Indikasi Geografis menjadi salah satu rezim yang dipertimbangkan untuk dilindungi, negosiasi ini didukung kuat oleh Masyarakat Ekonomi Eropa / MEE dengan mengususng ide perlindungan bagi Indikasi Geografis termasuk Apelasi Asal, dengan perlindungan khusus yang lebih kuat untuk minuman anggur (wins) dan minuman keras (spirits).

E. KETENTUAN INDIKASI GEOGRAFIS DALAM PERSETUJUAN TRIPS
1. Pengertian Indikasi Geografis dalam Persetujuan TRIPs
Diatur mandiri pada Bagian 3 Pasal 22 sampai 24.  Psl 22 ayat (1) Persetujuan TRPs; Indikasi Geografis adalah : " ......... Indikasi yang menandakan bahwa suatu barang berasal dari wilayah teritorial Negara Anggota, atau dari sebuah daerah  ....... asal geografis barang itu "

2. Tingkat-Tingkat Perlindungan Indikasi Geografis menurut Persetujuan TRIPs
Tingkat Pertama; didasarkan pada psl 22 (2) butir a dan b Peretujuan TRIPs; yang mewajibkan negara-negara anggota untuk mencegah penggunaan Indikasi Geografis yang salah dan berpotensi menyesatkan masyarakat; Penghindaran persaingan tidak sehat.
Tingkat Kedua; Psl 23 (1) (2) (3) dan (4) Persetujuan TRIPs; mengenai perlindungan tambahan bagi Indikasi Geografis.

3. Ketentuan Kepemilikan dan Jangka Waktu Perlindungan Indikasi Geografis
Negara-negara anggota terbuka untuk menentukan cara-cara sendiri, termasuk dalam hal-hal mendasar, seperti kepemilikan dan jangka waktu perlindungan.
Persetujuan TRIPs tidak mengungkapkan aturan kepemilikan Indikasi Geografis secara spesifik, ada kecendrungan beberapa negara memungkinkan indikasi geografis sebagai hak individu.
Ada dua variasu jangka waktu perlindungan yang umum dipakai :
(a). sama dengan jangka waktu perlindungan merek; (b). perlindungan diberikan selama kualitasnya masih terjaga dan pihak pemegang hakatau kuasanya sendiri tidak menghentikan pemakaiannya.

4. Tumpang Tindih antara Indikasi Geografis dan Merek.
Indikasi Geografis dan merek sama-sama memiliki tujuan untuk melindungi publik dari penyesatan, baik sengaja maupun tidak sengaja; Tujuan lainnya adalah sebagai tanda pembeda yang merupakan fungsi utama; mengamankan konsumen dari ketidakpastian makna suatu tanda; Dalam konteks ini proteksi indikasi geografis dan merek sering jadi tumpang tindih.
Dua pendapat yang berkaitan dengan eksistensi indikasi geografis dan merek :
(1). Lebih mengutamakan indikasi geografis daripada merek;  (2). memandang indikasi geografis dan merek sama kuatnya.
Jika ada tumpang tindih eksistensi keduanya ditentukan oleh prinsip "the first in time, first in right" atau " yang paling dulu, yang paling berhak" (Psl 24 (5) Persetujuan TRIPs).

KB 3 : INDIKASI GEOGRAFIS DI INDONESIA
A. INDIKASI GEOGRAFIS DI INDONESIA 
Diatur dalam UU 15/2001 khususnya Bab VII Pasal 56 sd 60.
Indikasi Geografis Rezim HKI, Alasan diajukan :
(1). sebagai penandatangan Persetujuan TRIPs; (2). Adanya keuntungan untuk memilih sistem indikasi geografis yang cocok dengan kepentingan nasionalnya; (3). Karakterustik kepemilikan indikasi geografis adalah kolektif atau komunalistik; (4). harus ada kaitan atau hubungan erat (strong link) antara nama atau indikasi produk dengan kondisi geografis asal produk; (5). Jangka waktu perlindungan bagi indikasi geografis berlaku terus menerus; (6). Indikasi geografis rezim HKI terbukti meningkatkan derajat ekonomi komunitas lokal yang miskin.

B. DEFINISI INDIKASI GEOGRAFIS DAN INDIKASI ASAL DI INDONESIA 
UU 15/2001; Sebagai suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri, dan kualitas ntertentu pada barng yang dihasilkan.

Tanda dapat berupa : nama tempat, daerah atau wilayah, kata, gambar, huruf, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut
Nama tempat dapat berasal dari : (a). nama yang tertera dalam peta geografis; (b). nama yang karena pemakaian secara terus menerus sehingga dikenal sebagai nama tempat asal barang bersangkutan.

Indikasi Geografis adalah : suatu indikasi atau identitas dari suatu barang yang berasal dari suatu tempat, daerah, atau wilayah tertentu yang menunjukkan adanya kualitas, reputasi, dan karakteristik termasuk faktor alam dan faktor manusia yang dijadikan atribut dari barang tersebut.
Tanda yang digunakan sebagai indikasi geografis ; dapat berupa etiket atau label yang diletakkan pada barang yang dihasilkan.
Indikasi Geografis rezim HKI yang bersifat teritorial. Namun demikaian indikasi geografi menjadi khusus krena menajadi salah satu rezim HKI yang sangat dipengaruhi nilai masyarakat setempat.
Indikasi-asal dilindungi sebagai suatu tanda yang memenuhi ketentuan Pasal 56 (1) mengenai Indikasi Geografis yaitu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang.

C. PIHAK YANG DAPAT MENGAJUKAN PERMOHONAN PENDAFTARAN INDIKASI GEOGRAFIS
(1). Lembaga (Koperasi atau asosiasi) yang mewakili masyarakat di daerah yang memproduksi barang yang bersangkutan yang terdiri atas : a). pihak yang mengusahakan barang yang merupakan hasil alam atau kekayaan alam; b). produsen barang hasil pertanian; c). Pembuat barang-barang kerajinan tangan atau hasil industri; d). pedagang yang menjual barang tersebut
(2). Lembaga yang diberi kewenangan untuk itu
(3). Kelompok konsumen barang tersebut

D. JANGKA WAKTU PERLINDUNGAN INDIKASI GEOGRAFIS
Perlindungan hukum berlangsung selama ciri dan/atau kualitas yang menjadi dasar bagi diberikan perlindungan atas indikasi geografis tersebut masih ada; Jika sebelum atau saat dimohonkan suatu tanda dipakai dengan itikad baik oleh pihak lain yang tidak berhak mendaftar  (Psl 56 (2) UU 15/2001) maka pihak tersebut dapat menggunakan untuk jangka waktu 2 tahun terhitung sejak tanda terdaftar sebagai indikasi geografis.

E. PERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN TERHADAP PEMAKAIAN INDIKASI GEOGRAFIS 
Gugatan terhadap pelanggaran berupa permohonan ganti rugi dan penghentian penggunaan serta pemusnahan etiket indikasi geografis yang digunakan secara tanpa hak tersebut. Hakim dapat memerintahkan pelanggar untuk :
(1). menghentikan kegiatan produksi; (2). memerintahkan pemusnahan etiket indikasi geografis yang digunakan secara tanpa hak tersebut.
Pengaju gugatan dapat meminta Penetapan Sementara; UU 15/2001 khususnya Bab XII tentang Penetapan Sementara Pengadilan Niaga.

F. PENETAPAN SEMENTARA
Pihak dirugikan dapat meminta hakim Pengadilan Niaga menerbitkan Surat Penetapan sementara tentang :
(1). pencegahan masuknya barang yang berkaitan dengan pelanggaran hak merek; (2). penyimpanan alat bukti yang berkaitan dengan pelanggaran merek tersebut.
Syarat Permohonan Penetapan Sementara :(1). melampirkan bukti kepemilikan Indikasi Geografis; (2). melampirkan bukti adanya petunjuk awal yang kuat atas terjadinya pelanggaran Indikasi Geografis; (3). Keterangan yang jelas mengenai barang dan/atau dokumen yang diminta, dicari, dikumpulkan dan diamankan untuk keperluan pembuktian; (4). Adanya kekhawatiran pihak diduga melakukan pelanggatan indikasi geografis akan dapat dengan mudah menghilangkan barang bukti; (5). membayar jaminan berupa uang tunai atau jaminan bank.
Hakim yang memeriksa sengketa harus memutuskan :
(1). mengubah, membatalkan penetapan smentara; (2). menguatkan penetapan sementara dalam waktu paling lama 30 hari sejak dikeluarkannya penetapan sementara tersebut.
Penetapan Sementara dikuatkan : uang jaminan dikembalikan ke pemohon penetapan dan dapat mengajukan gugatan sebagaimana Psl 57 dan 60 UU 51/2001.
Penetapan sementara dibatalkan : uang jaminan diserahkan kepada pihak yang dikenai tindakan sebagai ganti rugi akibat adanya penetapan sementara tersebut.

G. PENDAFTARAN INDIKASI GEOGRAFIS 
Diatur dalam Psl 56 (3) UU 51/2001; selanjutnya diatur dalam PP 51/2007 Tentang Indikasi Geografis mengenai Prosedur pendaftaran.
Tata cara pendaftaran dapat dikelompokkan menjadi :
(1). Tahap pertama ; Mengajukan Permohonan
(2). Tahap kedua ; Pemeriksaan Administratif
(3). Tahap Ketiga ; Pemeriksaan Substansi
(4). Tahap Keempat ; Pengumuman paling lama sejak tanggal disetujuinya indikasi geografis untuk didaftar maupun ditolak.
(5). Tahap kelima ; Oposisi pendaftaran; Keberatan dari pihak lain
(6). Tahap Keenam ; Pendaftaran
(7). Tahap Ketujuh ; Pengawasan terhadap pemakaian indikasi geografis,
(8). Tahap Kedelapan ; Banding.

H. ALASAN PENOLAKAN DAN BANDING PENDAFTARAN INDIKASI GEOGRAFIS
Permohoanan pendaftaran indikasi Geografis dapat ditolak oleh Dirjen HKI dengan alasan :
(1). bertentangan dengan moralitas agama, kesusilaan, ketertiban umum;
(2). dapat memperdayakan atau menyesatkan masyarakat mengenai sifat, citra, kualitas, asal sumber, proses pembuatan dan/atau kegunaannya;
(3). tidak memenuhi syarat untuk didaftar sebagai indikasi geografis.

Permohonan banding diajukan paling lambat dalam  waktu 3 bulan terhitung tanggal surat pemberitahuan penolakan permohonan.

Terhadap penolakan pemohon dapat banding ke Komisi banding Merek; Pasal 56 (6) UU 15/2001 ketentuan banding Pasal 29, 30, 32,33 dan 34 berlaku secara mutatis mutandis bagi permintaan banding permohonan pendaftaran indikasi geografis; merupaka proses yang sama banding atas merek sesuai dengan UU 15/2001.

I. KOMISI BANDING MEREK
adalah; badan khusus yang independen dan berada di lingkungan departemen yang membidangi HKI; paling banyak berjunlah 15 orang; yang terdiri atas : (1). seorang ketua merangkap anggota, (2), seorang wakil ketua merangkap anggota, (3). anggota yang terdiri dari beberapa ahli dibdang yang diperlukan, serta Pemeriksa senior.

Diangkat dan diberhentikan oleh MenkumHAM masa jabatan 3 tahun; Ketua dan wakil dipilih dari dan oleh anggota; Syarat diangkat menjadi Komisi Banding :
(1). WNI; (2). Tempat Tinggal wilayah RI; (3). Bertaqwa Kepada tuhan YME; (4). sehat jasmani dan rohani; (5). cakap berbahsa inggris; (6). memiliki pengetahuan, pemahaman, dan keahlian di bidang merek; (7). paling tinggi 65 tahun.
Majelis Banding; berjumlah ganjil sekurang-kurangnya 3 orang, satu diantaranya adalah Pemeriksa Senior yang tidak melakukan pemeriksaan substantif terhadap permohonan.

J. PENYIDIKAN DALAM INDIKASI GEOGRAFIS
Selain Penyidik Polri, Pejabat PNS tertentu di Dirjen HKI diberi wewenang khusus sebagai penyidik; UU 8/1981 tentang Hukum Acara Pidana , untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang merek. Penyidik PNS berwenang :
(1). melakukan pemeriksaan atas kebenaran aduan ........ termasuk indikasi Geografis.
(2). melakukan pemeriksaan terhadap pribadi  kodrati/orang atau BH ....... aduan tersebut diatas.
(3). meminta keterangan dan barang bukti dari orang ............ , termasuk indikasi geografis.
(4). melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, ............., termasuk indikasi geografis.
(5). melakukan pemeriksaan ditempat tertentu yang diduga terdapat barang bukti .......geografis.
(6). meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas ........., termasuk indikasi geografis.
Penyidik Pejabat PNS memberitahukan dimulainya penyidikan dan hasil penyidikannya kepada Penyidik Pejabat Polri. Penyidik Pejabat PNS menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polri (Ketentuan Psl 107 UU 8/1981 tentang Hukum Acara Pidana).


K. KETENTUAN PIDANA
Setiap orang atau BH dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda yang sama pada keseluruhan dengan indikasi Geografis milik pihak lain untuk barang yang sama atau sejenis dengan barang yang terdaftar, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1 Milyar Rupiah.
Setiap orang atau BH dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda yang sama pada pokoknya dengan indikasi Geografis milik pihak lain untuk barang yang sama atau sejenis dengan barang yang terdaftar, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 800 juta Rupiah.

Pasal 92 ayat (1) dan (2) : Tiruan dari barang yang terdaftar; 
Setiap orang atau BH dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda yang dilindungi berdasarkan  indikasi asal pada barang atau jasa sehingga dapat memperdaya atau menyesatkan masyarakat mengeani asal barang atau jasa tersebut, dipidana  dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 800 juta Rupiah.

Tindak Pidana perdagangan hasil pelanggaran merek, termasuk indikasi geografis;
Setiap orang atau BH yang memperdagangkan barang dan/atau jasa yang diketahui atau patut diketahui bahwa barang dan/atau jasa tersebut merupakan hasil pelanggaran sebagaimana dimaksud Pasal 90,91,92 dan 93, dipidana  dengan pidana kurungan  paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 200 juta Rupiah.

Tindak Pidana itu merupakan suatu pelanggaran, namun demikian tindak pidana terhadap indikasi geografis merupakan delik aduan.


MODUL 8

RAHASIA DAGANG
KB 1 : PENGANTAR RAHASIA DAGANG
A. ISTILAH RAHASIA DAGANG
Dalam perjanjian TRIPs disebut dengan Undisclosed Information; Inggris (Confidential Information); Amerika Serikat (Trade Secret), Indonesia (Rahasia Dagang)/Trade Secret : yang penerapannya hanya  berlaku pada informasi teknologi dan bisnis.
Perlindungan RD di Indonesia diatur dalam UU 30/2000 tentang RD (selanjutnya disebut " UU No 30 tahun 2000")

B. KONSEP DAN PENGERTIAN RAHASIA DAGANG
RD dan Hak Cipta adalah dua HKI yang pengakuannya berdasarkan Prinsip Nonregister; Pengakuannya (RD) tidak berdasarka pendaftaran melainkan secara otomatis diakui oleh negara sepanjang memenuhi unsur-unsur RD diatur dalam UU 30/2000; karena jika di registerasi dengan sendirinya informasi harus dibuka sehingga bukan lagi RD.

Rahasia Dagang adalah : Informasi yang tidak diketahui secara umum atau diketahui secara terbatas oleh pihak-pihak tertentu tentang hal-hal yang menyangkut dagang, oleh karenanya informasi dagang ini perlu di proteksi kerahasiaannya "  
Informasi dagang perlu di proteksi kerahasiaannya karena :
(a). Secara moral memberikan penghargaan kepada pihak yang menemukan; (b). secara materi memberikan insentif.
Saidin; enam prinsip RD yang dapat ditemukan secara umum :
(1). untuk memperoleh perlindungan hukum informasi harus bersifat rahasia; (2). Tergugat harus berkeyakinan bahwa penggugat menjaga kerahasiaan suatu informasi; (3). Harus ada penggunaan informasi rahasia tanpa izin dari penggugat yang dilakukan oleh tergugat; (4). Penggunaan tanpa izin atas informasi harus mengakibatkan kerugian terhadap tergugat; (5). Pengungkapan infornasi rahasia dapat dibenarkan demi kepentingan umum dalam keadaan tertentu; (6). Berbagai upaya hukum dapat diterapkan melalui pengadilan

C. SEJARAH RAHASIA DAGANG
Bangsa Cina 3000 SM; memberi gelar Putri Hsi-Ling-shih, isteri kaisar kuning sebagai dewi sutra; Kerahasiaan teknik dan proses pembuatan sutra; membuka rahasia atau menyelundupkan kepompong ke luar china dihukum mati; Rahasia terjaga 2000 tahun sesudahnya.
Kasus pertama di Inggris tahun 1817; Perkara perselisishan rahasia resep obat-obatan yang terkait dengan persaingan bisnis antara Newberry VS James.Kasus berikutnya tahun 1849 antara Prince Albert VS Strange.
Kasus Trade Secret pertama di Amerika Serikat tahun 1837 pada kasus Vickey VS Welch.

Jepang
tidak mengenal istilah RD, Perlindungan diberikan hanya untuk informasi yang dirahasiakan khusus dalam bidang teknologi yang disbut dengan "know how".
Belanda (Sistem civil Law); informasi rahasia bukan HKI; tidak ada pengertian RD dalam UU maupun keputusan pengadilannya.  Kasus dapat dipersamakan dengan kasus RD adalah putusan Hoge Raad Nederland (31 Januari 1919) pada kasus Lindenbaum VS Cohen 16.
Hoge Raad memperluas PMH dalam pasal 1365 Bugerlijke Wetboek (BW) KUHPerdata.


D. PERBEDAAN PANDANGAN DALAM RAHASIA DAGANG
Philip Griffith; perlindungan RD menjadi acuan negara didunia ditinjau dari dua tipe :
(1). Common Law Approuch;
Digunakan negara penganut sistem Common Law contohnya Inggris; Perlindungan RD diatur dalam hukum Perlindungan informasi (the law of confidence) yang mulai dikenal dan mendapat perhatian melalui pengadilan sejak 1800.
Informasi yang dilindungi sangat luas, meliputi : (a). business information (trade secret);  (b). personal information;  (c). governmental information.
Berdasarkan Common law approach; pertimbangan hakim dalam memberikan putusan adalah berdasarkan kasus-kasus yang sudah terjadi sebelumnya (stare decisis); Pertimbangan hakim sangat menentukan karena putusannya merupakan peraturan (judge mad law), termasuk dalam penetuan bentuk remedi (upaya pemulihan) dan besarnya damage (ganti rugi) yang harus diberikan.

Kasus Pertamadi negara common law  terjadi di Italia tahun 1741 dalam Pape VS Curl; 1817 Inggris 1817 Newberry VS James; Bryson VS Whitehead (1822); Prince Albert VS Strange (1849); Morrison VS Moat (1851).

Elemen Rahasia Dagang adalah : (1). Adanya informasi yang secara relatif bersifat rahasia; (2). Penerima informasi memperlajari informasi dalam suatu hubungan yang mewajibkannya untuk menyimpan atau tidak mengungkapkan informasi rahasia tersebut; (3). Apabila penerima kewajiban tanpa izin melakukan tindakan peolehan, penggunaan atau pengungkapan; (4). tindkan tersebut menyebabkan kerugian bagi penggugat.

(2). Statutory Approuch;
Digunakan negara penganut sistem Civil Law contohnya Belanda; yang telah berdasarkan pada peraturan perundang-undangan (statutory) dalam memutuskan suatu perkara
Belanda tidak mempunyai ketentuan khusus tentang RD, pelanggaran RD hanya dianggap sebagai "Perbuatan Melanggar Hukum". 
Kasus pertama berkaitan RD di Belanda terdapat dalam Yurisprudensi kasus Lindenbaum VS Cohen. 

Disamping istilah Rahasia Dagang ada juga Istilah "Know-how" dan rahasia perusahan;
Know-how; digunakan berkaitan dengan pengetahuan yang bersifat rahasia yang diterapkan pada produksi dan komposisi bahan-bahan untuk membuat produk, cara atau metode produksi dan distibusi produk-produk atau pemberian jasa-jasa oleh perusahaan, pembentukan dan manjemen perusahaan, daftar pemasok, cara melayani pelanggan serta sesuatu yang memberikan hasil yang praktis dan juga dapat dialihkan
Rahasia Perusahaan adalah; Rahasia dagang yang terdiri dari informasi yang bersifat rahasia dan fakta-fakta yang disimpan mengenai perusahaan, yang tidak sesuai untuk penerapan praktis maupun dipindahkan.

Dalam Pasal 6:162 Kitab Hukum Perdata Belanda (New BW) ditentukan bahwa PMH adalah : (1). Pihak yang berkewajiban menjaga kerahasiaan suatu informasi tetapi kemudian mengungkapkannya; (2). Pihak yang mendorong atau memberikan kesempatan terungkapnya kerahasiaan suatu informasi; (3). pihak ketiga yang memanfaatkan rahasia yang diungkapkan oleh orang yang wajib merahasiakannya.


E. RAHASIA DAGANG DALAM PERJANJIAN TRIPS
Perlindungan atas informasi yang dirahasiakan diatur dalam satu pasal lampiran 1C Persetujuan Pembentukan WTO yaitu dalam Pasal 39 seksi 7 tentang Protection of Undisclosed Information / Pasal 39 TRIPs.
Kewajiban yang dibebankan kepada para negara anggota WTO untuk melindungi rahasia dagang adalah dengan maksud agar dapat dihindari adanya praktek perdagangan tidak sehat, dengan cara mencuri ataupun memperoleh informasi rahasia secara tidak benar.

Elemen-elemen RD dalam Psl 39 (2) Perjanjian TRIPs adalah : (1). Informasinya bersifat rahasia; (2). memiliki nilai komersial karena kerahasiaannya; (3). telah diambil langkah semestinya oleh pihak yang secara hukum menguasai informasi tersebut untuk menjaga kerahasiaannya.

3 Hal Untuk menentukan besarnya kualitas kerahasiaan yang harus dimiliki suatu informasi :
(1). Prinsip Generalia; kerahasiaan itu tergantung dari banyak tidaknya orang mengetahui informasi tersebut
(2). Prinsip Difficulty; untuk memperoleh informasi yang rahasia tersebut caranya sangat sulit dan rumit sehingga memerlukan waktu dan biaya tidak sedikit.
(3). Prinsip Contractual; kerahasiaan informasi tersebut karena diperjanjikan bahwa harus dirahasiakan.

Psl 29 (2) Perjanjian TRIPs perbuatan yang merupakan "suatu cara yang bertentangan dengan praktik perdagangan jujur" adalah : berupa praktik-praktik wanprestasi atas kontrak, wanprestasi atas kerahasiaan dan ajakan untuk melakukan wanprestasi
Tindakan Pelanggaran adalah : (1). pengungkapan kepada atau (2) pengambilalihan atau perolehan oleh atau (3). penggunaan oleh pihak lain tanpa persetujuan pemegang hak dengan cara bertentangan dengan praktek komersial yang jujur.

Pasal 39 Perjanjian TRIPs; 2 macam perlindungan atas informasi yaitu : (1). Perlindungan RD milik perorangan atau BH; (2). perlindungan terhadap data yang diwajibkan oleh pemerintah.


KB 2 : RAHASIA DAGANG DI INDONESIA
A. RAHASIA DAGANG SEBELUM UNDANG-UNDANG NO. 30 TAHUN 2000
Dasar pengaturan di Indonesia; Ratifikasi Agreement Establishing the World Trade Organization (persetujuan pembentukan WTO) mencakup juga Lampiran 1C Persetujuan TRIPs melalui UU 7/1994; Tindak lanjutnya Rahasia Dagang diatur dengan UU 30/2000.
Rahasia atau Informasi yang dirahasiakan;  diatur dalam Pasal 382 bis, 322 dan 323 KUHP.
Rahasia Negara; diatur dalam Psl 112-115 KUHP.
Psl 322; mewajibkan menyimpan rahasia menurut jabatan atau pekerjaannya; Psl 323; mengatur ketentuan pidana bagi karyawan disuatu perusahaan; Psl 382 bis; ketentuan pidana bagi siapa yang mendapatkan, melangsungkan atau memperluas hasil ........atau seorang tertentu; Psl 112; seseorang wajib untuk menyimpan surat-surat..... diancam pidana; Psl 113; ketentuan pidana bagi pelanggaran ..... serangan dari luar; Psl 114; ketentuan pidana bagi ....... dimaksud dalam psl 113 KUHP; Psl 115; mengatur ketentuan pidana atas ........ membuat salinan apapun,

Pengaturan perlindungan informasi yang dirahasiakan terbatas dalam perjanjian dan pasal 1365 BW yaitu ketentuan yang mengatur soal perbuatan melanggar hukum.
Kriteria Informasi yang dirahasiakan : (1). Psl 40 UU 10/1998 (Perbankan) ; Rahasia bank;  (2). Psl 23 UU 5/1999 (Larangan Monopoli); larangan mendapatkan rahasia perusahaan;  (3). Psl 158 UU 13/2003 (Ketenagakerjaan); nama baik pengusaha dan keluarganya

UU 30/2000 sebagai Lex specialis derogat legi generali; karena khusus mengatur informasi rahasia yang berupa rahasia dagang.

B. RAHASIA DAGANG MENURUT KETENTUAN HUKUM POSITIF INDONESIA UNDANG-UNDANG NO. 30 TAHUN 2000
1. Pengertian Rahasi Dagang; 
adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum dibidang teknologi dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha , dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik. 
Unsur-Unsur Rahasia Dagang : (a). adanya informasi; (b). informasi tersebut tidak diketahui oleh umum; (c). informasi tersebut berada dalam lapangan teknologi dan/atau bisnis; (d). harus memiliki nilai ekonomis berguna dalam kegiatan usaha; (e). harus dijaga kerahasiaannya oleh pemilik informasi.

Informasi :
KBBI; Informasi adalah; " ..... penerangan, pemberitahuan, kabar atau ......... amanat itu "
Gunawan Widjaja; infromasi dimaksud bersifat tulisan;
Tidak diketahui oleh Umum :
Psl 3(2) UU 30/2000;  dianggap bersifat rahasia; adalah informasi yang hanya dietahui oleh pihak tertentu atau tidak diketahui secara umum oleh masyarakat.
Psl 2 UU RD; RD melingkupi; " ..... metode produksi, metode pengolahan, metode penjualan, atau informasi lain ..... "
Dalam Lapangan Teknologi dan/atau Bisnis :
adalah informasi yang merupakan suatu proses yang dapat berupa sistem atau prosedur atau tata cara jalannya suatu kegiatan usaha.
Memiliki Nilai Ekonomi : 
produk yang dipasarkan, baik barang/jasa yang dihasilkan diharapkan dapat memberikan keuntungan secara ekonomis; disamping produk yang dipasarkan informasi ketidaklayakan suatu produk juga memiliki nilai ekonomi bagi pemiliknya

Kewajiban untuk Menjaga Kerahasiaan oleh Pemiliknya.
Psl 3 (4) UU 30/2000; Informasi dianggap dijaga kerahasiaannya apabila pemilik atau para pihak yang menguasainya telah melakukan langkah-langkah yang layak dan patut

2. Hal-hal yang dapat Dikategorikan sebgai Rahasia Dagang;
Ruang Lingkup perlindungan RD meliputi : (a). metode produksi; (b). metode pengolahan; (c). metode penjualan; (d). informasi lain dibidang teknologi dan/atau bisjnis yang memiliki nilai ekonomi dan tidak diketahui oleh masyarakat umum.

3. Hak Rahasia Dagang; 
Psl 2 angka 1 UU 30/2000; Hak Rahasia Dagang adalah Hak atas rahasia dagang yang  timbul berdasarkan UU ini.
Pemilik (Psl4) dan Pemegang (Psl6dan7) RD berhak untuk : (a). menggunakan sendiri RD yang dimilikinya; (b). Memberikan Lisensi kepada pihak lain untuk menggunakan RD terebut.

C. PEMILIK RAHASIA DAN PEMEGANG RAHASIA DAGANG 
Pemilik RD; adalah penemu atau originator dari informasi-informasi yang dikategorikan sebagai RD.
Pemegang RD; adalah Pemilik RD dan pihak-pihak yang memperoleh hak lebih lanjut dari Pemilik RD, yang terjadi sebagai akibat dari pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis atau sebab-sebab lain yang dibenarkan peraturan perundang-undangan; Psl 5 (1) UU 30/2000

D. PENGALIHAN RAHASIA DAGANG 
Pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis atau sebab-sebab lain yang dibenarkan peraturan perundang-undangan.
Hak-hak melekat Pemilik RD sama dengan Pemegang RD; Psl 7 dan Penjelasannya UU 30/2000.

E. LISENSI RAHASIA DAGANG
Psl 1 angka 5 UU 30/2000; Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemegang Hak RD kepada pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak (bukan pengalihan hak) untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu RD yang diberi perlindungan dalam jangka waktu dan syarat tertentu.
Lisensi dapat diuraikan menjadi beberapa unsur : (1). Adanya izin yang diberikan oleh Pemegang Hak RD; (2). Izin tersebut dalam bentuk perjanjian; (3). izin terebut merupakan pemberian hak untuk menikmati manfaat ekonomi (yang bukan bersifat pengalihan Hak RD); (4). izin tersebut diberikan untuk RD yang diberi perlindungan; (5). izin tersebut dikaitkan dnegan waktu dan syarat tertentu.

F. TINDAKAN PIDANA PELANGGARAN RAHASIA DAGANG MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 30 TAHUN 2000
UU 30/2000 selain mengatur keperdataan juga mengatur Tindak pidana RD; Bab IX Pasal 17 :
(1). Barang siapa dengan sengaja ....... dimaksud dalam pasal 13 atau pasal 14 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak 300 juta rupiah.; (2). Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan delik aduan.

Psl 17 ayat (1) ; mengatur bahwa tindak Pidana RD adalah tindak pidana yang berhubungan dengan :
(a). Tindakan sengaja dan tanpa hak menggunak RD pihak lain;
Selain Pemilik RD, Pemegang RD, dan Penerima Lisensi RD, tidak ada pihak lain yang berhak untuk
(b). Pelanggaran Ketentuan Psl 13 UU 30/2000;
Psl 13 : Pelanggaran RD juga terjadi apabila seseorang dengan sengaja mengungkapkan RD, mengingkari kesepakatan atau kewajiban tertulis atau tidak tertulis untuk menjaga RD yang bersangkutan.
(c). Pelanggaran Ketentuan Psl 14 UU 30/2000;
Psl 14 : Seseoeng dianggap melanggar RD pihak lain apabila ia memperoleh atau menguasai RD tersebut dengan cara yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Delik Aduan;
Menurut ketentuan Psl 17 (2); tindak pidana dalam Psl 17 (1) UU 30/2000 adalah delik aduan; Proses jalannya suatu perkara pidana baru berlangsung jika ada pengaduan dari pihak yang dirugikan.

G. LITIGASI DAN PENYELESAIAN SENGKETA RAHASIA DAGANG MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 30 TAHUN 2000
Gugatan terhadap pelanggaran RD diajukan ke PN dengan ancaman hukuman pidana penjara maksimum 2 tahun penjara dan atau denda maksimum 300 juta rupiah.



MODUL 9

HUKUM ANTIMONOPOLI DALAM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL 
KB 1 : HUBUNGAN ANTARA HUKUM LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
A. HUKUM ANTIMONOPOLI
1. Monopoli
UU 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ; Praktik Monopoli adalah; Pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan/atau pemasaran atas barang/jasa tertentu.
Monopoli adalah; Sebagai suatu usaha untuk menguasai produksi dan/atau pemasaran terhadap barang/jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok usaha.
Persainagn tidak sehat sebagai akibat adanya praktik monopoli dan hal yang demikian harus diatasi secara tegas dan jelas.

2. Asas dan Tujuan anti Monopoli dan Persaingan Usaha
Dalam menjalankan kegatan usaha, pelaku usaha harus berasaskan demokrsi ekonomi dengan tetap memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentigan umum; Diperlukan sebuah perangkat aturan dalam bentuk UU yang dapat memberikan rujukan atas adanya penyimpangan dari prinsip keseimbangan yang dimaksud.
Tujuan dari perangkat aturan tersebut adalah; untuk memelihara pasar tetap dalam kondisi kompetitif dan bebas dari pengaruh kesepakatan dan konspirasi yang cenderung mengurangi dan/atau menghilangkan persaingan.

3. Kegiatan dan Perjanjian yang dilarang dalam antimonopoli.
Pasal 33 ayat 2 UUD 1945; "Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai negara"; adalah sektor ekonomi yang penting seperti air, listrik, telekomunikasi, kekayaan alam.

Juga termasuk yang dilarang adalah perjanjian yang mengakibatkan terjadinya praktik yang bertentangan dengan anti monopoli dan persaingan usaha tidak sehat :
a. Oligopoli; Psl 4 UU 5/1999; Batasan terjadinya oligopoli adalah penguasaan pangsa pasar atas barang atau jasa  tertentu melebihi 75%.
b. Penetapan Harga; Akibatnya adalah barang dan/atau jasa yang sama harus dibayar oleh pembeli dengan harga yang berbeda / persaingan tidak sehat. Pengecualian adalah dalam hal penetapan harga atas usaha patungan atau atas dasar UU lain yang berlaku.
c. Pembagian Wilayah; Akibatnya adalah terjadi praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Batasan hanya pada wilayah pemasaran atau alokasi pasar.
d. Pemboikotan; Dapat mengakibatkan pelaku usaha lain untuk memasuki pasar atau usaha yang sama. Pelaku usaha akan mengalami kerugian oleh karena diboikot untuk masuk ke pasar/usaha yang sama.
e. Kartel; Bertujuan untuk mengatur harga melalui pengaturan produksi dan/atau pemasaran atas barang/jasa. Mengakibatkan terjadinya praktik monopoli atau persaingan tidak sehat. Batasannya adalah terkait dengan pengaturan harga melalui pengaturan produksinya.
f. Trust; Bentuk pengontrolan atas produksi dan/atau pemasangan oleh kelompok anggota tertentu yang akan menguntungkan kelompok tersebut. Akibatnya adalah terjadi praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Batasannya adalah adanya pengontrolan atau produksi dan/atau pemasaran atas barang/jasa oleh kelompok tertentu.
g. Oligopsoni; Bentuk perjanjian untuk menguasai pembelian atau penerimaan pasokan dalam rangka pengendalian harga barang dan/atau jasa tertentu. Akibatnya adalah terjadinya persaingan tidak sehat dan praktik monopoli. Batasan penguasaan adalah 75% pangsa pasar untuk satu jenis barang dan/atau jasa tertentu.
h. Integrasi vertikal; Penguasaan rangkai produksi baik langsung maupun tidak langsung. Akibatnya adalah terjadinya persaingan tidak sehat dan/atau kerugian dari sisi masyarakat.
i. Perjanjian Tertutup; Memberikan batasan atas adanya perputaran barang/jasa tertentu hanya untuk pihak yang melakukan/membuat perjanjian dengan menutup adanya pasokan atas barang/jasa yang sama oleh pelaku usaha yang tidak melakukan perjanjian. Pembatsan menyebabkan persaingan tidak sehat.
j. Perjanjian dengan Pihak Luar Negeri; Ketentuan dari perjanjian ini adalah apakah mengakibatkan terjadinya praktik monopoli /persaingan usaha tidak sehat atau tidak. Sepanjang ketentuan tersebut tidak ada, bukan termasuk dalam kategori ini.

Juga terdapat Kegiatan-Kegiatan yang dilarang :
a. Monopoli; Penguasaan atas produk dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa dengan akibat terjadi ptaktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat; Syaratnya : (1). Belum adanya substitusi atas barang/jasa, (2). Mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk kedalam persaingan atas barang/jasa yang sama, (3). Adanya penguasaan lebih 50% pangsa pasar.
b. Monopsoni; Adanya penguasaan atas penerimaan pasokan dengan menjadi pembeli tunggal atas barang/jasa tertentu di pasar. Akibatnya terjadi praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Batasannya adalah penguasaan lebih dari 50% pangsa pasar.
c. Penguasaan Pasar; dilakukan pelaku usaha maupun kelompoknya dengan cara : (1). Menolak dan/atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usahanya pada pasar yang bersangkutan, (2). Menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya. (3). Membatasi peredaran dan/atau penjualan atas barang dan/atau jasa pada pasar yang bersangkutan,  (4). Melakukan praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu, (5). Melakukan penjualan dengan cara jual rugi atau menetapkan harga rendah atas komponen barang dan/atau jasa yang bersangkutan, (6). Menetapkan biaya produksi dan biaya lainnya atas komponen barang dan/atau jasa yang bersangkutan.
d. Persekongkolan; memiliki tujuan untuk : (1). mengatur dan/atau memenangkan tender; (2). mendapatkan informasi rahasia dari kegiatan usaha pesaingnya; (3). menghambat produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa pelaku usaha pesaingnya.
Larangan bagi pelaku usaha yang sudah memiliki posisi dominan mencakup : (1). menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk mencegah dan atau menghalangi konsumen memperoleh barang dan atau jasa yang bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas; (2). membatasai pasar dan pengembangan teknologi; (3). menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pesaing untuk memasuki pasar bersangkutan.
Dominan jika menguasai pasar minimal 50% atau lebih baik sendiri atau kelompok, batasan menjadi 75% apabila kelompok pelaku usaha adalah dua atau lebih untuk barang/jasa tertentu

4. Hak-hak yang terdapat dalam Hak Kekayaan Intelektual
Pemilik atau Pemegang HKI memiliki hak ekslusif atau monopoli diberikan oleh negara untuk produksi, pemasaran, dan distribusi dalam kaitannya dengan Hak ekonomi; Secara moral hak tersebut melekat padanya untuk disebutkan nama pemilik atau pemegang HKInya.
a. Hak Cipta; Hak yang melekat pada pemilik/pemegang hak cipta dalam kaitannya dengan hak ekonomi (UU 19/2002) adalah mengumumkan atau memperbanyak suatu karya cipta. Terminologi mengumumkan : (1). pembacaan; (2). penyiaran; (3). pameran; (4). penjualan; (5). pengedaran; (6). penyebaran

b. Paten; UU 14/2001; Pemegang / Pemilik Paten memiliki Hak : (1). membuat; (2). menggunakan; (3). menjual; (4). mengimpor; (5). menyewakan, menyerahkan, atau menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan atas produk yang diberi Paten.

c. Merek; Pemilik atau pemegang merek memiliki hak sebagaimana yang diatur dalam UU 15/2001 tentang merek adalah untuk menggunakan sendiri atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakan merek tersebut. Pengertian "menggunakan sendiri" : (1). mengambil manfaatnya ; (2). melakukan sesuatu dengan
Istilah menggunakan (UU 5/1999); menggunakan merek berarti mengambil manfaat atas penggunaan dari merek dimaksud; terkait hak ekonomi atas suatu merek.

d. Desain Industri; UU 31/2000; Pemilik/Pemegang Hak ini berhak untuk : (1). membuat; (2). memakai; (3). menjual; (4). mengimpor; (5). mengekspor; (6). mengedarkan.

e. Desain Tataletak Sirkit Terpadu (DTLST); Hak DTLST adalah terkait dengan pelaksanaan atas Hak DTLST; Hak tersebut adalah terkait dengan hak ekonomi yang mencakup pada : (1). membuat; (2). memakai; (3). menjual; (4). mengimpor; (5). mengekspor; (6). mengedarkan.

f. Rahasia Dagang; Penggunaan atas Hak Rahasia Dagang adalah : (1). menggunakan sendiri rahasia dagang yang dimilikinya; (2). memberikan lisensi pada pihak lain untuk menggunakan dengan kepenting komersial.

g. Indikasi Geografi; Pengaturannya turunan UU 5/1999 tetap mengacu UU induknya; Hak ekonomi yang melekat pada indikasi geografi adalah menggunakan Hak Indikasi Geografi sebagaimana dimaksud dalam UU 15/2001.

h. Varitas Tanaman; Pengelolaannya lebih lanjut ditangani oleh Kementrian Pertanian memiliki hak untuk menggunakan Hak Varitas Tanaman baik sendiri atau dengan pihak lain; Terminologi menggunakan (UU 29/2009) adalah : (a). memproduksi atau memperbanyak benih; (b). menyiapkan untuk tujuan propagasi; (c). mengiklankan; (d). menawarkan; (e). menjual atau memperdagangkan; (f). mengekspor; (g). mengimpor; (h). mencadangkan.

5. Persinggungan antara Hukum Antimonopoli dan HKI
Secara umum HKI berlawanan dengan Hukum Anti Monopoli akan tetapi dengan melihat substansi dari pengaturannya secara lebh rinci maka keduanya saling mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.

a. Umum; Pemilik atau Pemegang HKI memiliki Hak : (1). memproduksi; (2). menjual/memasarkan; (3). mendistribusikan
b. Hak Cipta; Pemilik atau Pemegangnya memiliki hak untuk melarang pihak lain dalam kegiatan untuk mengumumkan barang/jasa tersebut.
c. Paten; UU 14/2001 tentang Paten disebutkan bahwa pemilik/pemegng paten memiliki hak dan melarang orang /pihak lain untuk membuat, menggunakan, menjual, mengimpor, menyewakan, menyerahkan atau menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan atas produk yang diberi paten.
d. Merek; merek atau brand memiliki keterkaitan dengan kualitas dari produk tersebut. Perintisan suatu barang/jasa melalui merek sangat dibtuhkan untuk kelangsungan barang/jasa dimasa yang akan datang.
e. Indikasi Geografi; Hak monopoli yang diberikan oleh negara kepada pemiliki/pemegang hak indikasi geografi mirip dan serupa dengan hak dari pemilik/pemegang merek. Namun demikian dasar pemebriannya haknya adalah sangat erat kaitannya dengan letak geografi dari suatu daerah penghasil geografi.
Dengan demikian kepemilikannya adalah terkait dengan penduduk atau warga yang menempati wilayah yang tercakup dalam letak geografi dari pemilik/pemegang Hak Indiksai geografi tersebut.
f. Desain Industri; Hal yang melekat pada Desain Industri adalah mencakup membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor, dan/atau mengedarkan barang yang memiliki hak desain industri.
Keseluruhan hak tersebut dimiliki oleh pemilik/pemegang desain untuk melarangnya apabila tidak ada izin/persetujuan dari pemiliki/pmegangnya.
g. Desain Tata Letak Sirkit Terpadu (DTLST); Hak monopoli yang dimiliki oleh pemilik/pemegangnya adalah mencakup membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor, dan/atau mengedarkan barang yang memiliki Hak DTLST.
h. Rahasia Dagang; Pemilik/Pegang hak rahasia dagang memiliki kewenangan untuk melarang pihak lain dalam : (1). Menggunakan rahasia dagangnya; (2). Memberikan Lisensi pada pihak lain untuk menggunakan dengan kepentingan komersil

Tiga hal yang memiliki potensi atau patut diduga adanya monopoli dalam persaingan tidak sehat yaitu : (1). terkait dengan perjanjian; (2). terkait dengan kegiatan; (3). terkait dengan pemanfaatan posisi dominan dari pelaku usaha.

i. Varitas Tanaman; Hak dari pemilik/pemegang varietas tanaman adalah sebagai berikut memproduksi atau memeprbanyak benih, menyiapkan untuk tujuan propagasi,mengiklankan, menawarkan, menjual atau memperdagangkan, mengekspor, mengimpor, mencadangkan untuk keperluan sebagaimana dimaksud dalam butir a,b,c,d,e,f, dan g.