HUKUM PIDANA


MODUL 1 : DEFINISI HUKUM PIDANA, PEMBAGIAN HUKUM PIDANA & DEFINISI, OBJEK, DAN TUJUAN ILMU HUKUM PIDANA
MODUL 2 : TUGAS, FUNGSI, DAN TUJUAN HUKUM PIDANA
MODUL 3 : PERBUATAN PIDANA
MODUL 4 : ASAS LEGALITAS
MODUL 5 : ASAS TERITORIAL
MODUL 6 : MELAWAN HUKUM
MODUL 7 : PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN HUBUNGAN KAUSALITAS
MODUL 8 : SISTEM PEMIDANAAN
MODUL 9 : ALASAN PENGHAPUSAN PIDANA
MODUL 10 : ALASAN PENGHAPUSAN PENUNTUTAN DAN PELAKSANAAN PIDANA
MODUL 11 : PERCOBAAN, PENYERTAAN, DAN PEMBANTUAN
MODUL 12 : PERBARENGAN DAN PENGULANGAN PERBUATAN PIDANA

TINJAUAN MATA KULIAH
Hukum Publik umumnya bersifat memaksa dan dapat dipaksakan oleh alat negara bagi yang melanggar dan tidak patuh.
Ciri-ciri Hukum Publik yaitu mengatur hubungan antara masyarakat dengan pihak penguasa atau hubungan negara atau pemerintah.
Hukum Pidana berdasarkan ciri-ciri tersebut dapat digolongkan sebagai Hukum Publik.


MODUL 1
DEFINISI HUKUM PIDANA, PEMBAGIAN HUKUM PIDANA & DEFINISI, OBJEK, DAN TUJUAN ILMU HUKUM PIDANA

Kegiatan Belajar 1 : Definisi Hukum Pidana
A. PENGERTIAN HUKUM
Noch suchen die juristen eine definition zu ihrem begriffe von recht (masih saja para ahli hukum mencari definisi mengenai pengertian hukum), demikian Imanuel Kent menulis lebih 150 tahun yang lalu.
Hukum mengatur seluruh bidang kehidupan, sejak masih dalam kandungan sampai masuk kedalam liang lahat.Tidaklah mungkin merumuskan hukum dalam suatu definisi yang singkat, padat dan jelas.

Sembilan pengertian Hukum di Masyarakat :
1. Sebagai Ilmu Pengetahuan (Ilmu Hukum) dan Ilmu Kaidah (normwissenschaft); Ilmu Hukum membahas hukum sebagai kaidah; Bagian dari sistem kaidah dengan dogmatik hukum dan sistematik hukum.
Hans Kelsen; Ilmu Pengetahuan mengenai hukum yang berlaku dan bukan mengenai hukum yang seharusnya.
Friedman; Ilmu pengetahuan yang mempelajari esensi hukum yang berkaitan antara filsafat hukum dan teori politik.

2. Sebagai Disiplin; Ajaran hukum mengenai fenomena masyarakat atau ajaran kenyataan atau gejala-gejala hukum yang ada dan yang hidup di masyarakat

3. Sebagai Kaidah; Peraturan hidup dan pedoman tingkah laku berisi perintah, perkenan dan larangan
JCT Simorangkir dan Woerjono Sastropranoto; Peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat dan dibuat oleh Badan-Badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan yaitu dengan hukum tertentu.
Isi Peraturan Hukum dibagi tiga;
1. Bersifat Perintah; Suruhan untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan-tindakan tertentu
2. Bersifat Perkenan/Perbolehan; Boleh diikuti atau tidak diikuti; Banyak ditemui atau terdapat dibidang hukum keperdataan.
3.  Bersifat Larangan; Melarang untuk melakukan perbuatan-perbuatan tertentu; Isi peraturan bersifat larangan ini Sebagian besar terdapat di hukum pidana.
Dua Sifat Peraturan Hukum:
1. Bersifat memaksa atau imperatif; secara a priori mengikat dan harus dilaksanakan sehingga tidak memberikan wewenang lain selain hal yang telah diatur dalam undang-undang; Isinya selalu berbentuk perintah atau larangan.
2. Bersifat Pelengkap/Subsidir/dispositif/fakultatif; tidak secara a priori  mengikat dengan kata lain sifatnya boleh digunakan, boleh tidak digunakan; Tujuan peraturan hukum yang bersifat fakultatif adalah untuk mengisi kekosongan hukum. Peraturan hukum yang berisi perkenan atau perbolehan bersifat fakultatif.
Perumusan Peraturan Hukum berdasarkan isi dan sifat :
1. Berwujud perintah dan bersifat memaksa atau imperatif
2. Berwujud larangan dan bersifat memaksa.

4. Sebagai Tata Hukum; Keseluruhan aturan hukum yang berlaku sekarang atau yang positif berlaku disuatu tempat dan pada suatu waktu.
Lex Superior derogat legi inferior; Aturan hukum lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan yang lebih tinggi.
Lex posterior derogat legi priori; Aturan hukum yang baru mengalahkan yang lama.
Lex Specialis derogat legi generali; Aturan hukum yang khusus mengalahkan yang umum

5. Sebagai Petugas Hukum; Petugas Penegak Hukum; Polisi, Jaksa, Hakim, Advokat, Petugas LP.
6. Sebagai Keputusan Penguasa; Hukum merupakan keseluruhan ketentuan hukum yang dibuat, ditetapkan atau diputuskan penguasa yang berwenang.
7. Proses Pemerintahan; Aktivitas dari lembaga administratif atau Lembaga Eksekutif dalam menyelenggarakan pemerintahan.
8. Sebagai Perilaku yang teratur; perilaku individu satu sama lain yang kemudian menjadi suatu keharusan.
9. Sebagai Jalinan Nilai-Nilai; Mewujudkan Keseimbangan atau keserasian antara pasangan nilai-nilai di masyarakat.


B. PENGERTIAN PIDANA
Didefinisikan sebagai Penderitaan yang sengaja diberikan oleh negara pada seseorang atau beberapa orang sebagai akibat perbuatan yang menurut aturan hukum pidana adalah perbuatan yang dilarang; Setiap perbuatan pidana harus mencantumkan dengan tegas perbuatan yang dilarang berikut sanksi pidana yang tegas bilamana perbuatan tersebut dilanggar.
Alasan Penolak Pidana Mati :
1. Beretentangan dengan HAM
2. Terpidana menjalankan dua pidana sekaligus yaitu pidana penjara dan pidana mati
3. Jika ada kesalahan penjatuhan pidana mati yang sudah dieksekusi kesalahan tidak bisa diperbaiki
Alasan Pendukung pidana mati :
1. Tidak ada agama yang mengharamkan pidana mati
2. doktrin pidana; Jika berdampak luar biasa dan tidak ada peluang memperbaiki pelaku maka dijatuhkan untuk melenyapkan pelaku
3. general preventie; pencegah umum terjadinya kejahatan

C. PENGERTIAN HUKUM PIDANA
Moeljatno; Hukum pidana sebagai bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan mengatur ketentuan tentang perbuatan yang tidak boleh dilakukan, dilarang dengan disertai ancaman pidana bagi barang siapa yang melakukan.

Hukum Pidana terbagi dua (Dikatakan Van Hamel) :
1. Hukum Pidana Materiil; sepanjang menyangkut kletentuan tentang perbuatan yang tidak boleh dilakukan, dilarang yang disertai ancaman pidana bagi barang siapa yang melakukan.
2. Hukum Pidana Formil; Dalam hal apa kepada mereka yang telah melanggar dapat dikenakan sanksi pidana dan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan.
Terminologi Hukum Pidana lebih mengacu kepada Hukum Pidana Materiil yang mengacu kepada KUHP, Sementara Hukum Pidana Formil disebut dengan Hukum Acara Pidana yang mengacu kepada KUHAP.

Kegiatan Belajar 2 : Pembagian Hukum Pidana, Definisi, Objek dan Tujuan Ilmu Hukum Pidana
A. PEMBAGIAN HUKUM PIDANA
1. Hukum Pidana Materiil dan Hukum Pidana Fomil
Hukum Pidana Materiil; berisi mengenai perbuatan-perbuatan pidana
Hukum Pidana Formil; berisi mengenai cara bagaimana menegakkan hukum pidana materiil melalui suatu proses peradilan pidana.

SEJARAH PEMBENTUKAN KUHP
KUHP (Wetbook van Strafrecht) berasal dari Belanda yang dibuat di Twee de Kammer (Parlemen Belanda) tahun 1809 dibawah pemerintahan Lodewijk Bonaparte.
Wetbook van Strafrecht mulai diberlakuan di Belanda pada tanggal 1 September 1886, Indonesia yang masih dijajah Belanda menerapkan Wetbook van Strafrecht voor Nederlandsch-Indie )Kitab Undang-Undang Hukum Pidana untuk Hindia Belanda) dengan penyesuaian-penyesuaian untuk daerah jajahan (concordantie beginselen) pada tanggal 15 Oktober 1915. KUHP untuk Hindia Belanda mulai berlaku 1 Januari 1918,
Setelah Kemerdekaan; Pasal II Aturan Peralihan; Segala badan negara dan perarturan yang ada masih berlaku sebelum diadakan yang baru menurut UUD ini.
UU No 1 Tahun 1946; Peraturan Hukum Pidana; KUHP untuk Hindia Belanda diberlakukan seluruh wilayah Indonesia dan merubahnya menjadi Wetbook van Strafrecht (KUHP).

KUHP terdiri dari Tiga Buku dan 569 Pasal, dengan sistematika :
1. Buku Kesatu tentang Ketentuan-Ketentuan Umum ; yang terdiri BAB I s/d BAB IX.
2. Buku Kedua tentang Kejahatan-Kejahatan; BAB I s/d BAB XXXI
3. Buku Ketiga tentang Pelanggaran-Pelanggaran : BAB I s/d BAB IX

KUHAP; Karya Bangsa Indonesia; cara menegakan Hukum Pidana Materiil; Tata cara atau proses terhadap seseorang yang melanggar Hukum Pidana; diundangkan dengan UU No 8 / 1981 tentang Hukum Acara Pidana; terdiri 22 BAB dan 286 Pasal

2. Hukum Pidana dalam Arti Objektif dan dalam Arti Subjektif
Hazewinkel Suringa; Hukum pidana objektif (juspoenale); sebagai perintah dan larangan dan ancaman pidana terhadap pelanggarnya oleh badan yang berhak; Ketentuan upaya yang digunakan jika norma dilanggar disebut sebagai Hukum penitentiare.
Hukum pidana subjektif (juspuniendi); Hak negara untuk menentukan pidana.
Vos; Objektif; Aturan hukum pidana. Subjektif; Hak Subjektif penguasaterhadap pemidanaan.
Simons; Objektif; larangan oleh negara yang dikenakan pidana bagi pelanggar. Subjektif; Hak negara untuk memberikan hukuman.
Suringa;Vos;Simons; disimpulkan:
Objektif; berkaitan dengan substansi hukum pidana 
Subjektif; Hak negara untuk melaksanakan kewenangan terhadap pelaku tindak pidana.

3. Hukum Pidana Umum dan Hukum Pidana Khusus
Hukum Pidana Umum; Hukum pidana yang ditujukan dan berlaku untuk semua Warga Negara sebagai subjek hukum tanpa pembedaan; Materiil Hukum Pidana bersumber KUHP, Formil Hukum Pidana bersumber KUHAP.
Hukum Pidana Khusus; Hukum Pidana yang secara material menyimpang dari KUHP dan secara formil menyimpang dari KUHAP.
Hukum Pidana Khusus terbagi dua; Berdasarkan atas dasar Subjek Hukumnya maupun atas dasar pengaturannya.
Hukum Pidana Khusus dalam UU pidana contohnya UU pemberantasan Tipikor, UU pemberantasan Terorisme, UU  tentang Pencucian uang.
Hukum Pidana khusus yang bukan dalam UU pidana contohnya UU tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, UU Kehutanan, UU Perbankan.

4. Hukum Pidana Nasional, Hukum Pidana Lokal, dan Hukum Pidana Internasional
Hukum Pidana Nasional; seluruh wilayah Indonesia yang disebut sebagai Unifikasi hukum pidana; Oleh DPR dan Presiden; Bentuk Hukum Pidana Nasional dimuat didalam KUHP dan Undang-Undang Khusus (baik yang termasuk dalam atau bukan Undang-Undang Pidana)
Hukum Pidana Lokal; Hukum Pidana yang dibuat oleh DPRD bersma Gubernur/Bupati/Walikota; Bentunya Perda; Tidak ada ancaman penjara tetapi hanya ancaman kurungan dan denda.
Hukum Pidana Internasional; Karena ada perbuatan yang dilarang dalam masyarakat Internasional (Kejahatan Internasional).
Roling; Hukum Pidana Internasional sebagai Hukum yang menentukan hukumk pidana nasional, Kejahatan terdapat unsur-unsur internasional didalamnya.
Shinta Agustina; mengutip Edmun M Wise; HP Internasional meliputi tiga topik:
1. Kekuasaan mengadili dari pengadilan negara tertentu terhadap kasus melibatkan asing
2. Prinsip Hukum Publik Internasional yang mewajibkan negara dalam Hukum pidana atau hukum acara pidana  negara yang bersangkutan.
3. Arti sesungguhnya dan keutuhan pengertian hukum pidana internasional termasuk instrumen penegakan hukumnya; Pembentukan Mahkamah Pidana Internasional.
Anthony Aust; Terminologi Hukum Pidana Internasional biasanya digunakan untuk menggambarkan aspek-aspek internasional yang berkaitan dengan Kejahatan Internasional.
Antonio Cassese; Bagian dari aturan-aturan internasional mengenai larangan kejahatan internasional dan kewajiban negara melakukan penuntutan dan hukuman beberapa kejahatan.
George Schwarzenberger dikutip Romli Atmassasmita; Memberi Pengertian Hukum Pidana Internasional: 

5. Hukum Pidana Tertulis dan Hukum Pidana Tidak Tertulis


B. PENGERTIAN ILMU HUKUM PIDANA
C. OBJEK ILMU HUKUM PIDANA
D. TUJUAN ILMU HUKUM PIDANA

MODUL 2
TUGAS, FUNGSI, DAN TUJUAN HUKUM PIDANA

Kegiatan Belajar 1 : Tugas dan Fungsi Hukum Pidana

Kegiatan Belajar 2 : Tujuan Hukum Pidana

MODUL 3
PERBUATAN PIDANA

Kegiatan Belajar 1 : Definisi Perbuatan Pidana dan Definisi Strafbaarfeit
A. PENGERTIAN PERBUATAN PIDANA
B. DEFINISI STRAFBAARFEIT

Kegiatan Belajar 2 : Kegiatan Perbedaan Prinsip Perbuatan Pidana dan Strafbaarfeit, elemen-elemen Perbuatan Pidana

A. PERBUATAN PRINSIP PERBUATAN PIDANA DAN STRAFBAARFEIT
B. ELEMEN-ELEMEN PERBUATAN PIDANA

MODUL 4
ASAS LEGALITAS

Kegiatan Belajar 1 : Sejarah dan Pengertian Asas Legalitas
A. SEJARAH ASAS LEGALITAS
B. PENGERTIAN ASAS LEGALITAS

Kegiatan Belajar 2 : Asas Legalitas Dalam Konteks Hukum Pidana Nasional, Hukum Pidana Internasional, dan Pembatasan Terhadap Asas Legalitas
A. ASAS LEGALITAS DALAM KONTEKS HUKUM PIDANA NASIONAL DAN HUKUM PIDANA INTERNASIONAL
B. PEMBATASAN ASAS LEGALITAS

MODUL 5
ASAS TERITORIAL

Kegiatan Belajar 1 : Definisi Asas Teritorial dan Perluasan Asas Teritorial Berdasarkan Prinsip Teknis dan Prinsip Kewarganegaraan
A. DEFINISI ASAS TERITORIAL
B. PERLUASAN ASAS TERITORIAL BERDASARKAN PRINSIP TEKNIS
C. PERLUASAN ASAS TERITORIAL BERDASARKAN PRINSIP KEWARGANEGARAAN

Kegiatan Belajar 2 : Perluasan Asas Teritorial Berdasarkan Prinsip Proteksi dan Prinsip Universal
A. PERLUASAN ASAS TERITORIAL BERDASARKAN PRINSIP PROTEKSI
B. PERLUASAN ASAS TERITORIAL BERDASARKAN PRINSIP  UNIVERSAL

MODUL 6
MELAWAN HUKUM

Kegiatan Belajar 1 : Apakah Melawan Hukum itu dan Unsur Melawan Hukum
A. APAKAH MELAWAN HUKUM ITU
B. UNSUR MELAWAN HUKUM

Kegiatan Belajar 2 : Sifat Melawan Hukum, Pengertian Melawan Hukum, dan Apakah Melawan Hukum Dalam Hukum Pidana sama artinya dengan Melawan Hukum Dalam Hukum Perdata
A. SIFAT MELAWAN HUKUM
B. PENGERTIAN MELAWAN HUKUM
C. APAKAH MELAWAN HUKUM DALAM HUKUM PERDATA SAMA DENGAN MELAWAN HUKUM DALAM HUKUM PIDANA

MODUL 7
PERTANGGUNGJAWABAN PIDAN DAN HUBUNGAN KAUSALITAS

Kegiatan Belajar 1 : Definisi Pertanggungjawaban Pidana dan Definisi Kesalahan 
A. DEFINISI PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA
B. DEFINISI KESALAHAN

Kegiatan Belajar 2 : Bentuk-Bentuk Kesalahan dan Pertanggungjawaban Berdasarkan Kesalahan
A. BENTUK-BENTUK KESALAHAN 
B. PERTANGGUNGJAWABAN BERDASARKAN KESALAHAN
C. PERTANGGUNGJAWABAN KETAT

Kegiatan Belajar 3 : Pertanggungjawaban Pengganti, Teori Generalisasi dan Teori Individualisasi
A. PERTANGGUNGJAWABAN PENGGANTI 
B. TEORI GENERALISASI
C. TEORI INDIVIDUALISASI

MODUL 8
SISTEM PEMIDANAAN 

Kegiatan Belajar 1 : Pidana Pokok, Pidana Tambahan, Single Track System, dan Double Track System
A. PIDANA POKOK
B. PIDANA TAMBAHAN
C. SINGLE TRACK SYSTEM DAN DOUBLE TRACK SYSTEM

Kegiatan Belajar 2 : Definite Sentence, Indefinite Sentence, dan Indeterminate Sentence
A. DEFINITE SENTENCE
B. INDEFINITE SENTENCE
C. INDETERMINATE SENTENCE


MODUL 9
ALASAN PENGHAPUS PIDANA

Kegiatan Belajar 1 : Alasan Pembenar

Kegiatan Belajar 2 : Alasan Pemaaf

MODUL 10
ALASAN PENGHAPUS PENUNTUTAN DAN PELAKSANAAN PIDANA

Kegiatan Belajar 1 : Alasan Penghapus Penuntutan Pidana
A. PENGERTIAN DAN PERBEDAAN ALASAN PENGHAPUSAN KEWENANGAN PEMIDANAAN DAN PENGHAPUSAN KEWENANGAN PENUNTUTAN
B. PERBUATAN (YANG DI TUNTUT KEDUA KALI) ADALAH SAMA DENGAN YANG PERNAH DIPUTUS TERDAHULU

Kegiatan Belajar 2 : Alasan Penghapus Pelaksanaan Pidana
A. HAPUSNYA PELAKSANAAN PIDANA
B. KETENTUAN GUGURNYA KEWENANGAN MENUNTUT DAN MENJALANKAN PIDANA DILUAR KUHP

MODUL 11
PERCOBAAN, PENYERTAAN, DAN PEMBANTUAN

Kegiatan Belajar 1 : Percobaan dan Unsur-Unsur Percobaan 
A. DEFINISI PERCOBAAN 
Percobaan (Poging); Mencoba melakukan Kejahatan; Pelaksanaan untuk melakukan kejahatan yang telah dimulai akan tetapi ternyata tidak selesai, ataupun suatu kehendak untuk melakukan suatu kejahatan tertentu yang telah diwujudkan di dalam suatu permulaan pelaksanaan; Pasal 53 (1) KUHP

B. UNSUR-UNSUR PERCOBAAN 
1. Niat / Kehendak (Voornemen)
2. Permulaan Pelaksanaan (Begin van Ultvoering)
3. Pelaksanaan tidak selesai bukan semata-mata karena kehendak pelaku.

Kegiatan Belajar 2 : Penyertaan Serta Unsur-Unsur Penyertaan dan Pembantuan Serta Unsur-Unsur Pembantuan
Penyertaan (Pasal 55 dan 56 KUHP) ; Pembantuan (Pasal 56,57 dan 60 KUHP)

A. DEFINISI PENYERTAAN 
Penyertaan (deelneming); Turut sertanya Seseorang atau lebih pada waktu seorang lain melakukan suatu tindak pidana; 

B. UNSUR-UNSUR PENYERTAAN / DEELNEMING
1. Doen plegen; menyuruh melakukan atau yang di dalam doktrin juga sering disebut sebagai middlelijk daderschap
2. Medeplegen; turut melakukan ataupun yang didalam doktrin juga sering disebut sebagai mededaderschap.
3. Uitlokking; menggerakan orang lain
4. Medeplichttigheid; pembantu

C. DEFINISI PEMBANTUAN
Pembantuan; bersifat accessoir; Untuk adanya pembantuan harus ada orang yang melakukan kejahatan (harus ada orang yang dibantu).
Dilihat dari pertanggungjawaban; tidak accessoir; dipidananya pembantu tidak tergantung pada dapat tidaknya si pelaku di tuntut pidana.

D. UNSUR-UNSUR PEMBANTUAN
1. Teori Objektif; Perbuatan yang menjadi objek tindak pidana; Apabila perbuatan dilarang undang-undang maka melakukan turut serta, Apabila perrbuatan bukan tindak pidana maka melakukan pembantuan.
2. Teori Subjektif; Niat penyertaan; Didalam turut serta pelaku menghendaki terjadinya tindak pidana, Didalam pembantuan pelaku sekedar memberi bantuan orang mealakukan tindak pidana.
3. Teori Gabungan (verenigings theorie); Delik Formal menggunakan Teori Obyektif karena Melarang perbuatan seseorang; Delik Materiil menggunakan Teori Subjektif karena lebih melihat akibat yang dilarang Undang-Undang.

MODUL 12
PERBARENGAN DAN PENGULANGAN PERBUATAN PIDANA

Kegiatan Belajar 1 : Definisi Perbarengan Perbuatan Pidana, Perbarengan Perbuatan Pidana Idealis dan Realis
A. DEFINISI PERBARENGAN PERBUATAN PIDANA 
Perbarengan; ialah terjadinya dua atau lebih tindak pidana oleh satu orang, dimana tindak pidana yang dilakukan lebih awal belum dijatuhi pidana, atau antara tindak pidana yang pertama dan berikutnya belum dibatasi oleh suatu keputusan hakim.
Pengulangan; ialah terdapat lebih dari satu tindak pidana yang dilakukan satu orang, Tindak pidana yang lebih awal telah diputus oleh hakim dengan mempidana, bahkan telah dijalaninya baik sebagian atau seluruhnya.

B. DEFINISI PERBARENGAN PERBUATAN PIDANA IDEALIS
Perbarengan Peraturan Concorsus idealis; Jika suatu perbuatan masuk dalam lebih dari satu aturan pidana maka yang dikenakan hanya salah satu diantara aturan-aturan itu; dan jika berbeda-beda, yang dikenakan yang memuat ancaman pokok yang paling berat (sistem absorbsi); Pasal 63 ayat (1) KUHP. 

C. PERBARENGAN PERBUATAN PIDANA REALIS 
Perbarengan Peraturan Concursus realis; Gabungan dari beberapa perbuatan, yang masing-masing harus dipandang sebagai perbuatan tersendiri-sendiri dan yang masing-masing menjadi kejahatan; Pasal 65 dan 66 KUHP.

Kegiatan Belajar 2 : Pemidanaan Perbarengan Perbuatan Pidana dan Pengulangan Perbuatan Pidana
A. PEMIDANAAN PERBARENGAN PERBUATAN PIDANA
1. Concursus Idealis (Pasal 63)
2. Perbuatan Berlanjut (Pasal 64)
3. Concursus Realis (Pasal 65 s/d 71)

B. PENGULANGAN PERBUATAN PIDANA
Pengulangan (Residive); Apabila seseorang yang melakukan suatu tindak pidana dan telah dijatuhi pidana dengan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (MKHT) atau in kracht van gewijsde, kemudian melakukan tindak pidana lagi.