HUKUM PERDATA INTERNASIONAL


MODUL   1 : PENDAHULUAN : PENGERTIAN HUKUM PERDATA INTERNASIONAL, SEJARAH HUKUM PERDATA INTERNASIONAL, DAN RUANG LINGKUP HUKUM PERDATA INTERNASIONAL
MODUL   2 : TITIK-TITIK PERTALIAN DALAM HUKUM PERDATA INTERNASIONAL
MODUL   3 : STATUS PERSONAL
MODUL   4 : TEORI PENUNJUKAN KEMBALI (RENVOI) DAN TEORI KUALIFIKASI 
MODUL   5 : KETERTIBAN UMUM DAN PENYELUNDUPAN HUKUM
MODUL   6 : PILIHAN HUKUM DAN PERJANJIAN INTERNASIONAL
MODUL   7 : PILIHAN FORUM DAN HUKUM ACARA PERDATA INTERNASIONAL
MODUL   8 : HAK-HAK YANG TELAH DIPEROLEH PERSOALAN PENDAHULUAN PENYESUAIAN
MODUL   9 : TIMBAL BALIK DAN PEMBALASAN PEMAKAIAN HUKUM ASING


MODUL 1
PENDAHULUAN : PENGERTIAN HUKUM PERDATA INTERNASIONAL, SEJARAH HUKUM PERDATA INTERNASIONAL, DAN RUANG LINGKUP HUKUM PERDATA INTERNASIONAL
Pada zaman penjajahan berdasarkan psl 131 jo 163 Indische Staatsregeling (IS); UUD bagi Hindia Belanda; berlaku penggolongan penduduk (bevolkingsgroupen) dan bagi berbagai golongan penduduk (Eropa, Timur Asing, Bumiputra/pribumi) itu berlaku hukum golongan masing-masing; Hubungan Hukum yang terjadi antar golongan penduduk diatur dalam Hukum Antar Golongan (HAG).
Penggolongan penduduk ini telah dihapus oleh Instruksi Presidium Kabinet Ampera No.31/U/INT/12/1966; Sehingga mulai saat ini hanya dikenal Warga Negara Indonesia atau Warga Negara Asing. Orang yang berstatus asing semakin banyak, sehingga terjadi pergeseran, hal-hal yang dahulu termasuk masalah HAG kini menjadi masalah Hukum Perdata Internasional (HPI) karena mereka berstatus asing.
Karena belum semua praktisi hukum menguasai HPI, sehingga persoalan yang timbul diselesaikan berdasarkan hukum "intern" nasional , tanpa memperdulikan adanya unsur asing pada kasus hukum tersebut; berakibat Indonesia dituduh bersifat chauvinish yaitu mengagung-agungkan hukum nasional sendiri.

KEGIATAN BELAJAR 1 : PENGERTIAN HUKUM PERDATA INTERNASIONAL
A. PENTINGNYA HUKUM PERDATA INTERNASIONAL UNTUK INDONESIA
Dahulu berdasarkan Psl 131 dan 163 IS, Penduduk Indonesia digolongkan; Bumi Putera (Inlanders) berlaku hukum adat masing-masing, Eropa (europeanen) dan yang dipersamakan berlaku Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) atau Burgerlijk Wetboek, Timur Asing Cina (Chineezen Vreemde Osterlingen) dan WNI Keturunan Cina berlaku KUHPerd dengan sedikit perubahan, dan Timur Asing lainnya (Vreemde Oosterlingen andere dan Chineezen) berlaku hukum adat mereka.

Psl 16 Algeemene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesie / 16AB (Peraturan umum mengenai Perundang-Undanggan untuk Indoneisa, selanjutnya disebut dengan "AB") ; yang menyatakan bagi WNI mengenai status dan kewenangan hukumnya berlaku hukum Indonesia dimanapun dia berada.

Hapusnya penggolongan penduduk ; sejak keluar Keputusan Presidium Kabinet Ampera (1966) ; pembedaan penduduk nerdasarkan kewarganegaraan (WNI / WNA)

HPI : adalah Hukum perdata nasional untuk masalah-masalah yang bersifat Internasional ; Hubungan-hubungan hukum yang mempunyai unsur asing.
Contoh Persoalan HPI :
1. Perkawinan dan Perceraian
2. Jual Beli Internasional
3. Masalah Dwikenegaraan
4. UU Pokok Agraria (UU No.5 Tahun 1950), dikaitkan dengan Perkawinan Campuran

B. ISTILAH HUKUM PERDATA INTERNASIONAL
1. Confict of Laws (Hukum Perselisihan) ; oleh Dicey ; Keberatan seolah-olah ada perselisihan  di HPI padahal yang dihadapi dalam HPI adalah adanya pertemuan atau pertautan antara dua atau lebih stelsel hukum dengan jalan memilih hukum mana yang akan berlaku atau dipakai (choice of law) apabila terjadi pertemuan atau pertautan antara dua atau lebih stelsel hukum.

2. Private International Law ; Terjadi pertentangan dalam istilah (contracditio in terminis), Perdata tetapi mengapa Internasional. Perdata itu berarti privatemengatur hubungan orang perorang, sedangkan internasional berarti antar bangsa. Sebenarnya tidak ada kontradiksi karena internasional disini adalah fakta, pada materinya, pada kasusu posisinya, pada hubungannya yang bersifat internasional , yaitu adanya unsur asing (forign element)

3. Hukum Antar Tata Hukum (HATAH) ; Prof. Sudargo Gautama memakai istilah Hukum Antar Tata Hukum dengan mengikuti istilahInterlegal Law (Alf Ross) atau Interrecht sordenrecht (Logemann) dan tussenrechtsordening (Resink). HATAH terbagi dalam :
HATAH INTERN ; meliputi Hukum Antar Waktu, Hukum Antar Tempat, Hukum Antar Golongan (termasuk
HATAH EKSTERN ; Hukum Perdata Internasional (HPI)

HATAH INTERN ; didefinisikan Keseluruhan peraturan dan Keputusan hukum yang menunjukan stelsel mana berlaku / menjadi hukum, jika hubungan dan perisitiwa antara warga negara dalam satu negara memperlihatkan titik pertalian dengan stelsel dan kaidah hukum yang berbeda  dalam lingkungan kuasa waktu,  tempat, pribadi dan soal-soal.

HUKUM ANTAR WAKTU ; didefinisikan Keseluruhan peraturan dan Keputusan hukum yang menunjukan stelsel mana berlaku / menjadi hukum, jika hubungan dan perisitiwa antara warga negara dalam satu negara dan satu tempat memperlihatkan titik pertalian dengan stelsel dan kaidah hukum yang berbeda dalam lingkungan kuasa waktu  dan soal-soal.

HUKUM ANTAR TEMPAT ; didefinisikan Keseluruhan peraturan dan Keputusan yang menunjukan stelsel mana berlaku / menjadi hukum, jika hubungan dan perisitiwa antara warga negara dalam satu negara dan satu waktu tertentu, memperlihatkan  titik pertalian dengan stelsel dan kaidah hukum yang berbeda  dalam lingkungan kuasa tempat dan soal-soal.
Wirjono Prodjodikoro ; Mendefinisikan sebagai Hukum Perdata yang berlaku dalam pelbagai daerah-daerah dari satu negara.

HUKUM ANTAR GOLONGAN ; didefinisikan Keseluruhan peraturan dan Keputusan yang menunjukan stelsel mana berlaku / menjadi hukum, jika hubungan dan perisitiwa antara warga negara dalam satu negara, satu tempat dan satu waktu tertentu memperlihatkan titik pertalian dengan stelsel dan kaidah hukum yang berbeda dalam lingkungan kuasa pribadi dan soal-soal.

HPI (Gautama) ; didefinisikan Keseluruhan peraturan dan Keputusan yang menunjukan stelsel mana berlaku / menjadi hukum, jika hubungan dan perisitiwa antara warga negara pada waktu tertentu terlihat titik pertalian dengan stelsel dan kaidah hukum dari dua atau lebih negara, yang berbeda dalam lingkungan kuasa tempat, pribadi dan soal-soal.

C. SIFAT HUKUM PERDATA INTERNASIONAL
Sarjana-sarjana HPI diantaranya Mancini, Von Savigny, Tobias Asser (Bapak dari Konvensi HPI di den Haag).
Terdapat dua pandangan Menentukan status dan kewenangan hukum seseorang (Status Personal) :
Prinsip Nasionalitas (Prinsip Kewarganegaraan) ; yaitu mengkaitkan status personal warga negaranya pada kewarganegaraan seseorang ; Negara Eropa Kontinental ; Perancis, Jerman, Belanda, Termasuk Indonesia (Konkordansi)
Prinsip Domisili ; yaitu mengkaitkan status personal warga negaranya dengan domisili seseorang ; Negara Common Law (Anglo Saxon) ; Inggris dan bekas jajahannya ; termasuk Amerika, Australia, Singapura, Malaysia

HPI adalah Hukum Perdata Nasional untuk masalah-masalah yang bersifat Internasional; Sumber Hukumnya adalah semata-mata hukum nasional ; Hukum Perdata Internasional Indonesia (Sudargo Gautama).

KEGIATAN BELAJAR 2 : SEJARAH HUKUM PERDATA INTERNASIONAL
Josephus Jitta (Sarjana HPI/Belanda) ; " ledereen ....... " - betapa genial-nya seorang yuris ..... ; pengetahuan tentang sejarah, mendapatkan pemahaman lebih baik tentang kausalitas kejadian dan pemikiran

A. MASA IMPERIUM ROMAWI
Ubi Societas Ibi Jus ; dimana ada masyarakat, disini ada hukum ; masyarakat hukum.
Awal mula berkembangnya Hukum Romawi ; Lahirnya Kedua belas tablet (the twelve tables) ; merupakan UU yang dibuat kaum elit romawi ; dasar dari konstitusi romawi dan hukum perdata romawi.; dasar hukum pemberian hak istimewa (privilege) bagi patrician (keluarga elit) dibanding kaum plebeian (kelas menengah).
Ideologi dominan dikalangan bangsa romawi adalah Konsep keuniversalan imperium ; tidak ada ruang untuk berkembangnya HPI.
Prinsip Personalitas berlaku; Hukum yang berlaku didasarkan pada siapa yang terlibat dalam suatu hubungan hukum; Kemudian diganti oleh Prinsip Teritorialitas; Hukum yang berlaku dalam suatu hubungan hukum di wilayah imperium romawi adalah hukum romawi.
Kodifikasi hukum oleh Bangsa Romawi dalam bentuk codex; Kodifikasi yang terkenal adalah Corvus Iuris Civilis; Justinian Corpus Iuris atau Codex Justinianus (Era Kaisar Justinianus); terdiri dari empat karya yaitu the institutes, the digest, the code dan the novels.

B. KEJATUHAN IMPERIUM ROMAWI DAN ABAD PERTENGAHAN
Para sarjana HPI ; Von Savigny, Cheshire, Gautama mengutip pernyataan Uskup Agung Lyon, Agobardus; "It often happens that five meneach under a different law, may be found walking or sitting together" ; Sering kali terjadi lima orang, masing-masing tunduk pada hukum yang berbeda, ditemukan sedang berjalan atau duduk bersama; demikian dikatakannya untuk menggambarkan aneka ragam hukum saat itu.

C. MASA RENAISSANCE DAN REFORMASI  
Masa Renaissance (Renaisans) ; adalah masa dimana orang-orang di eropa barat kembali memperhatikan kesusastraan klasik dan kemudian berkembanglah kesusastraan dan kesenian baru ; ilmu pengetahuan modern mulai berkembang.
Mobilitas orang dan perdagangan membuat suatu negara perlu mengatur secara khusus hal yang terjadi dalam wilayahnya.; Statuta berlaku  sebagai peraturan khusus terhadap ius commune yang berlaku sebagai suatu peraturan supranasional yang berdaasarkan kepada hukum romawi yang menjadi hukum kebiasaan di eropa.

1. Mazhab Italia Abad Ke-14
Bartolus Saxoferato; Bapak Teori Statuta karena metode statuta yang dipergunakannya; nemo bonus iurista nisi bartolista - tiada seorang yuris yang cakap, kecuali ia seorang pengikut Bartolus. 
Bartolus membedakan statuta menjadi : 
- Statuta Personalia ; Statuta yang mempunyai lingkungan kuasa berlaku secara personal; Berlaku bagi seseorang kemanapun orang tersebut pergi ; hukum berlaku hukum domisili (law of domicile) dari seseorang; bukan hukum kewarganegaraan sebab konsep negara-bangsa (nation-state) belumlah lahir ; Persamaan dengan pengaturan Pasal 16AB
- Statuta Realia; mempunyai lingkup kuasa berlaku secara teritorial; berlaku nterhadap benda, bukan orang; hanya benda-benda yng terletak didalam wilayah negara-kota statuta yang tunduk pada statuta tersebut (lex rei sitae); Persmaan pengaturan Pasal 17AB
Belakangan statutis menambahkan Statuta mixia ; mengatur statuta yang tidak dapat dimasukan kedalam statuta personalia atau statuta realia; menurut tempat terjadinya hukum; locus regit actum; Persmaan pengaturan Pasal 18 AB.

2. Mazhab Perancis Abad Ke-16
Charles Dumoulin dan Bertrand D'Argentre ; mengembangkan teori statuta di Perancis. 
Charles Dumpulin menggantikan statuta dengan kebiasaan atau adat Perancis (coutumes).

3. Mazhab Belanda Abad Ke-17
Pada Tahun 1856 terjadi perang yang  terkenal sebagai Perang delapan puluh tahun (the Eighty Years War). Lima puluh tahun kemudian pecah juga perang di wilayah Kerjaan Romawi suci terkenal dengan nama Perang Tiga Puluh Tahun (The Thirty Years War); Kedua perang disebabkan anatara lain konflik agama dan politik berakhir dengan ditandatanganinya Perjanjian  Westphalia pada tahun 1648; salah satu poin kesepakatan utama dari perjanjian ini adalah diakuinya kemrdekaan Belanda dan Swiss ; Dari perjanjian ini berkembang konsep negara bangsa (nation state) yang emnentukan perkembangan berbagai ilmu pengetahuan termasuk HPI.

Akibat logis terbentuknya negara bangsa adalah kewarganegaraan atau nasionalitas mulai diterapkan; terlihat adanya perbedaan hukum yang berlaku bagi status personal dari hukum domisili (lex domicilie) menjadi hukum asal (lex origin).
Para yuris Belanda di era ini - Paulus Voet dan anaknya Jan Voet dan Ulrich Huber ; mengembangkan Teori Comitas.
Teori Comitas ; hukum asing berlaku semata-mata berdasarkan sopan santun pergaulan bertetangga (Comitas Gentium) ; bahwa sebagai tetangga yang baik, suatu negara menghormati negara tetangganya dengan memberlakukan hukum negara tetangganya dengan harapan ia akan diperlakukan sama; Timbal balik setimpal.
Para yuris Belanda telah meletakan dasar bahwa HPI adalah hukum nasional.

D. ZAMAN MODERN
1. Perkembangan di Amerika Serikat
Story; Lingkungan kuasa peraturan yang dikeluarkan suatu negara meliputi semua orang dan benda yang terletak di dalamnya dan keberlakuan suatu norma hukum secara ekstrateritorial hanya bersifat pengecualian.
Cook dan Lorenzen; mengembangkan pemikiran yang kemudian dikenal sebagai the local law theory ; sebagai akibat positivisme, hukum asing tidak lagi berlaku karena comitas, namun karena lex fori. 2. Von Savigny
Friedrich Carl von Savigny; Dalam bagian lingkungan kuasa hukum atas hubungan hukum atas hubungan hukum (the spatial limits of the control of the law over legal relationship). Menjadikan bangsa-bangsa (community of nations) menurut hukum internasional dalam pergaulannya terikat oleh hukum internasional.
Status personalia bahwa hukum domisili yang berlaku. Lex rei sitae mencakup benda bergerak dan benda tidak bergerak. Hukum Perjanjian diatur menurut asas hukum dimana perjanian tersebut dilaksanakan (Lex loci executionis).
Adanya hukum internasional dan hubungan hukum, Savigny menganut aliran internasional HPI yang kemudian berkembang aliran HPI modern.
3. Mancini
Pasquale Stanislao Mancini; Konsistensi hukum dari aneka ragam nasionalistis merupakan konsepsi yang melingkupi hukum internasional, negara sebagai unit hukum internasional terbentuk atas dasar kesadaran kesamaan nasional; setiap individu terikat kepada negara nasionalnya, dan lex origin menggantikan lex domicili sebagai hukum yang berlaku untuk status personalia
4. Perkembangan Lebih Lanjut
Perbedan pendapat tentang hukum yang berlaku, dan apa yang menjadi dasar keberlakuan hukum tersebut melahirkan upaya untuk melakukan unifikasi atau harmonisasi HPI.

KEGIATAN BELAJAR 3 : SEJARAH HUKUM PERDATA INTERNASIONAL
A. CITA-CITA UNIFIKASI HPI ; 


Cita-Cita HPI ; adalah adanya unifikasi dalam bidang HPI; sedikitnya melalui empat cara :
1. Unifikasi dari Kaidah-Kaidah Hukum Intern
Menghendaki penyeragaman seluruh kaidah-kaidah intern negara-negara di dunia; sangat sukar dicapai, hal ini disebabkan oleh tidak mungkinnya orang-orang dari berbagai negara untuk menggunakan hukum dengan kaidah intern yang seragam
Contoh bentuk unifikasi kaidah hukum intern adalah :
a. Persetujuan Jenewa (1930) Tentang Uniform Law of bills of exchange; tentang surat-surat wesel
b. Perjanjian Jenewa (1931) Tentang cheque/cek
c. Born convention concerning for the protection of literaty artistic works.

2. Unifikasi dari Kaidah-Kaidah HPI
Dilakukan penyelarasan kaidah-kaidah HPI, sehingga dalam hal timbul suatu peristiwa yang terdapat unsur asing didalamnya, dapat diperoleh keputusan-keputusan yang sama diberbagai negara yang berbeda (Harmonisasi kaidah-kaidah HPI)
Contoh bentuk unifikasi kaidah-kaidah HPI diantaranya adalah :
a. Konvensi Den Haag (1902) ; perwalian anak yang belum dewasa
b. Konvensi Den Haag (1905) ; akibat-akibat perkawinan
c. Konvensi Den Haag (1905) ; Hukum Acara Perdata
d. Konvensi Jenewa (1923 dan 1927) ; klausa-klausa arbitrase dan eksekusi dari keputusan arbitrase asing

3. Unifikasi Melalui Konvensi-Konvensi Bilateral dan Regional
Lebih mudah dicapai karena disebabkan pada keadaan bahwa di negara-negara dalan satu regional yang sama, umumnya telah terdapat keseragaman mendasar, sehingga mempermudah terjadi unifikasi dibidang HPI, contoh:
a. Konvensi antar negara-negara skandinavia (1929-1933) mengatur unifikasi HPI mengenai perkawinan, adopsi dan perwalian
b. Persetujuan negara-negara Benelux (1951)

4. Unifikasi dengan Cara Lainnya
a. Institute for the Unification of Private Law; Persetujuan Jual Beli (1951)
b. Konferensi Jenewa 1930-1931; mengenai domisili, bipatride dan apatride
c. Pembentukan International Chamber of Comerce dan International Maritime Commite

B. ANEKA RAGAM PANDANGAN TENTANG LUAS BIDANG HPI
1. Pandangan yang Tersempit ; Hanya terbatas pada persoalan-persoalan hukum yang harus dipergunakan (choice of law) ; Jerman dan Belanda
2. Pandangan Yang Lebih Luas ; Tidak hanya terbatas pada persoalan mengenai hukum yang di pergunakan  (choice of Law) namun juga persoalan kompetensi hakim dalam peristiwa HPI (choice of juridiction) ; Negara Aglo Saxon terutama Inggris.
3. Pandangan Yang Lebih Luas Lagi ; Selain Persoalan pilihan hukum dan kompetensi hakim, masalah tentang status orang asing termasuk bidang HPI ; Negara Latin ; Italia, Spanyol, negara Amerika Selatan
4. Pandangan Yang Terluas ; Masalah Pilihan Hukum, Kompetensi Hakim, Status Orang Asing, juga tentang cara memperoleh dan kehilangan kewarganegaraan ; Perancis.

C. SUMBER-SUMBER HPI
Adalah sama dengan sumber hukum perdata nasional, yaitu Perundang-undangan, Hukum Kebiasaan dan Yurisprudensi.

MODUL 2
TITIK-TITIK PERTALIAN DALAM HUKUM PERDATA INTERNASIONAL
KEGIATAN BELAJAR 1 : TITIK PERTALIAN PRIMER

A. PENGERTIAN TITIK PERTALIAN PRIMER (TPP)
Titik-titik pertalian atau Titik-Titik Pertautan; adalah hal-hal dan keadaan-keadaan yang menyebabkan berlakunya sesuatu stelsel hukum.
Titik Pertalian Primer (TPP): Hal-hal dan keadaan-keadaan yang melahirkan atau menciptakan hubungan HPI; apabila tidak ada TPP maka hubungan hukum yang ada bukan merupakan hubungan hukum HPI tetapi hanya hukum perdata biasa belaka.
Oleh karena sifatnya sebagai faktor yang melahirkan persoalan HPI, maka TPP ini disebut pula sebagai Titik Taut Pembeda

B. BAGIAN-BAGIAN DARI TPP
1. Kewarganegaraan; Mengandung pengertian bahwa yang mengatur status personal dari seseorang ditentukan dan diatur oleh hukum dari negara tempat ia menjadi warga negara; adanya perbedaan kewarganegaraan dalam peristiwa hukum akan melahirkan hubungan HPI
2. Domisili ; Mengandung pengertian bahwa yang mengatur status personal dari seseorang ditentukan dan diatur oleh hukum dari negara tempat ia berdomisili; adanya perbedaan domisili dalam suatu hubungan hukum dapat menciptakan sutu hubungan HPI
3. Tempat Kediaman ; Residence ; Tempat sesungguhnya seorang berada (place of sorjun) secara de facto dapat melahirkan masalah HPI ; jika domisili adalah yuridis (de jure)
4. Bendera Kapal ; Kewarganegaraan seseorang; Kapal berbendera panama mengangkut penumpang berkewarganegaraan Indonesia ; Hubungan Kapal dan Penumpang adalah Hubungan HPI (UU No 1 Tahun 2009)
5. Tempat Kedudukan (Legal Seat) Berlaku untuk Badan Hukum ; Kewarganegaraan, domisili, atau tempat kediaman ketiganya de facto berlaku untuk perseorangan, Tempat kedudukan (Legal seat) mempunyai peran sama  dengan ketiganya terhadap suatu badan hukum. Contoh Badan hukum X melakukan kegiatan bisnis di Indonesia, tetapi didirikan di negara Y.

6. Pilihan Hukum dalam Hubungan Intern ; Pilihan Hukum(choice of law) yang dikenal di bidang hukum harta benda (Hukum Perikatan) dapat pula menjadi TPP  yang menciptakan suatu persoalan HPI.



KEGIATAN BELAJAR 2 : TITIK PERTALIAN SKUNDER




A. PENGERTIAN TITIK PERTALIAN SEKUNDER (TPS)
TPS ; adalah hal-hal atau keadaan-keadaan yang menentukan stelsel hukum mana yang akan berlaku atau dipilih apabila terdapat dua atau lebih stelsel hukum yang bertaut atau bertemu; TPS bukan hukum yang berlaku tetapi faktor yang membuat hakim mmeutuskan hukum yang berlaku dalam persoaln HPI.
TPS disebut juga sebagai Titik Taut Penentu oleh karena sifatnya sebagai yang menentukan hukum yang harus diberlakukan.
TPS baru timbul setelah adanya TPP; TPS dikedepankan dan dapat ditemukan dari berbagai Yurisprudensi karena pembuat UU tidak banyak membuat TPS.

B. BAGIAN-BAGIAN DARI TPS
1. Kewarganegaraan
Menentukan hukum mana yang akan berlaku dalam suatu peristiwa HPI; tidak hanya berlaku bagi Hukum Keluarga ; perkawinan, perceraian, hak asuh anak, dsb tetapi juga dalam menentukan kemampuan untuk bertindak dalam hukum dan asas dalam perkawinan (monogami atau poligami); bidang status personal; Tunduk pada hukum nasional para pihak bagi negara penganut asas nasionalitas (kewarganegaraan).
2. Domisili ; Menentukan hukum mana yang akan berlaku, bila terdapat dua atau lebih sistem hukum yang bertemu atau bertaut; Meskipun Inmdonesia menganut prinsip kewarganegaraan, perlu diperhatikan pula domisili sebagai TPS dalam suatu persoaln HPI.
Bentuk-bentuk domisili :
a. Domisili Bersama : Berlaku bagi pasangan suami isteri
b. Habituelle Residence ; sebagai TPS digunakan terutama dalam persoalan adopsi dan perwalian anak
3. Bendera Kapal ; Dalam segala hubungan hukum menyangkut masalah-masalah yang terjadi di kapal atau pesawat akan ditentukan menurut hukum dari bendera kapal.
4. Tempat Kediaman ; Dapat digunakan sebagai alternatif apabila domisilinya tidak diketahui atau belum terbentuk.
5. Tempat Kedudukan Badan Hukum ; Tempat pusat administrasi suatu badan hukum (siege social, centre of administration) ; Sebagian besar menetukan bahwa hukum yang berlaku bagi status personal suatu badan hukum adalah hukum dari negara tempat pusat administrasi itu berada; sebagian lagi berdasarkan tempat badan hukum itu didirikan (place of incorporation); Indonesia menganut prinsip place of incorporation dan Prinsip place of administration untuk menentukan status personal bagi suatu badan hukum.
6. Tempat Letaknya Benda (Lex Rei Sitae) ; Menentukan hukum yang berlaku atas benda tersebut  (TPS); Ketentuan ini berlaku untuk benda bergerak maupun tidak bergerak
7. Tempat dilangsungkannya perbuatan hukum (Lex Loci Actus), Tempat Perjanjian dibuat (Lex Loci Contractus) ; Tempat dimana suatu perbuatan hukum dilakukan atau suatu kontrak dibuat, merupakan pula faktor yang menentukan hukum yang harus diberlakukan (TPS)
8. Tempat dilaksanakannya suatu perjanjian (Lex Loci Solutionis, Lex Loci Executionis) ; Dalam hal tidak dilakukan pilihan hukum oleh para pihak dalam kontrak, hukum yang berlaku untuk kontrak itu adalah dimana kontrak itu dilaksanakan.
9. Tempat terjadinya perbuatan melanggar hukum (Lex Loci Delicti Commissie) ; Tempat terjadinya perbuatan melanggar hukum adalah menjadi faktor penentu hukum yang berlaku (TPS) bila terjadi suatu perbuatan melanggar hukum.
10. Maksud Para Pihak (Autonomie Van Partijen, Bedoeling Van Partijen, Choice of law) ; Kehendak para pihak dapat menentukan hukum yang akan berlaku dalam persoalan HPI; dapat berupa pilhan hukum (choice of law); dinyatakan secara tegas, artinya denagn sedemikian banyak perkataan (secara tegas) atau secara diam-diam.
11.Tempat diajukannya proses perkara ; Hukum dari pada sang Hakim dimana perkara bersangkutan diajukan, merupakan hukum yang berlaku (TPS).



KEGIATAN BELAJAR 3 : TITIK PERTALIAN LEBIH LANJUT




A. PENGERTIAN TITIK PERTALIAN KUMULATIF
Dalam Titik Pertalian Kumulatif terdapat penumpukan atau kumulasi dari titik-titik pertalian, jika didalam suatu persoalan hukum digunakan dua atau lebih stelsel hukum ; Kumulasi dapat terjadi antara:
1. Kumulasi antara stelsel hukum sendiri dan stelsel hukum asing ; 
Sering terjadi dalam kasus-kasus perceraian (ada unsur asing); dalam ketentuan HPI dibanyak negara mensyaratkan perceraian harus terpenuhi baik menurut stelsel hukum nasional masing-masing maupun menurut stelsel tempat perceraian dilakukan.
Namun demikian saat ini Hakim di Pengadilan Indonesia akan menggunakan Hukum Indonesia saja (Lex fori) untuk menyelesaikan perkara perceraian Internasional.
Syarat actionability ; Perbuatan tersebut menciptakan suatu tuntutan perbuatan melanggar hukum
Syarat justifable ; Di tempat perbuatan melanggar hukum itu terjadi, perbuatan tersebut harus menimbulkan suatu tuntutan perbuatan melanggar hukum.
2. Kumulasi dari dua stelsel hukum yang kebetulan dipertautkan ; 
Mensyaratkan berlakunya secara kumulatif dua stelsel hukum yang harus ditaati, salah satu stelsel hukum tersebut adalah Lex Fori.


B. TITIK PERTALIAN ALTERNATIF (WAHLANKNUPFUNG) 
Terdapat lebih dari satu Titik Pertalian yang dapat menentukan hukum yang berlaku; Hakim dapat memilih salah satu untuk kemudian benar-benar dipergunakan untuk menentukan hukum yang berlaku.

C. TITIK PERTALIAN PENGGANTI (ERSATZSANKNUPFUNG/SUBSIDIAIRE ANKNUPFUNG/TITIK TAUT SUROGAAT) 
Adalah Titik-titik pertalian yang digunakan apabila titik pertalian yang seharusnya dipergunakan tidak ditemukan; Kasus-kasus mengenai penentuan status personal orang erat kaitannya dengan penggunaan titik pertalian pengganti ini.

D. TITIK PERTALIAN TAMBAHAN (ERGANZUNGS ANKNUPFUNG)
Dipergunakan bilamana TPS yang seharusnya berlaku ternyata tidak mencukupi; Penggunaanya sering terjadi dalam persoalan penentuan hukum yang berlaku bagi status personal seseorang, dimana orang tersebut memiliki dua kewarganegaraan (bipatride)

E. TITIK PERTALIAN ACCESSOIR
Adalah penempatan suatu hubungan hukum dibawah satu stelsel hukum yang sudah berlaku untuk lain hubungan hukum yang lebih utama.



MODUL 3

STATUS PERSONAL
KEGIATAN BELAJAR 1 : STATUS PERSONAL ORANG
A. PENGERTIAN, ISI, DAN LUAS BIDANG  STATUS PERSONAL
1. Pengertian Status Personal
Status Personal ; adalah kelompok kaidah-kaidah yang mengikuti seseorang dimanapun ia pergi; Kaidah yang berlaku ekstra teritorial atau universal, tidak terbatas wilayah suatu negara tertentu.
Dasar Hukum; Pasal 16 AB ; Ketentuan-Ketentuan perundang-undangan mengenai status dan wewenang orang-orang tetap mengikat untuk WNI jikalau mereka berada di Luar Negeri.

2. Isi dan Luas Bidang Status Personal
a. Konsep Luas ; 
Status Personal diartikan wewenang untuk mempunyai hak-hak hukum pada umumnya;
Termasuk permulaan dan terhentinya kepribadian, kemampuan untuk melakukan perbuatan-perbuatan hukum, perlindungan dari kepentingan perseorangan, seperti kehormatan, nama dan perusahaan dagang, privasi, dll. ; Konsep ini juga meliputi hubungan-hubungan kekeluargaan.
Konvensi Montreux 1937 ; Status Personal ; termasuk perkara-perkara mengenai status dan kewenangan orang-orang pribadi ; dan hubungan hukum antara anggota-anggota keluarga dalam masalah perkawinan, perwalian anak serta peninggalan harta benda.

b. Konsep Lebih Sempit
Di negara Aglo Saxon ; Tujuan Status Personal ; adalah untuk memelihara Social Institutions; Terdapat beberapa Hal Penting :
1. Status hanya dilimpahkan oleh negara pada perseorangan
2. Merupakan Keputusan umum
3. Universalitasnya.
Perbedaannya di Perancis; masalah hukum harta benda plus perwarisan , ajaran ketidakmampuan berada diluar bidang status personal.

3. Cara Menentukan Status Personal
Terbagi menjadi dua aliran ;
1. Aliran Prinsip Nasionalitas atau Prinsip Kewarganegaraan ; Status personal orng ditentukan berdasarkan hukum dimana nasional orang tersebut.
2. Aliran Prinsip Domisili atau Prinsip Territorial ; Status personal orang ditentukan berdasarkan prinsip hukum domisili seseorang.

B. PRINSIP NASIONALITAS
Dianut negara eropa kontinental dan jajahannya yang menganut sistem Hukum Civil Law. Alasan yang dikemukakan negara penganut nasionalitas :
1. Paling cocok untuk perasaan hukum seseorang
2. Lebih permanen dari hukum domisili
3. Prinsip nasionalitas membawa lebih banyak kepastian
Contoh Perkara De Ferrari
Jika membicarakan diperlukannya prinsip nasionalitet untuk perkawinan.; Ny Ferrari berkewarganegaraan Prancis Menikah dengan Tuan Ferrari berkebangsaan Italia; Negara Italia tidak mengenal perceraian, Maka yang ada adalah persetujuan untuk hidup berpisah; Hakim hanya memperkuat persetujuan; Keduanya tidak dapat menikah lagi karena hubungan perkawinan belum terputus; Hidup berpisah meja dan tempat tidur (scheiding van tafel en bed)

C. PRINSIP DOMISILI DAN PERKEMBANGANNYA
Prinsip Domisili; adalah prinsip yang menentukan status personal seseorang berdasarkan hukum domisili orang tersebut; Alasan Negara-negara yang pro prinsip domisili :
1. Hukum domisili adalah hukum dimana yang bersangkutan seseungguhnya hidup
2. Prinsip Kewarganegaraan sering kali memerlukan bantuan prinsip domisili
3. Hukum domisili sering kali sama dengan hukum seorang hakim
4. Kepastian untuk lingkungan sekitar ditempat domisili
5. Contoh untuk negara dengan pluralisme hukum
6. Membantu dimana prinsip kewarganegaraan tidak dapat dilaksanakan.

Macam-macam domisili : 
1. Domicilie of Origin; adalah domisili seseorang yang digantungkan pada domisili ayahnya pada saat dilahirkan (Perkawinan sah); domisili digantungkan pada domisili ibunya (Diluar Perkawinan Sah).
Doctrine of Revival ; Hidup kembalinya Domicilie of origin seseorang  karena orang tersebut telah meninggalkan Domicilie of choice - nya.
2. Domicilie of Choice ; adalah domisili pilihan seseorang dalam waktu tertentu dan tidak terbatas; yang memiliki 3 syarat :
1) Kemampuan bertindak dalam hukum
2) Tempat tinggal yang nyata dan tetap (residence)
3) Hasrat untuk menetap di tempat yang baru (intentions)
3. Domicilie by Operation of Law; adalah domisili orang-orang tertentu yang tergantung pada domisili orang lain yang diatur menurut hukum , seperti domisili ayahnya bagi orang belum dewasa, dibawah pengampuan dan perwalian sahih.

KEGIATAN BELAJAR 2 : PERKAWINAN, HARTA BENDA DALAM PERKAWINAN, PERCERAIAN, HUBUNGAN ORANG TUA DAN ANAK
A. PERKAWINAN
1. Pengertian Perkawinan
Pasal 1 UU No 1 /1974 Tentang Perkawinan; adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pasal 2 syarat sah Perkawinan :
a. Apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu
b. Dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 16 AB : Ketentuan-ketentuan perundang-undangan mengenai status dan wewenang orang-orang tetap mengikat WNI jikalau mereka berada di luar negeri.
Syarat-Syarat Melangsungkan Perkawinan ;
Syarat Formal (vorm); Cara-cara formalitas, upacara dilangsungkannya perkawinan sesuai dengan hukum tempat dilangsungkannya perkawinan (lex loci celebrations, place of celebration locus regit actum);  Pasal 18 AB; PP 9/1975 Pasal 10 dan 11
Asas ini bagi suatu perkawinan syarat formal, ada tiga pendirian:
1). secara memaksa; semua perkawinan menurut hukum setempat didalam dan diluar negeri
2). secara optimal; dibedakan antara perkawinan didalam negeri (tunduk formalitas setempat) dan diluar negeri (pilihan hukum setempat atau hukum personal mereka; Psl 7 Konvensi Den Haag ; Perkawinan)
3) Harus seusai dengan Hukum Formal.

Syarat Materiil; Substantive requirements; Merupakan syarat mutlak yang jika tidak terpenuhi perkawinan menjadi batal atau dapat dibatalkan; Psl 16 AB; UU No 1/1974 Psl 2(1) dan Psl 6 s/d 11.
Perkawinan di luar negeri baik sesama WNI maupun salah satunya WNA diatur dalam :Psl 83 KUHPerdata dan Psl 84 KUHPerdata; yang kemudian diatur kembali menjadi ayat 1 dan ayat 2 UU No 1/1974 Pasal 56:
1) Perkawinan yang dilangsungkan di luar Indonesia antara dua orang WNI atau seorang WNI dengan WNA adalah Sah bilamana dilakukan menurut hukum yang berlaku di negara dimana perkawinan itu dilangsungkan dan bagi WNI tidak melanggar ketentuan UU ini
2) Dalam waktu 1 tahun setelah kembali ke wilayah Indonesia surat pembuktian perkawinan harus didaftarkan di kantor pencatat perkawinan tempat tinggal mereka.

2. Perkawinan Campuran (Internasional);
UU No 1/1974 mengatur juga Perkawinan campuran Psl 57 s/d 62 : Pasal 57: Yang dimaksud dengan perkawinan campuran dalam UU ini  adalah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan indonesia.
Berlaku juga syarat formal (Psl 18 AB) dan syarat materiil (Psl 16 AB); sebelumnya diatur juga dalam GHR yaitu S.1898 No 158.

3. Akibat Hukum dari Perkawinan Campuran (Internasional)
a. Terhadap Kewarganegaraan Anak
Sebelum berlakunya UU Kewarganegaraan
b. Terhadap Kewarganegaraan Suami Isteri



B. HUKUM HARTA BENDA DALAM PERKAWINAN

C. PERCERAIAN
D. HUBUNGAN ORANG TUA DAN ANAK
1. Kedudukan Anak
a. Anak sah dan anak tidak sah
b. Pengakuan dan Pengesahan Anak
2. Yurisprudensi
Berapa Yurisprudensi di Indonesia berkaitan dengan Hubungan orang tua dan anak:
a. Pengakuan anak oleh yang dilakukan oleh Hisayo Kawai (Warga Negara Jepang) terhadap anak-anaknya dibawah umur haris hubungannya dengan The Ing Bian yang masih terikat perkawinan yang sah dengan Ny Hian Biauw Nio.
b. Pengakuan anak luar kawin, Martin Javier oleh ayahnya Cooper Marshal Wallace yang berkewarganegaraan Australis.
c. Pengesahan anak karena perkawinan yang menyusul dari kedua anak dilakukan terhadap Nurafiani Sofia, Seorang anak WNI, oleh ayahnya Lafrogne Bernanrd Jean (WN Perancis) dan ibunya Yenti Nurlaila (WNI).

KEGIATAN BELAJAR 3 : ADOPSI


KEGIATAN BELAJAR 4 : STATUS PERSONAL BADAN HUKUM
A. PENGERTIAN, ISI DAN LUAS BIDANG STATUS PERSONAL BADAN HUKUM
Status Personal Badan Hukum mencakup :
1. Ada atau tidaknya badan hukum
2. Kemampuan untuk bertindak dalam hukum
3. Hukum yang mengatur organisasi intern
4. Hubungan-hubungan hukum dengan pihak ketiga
5. Cara-cara perubahan dalam Anggaran Dasar
6. Berhentinya Badan Hukum

B. PRINSIP PLACE OF INCORPORATION
Bahwa Hukum yang berlaku bagi status personal badan hukum adalah Hukum dimana Badan Hukum tersebut didirikan.

C. TEORI KEDUDUKAN BADAN HUKUM ATAU STATUTAIRE
Bahwa hukum yang berlaku bagi status personal badan hukum adalah Hukum dimana Badan Hukum tersebut memiliki Tempat Kedudukan (Sietz)

D. TEORI MANAJEMEN EFEKTIF
Bahwa Hukum yang berlaku bagi status personal badan hukum adalah Hukum dimana badan hukum tersebut memiliki Manajemen efektif.

E. TEORI PENGAWASAN ASING (FOREIGN CONTROL THEORY)
Yang diutamakan bukanlah tempat dimana suatu badan hukum didirikan atau dimana pusat manajemen badan hukum berada, melainkan adanya pengawasan yang dilakukan oleh Badan Hukum terhadap perusahaan dari badan hukum  tersebut.
Elemen yang diperhitungkan : (1) Pengawasan secara ridak langsung (indirect control), (2) Pengambilan Keputusan (Voting Powers), (3) Pengawasan Manajeman (Management Control)

F. INDONESIA
Diatur dalam UU No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 4 " .... didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia"


MODUL 4

TEORI PENUNJUKAN KEMBALI (RENVOI) DAN TEORI KUALIFIKASI 
KEGIATAN BELAJAR 1 : TEORI PENUNJUKAN KEMBALI (RENVOI)
KEGIATAN BELAJAR 2 : TEORI KUALIFIKASI



MODUL 5

KETERTIBAN UMUM DAN PENYELUNDUPAN HUKUM
KEGIATAN BELAJAR 1 : TEORI KETERTIBAN UMUM
KEGIATAN BELAJAR 2 : ANEKA KONSEP KETERTIBAN UMUM DALAM HUKUM PERDATA INTERNASIONAL
KEGIATAN BELAJAR 3 : TEORI PENYELUNDUPAN HUKUM



MODUL 6

PILIHAN HUKUM DAN PERJANJIAN INTERNASIONAL
KEGIATAN BELAJAR 1 : LEMBAGA PILIHAN HUKUM
A. ISTILAH DAN PENGERTIAN

KEGIATAN BELAJAR 2 : HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL



MODUL 7

PILIHAN FORUM DAN HUKUM ACARA PERDATA INTERNASIONAL
KEGIATAN BELAJAR 1 : PILIHAN FORUM
KEGIATAN BELAJAR 2 : HUKUM ACARA PERDATA INTERNASIONAL



MODUL 8

HAK-HAK YANG TELAH DIPEROLEH PERSOALAN PENDAHULUAN PENYESUAIAN
KEGIATAN BELAJAR 1 : HAK-HAK YANG TELAH DIPEROLEH
KEGIATAN BELAJAR 2 : TEORI PERSOALAN PENDAHULUAN
KEGIATAN BELAJAR 3 : TEORI PENYESUAIAN



MODUL 9

TIMBAL BALIK DAN PEMBALASAN PEMAKAIAN HUKUM ASING
KEGIATAN BELAJAR 1 : TIMBAL BALIK DAN PEMBALASAN 
A. ISTILAH DAN PENGERTIAN
Teori Timbal Balik dan Pembalasan dalam HPI menggambarkan; Kondisi orang asing, pengakuan dari keputusan asing dan penggunaan Hukum asing.
Timbal balik dimaksudkan suatu keadaan yang dikehendaki; Pembalasan merupakan cara untuk mencapai keadaan tersebut.
Timbal Balik mempunyai Lingkungan berlaku umum; diberlakukan terhadap semua negara asing. Pembalasan hanya pada negara tertentu yang secara melawan hukum telah melakukan perbuatan yang harus dibalas.
Timbal Balik membutuhkan pembuktian adanya persamaan sebelum diberikan persamaan ; Pembalasan lebih dahulu terjadi persamaan yang akan dihentikan bila ditemukan perlakuan yang tidak sama
Contoh pemakaian serentak Timbal balik dan Pembalasan; Hukum acara perdata Jerman Par 114 Sub Z.P.O. tentang kemungkinan berperkara bebas biaya; "orang asing tidak diberikan hak berperkara bebas biaya apabila orang Jerman di negara asing yang bersangkutan tidak diberikan hak serupa".
Istilah Teori Timbal Balik dan Pembalasan diberbagai negara : reciprocite (Perancis) ;  Gleichberechtigung und Vergeltung, Genrecht, Reziprozitat, Gegenausnahme, Gegenseitigkeit (jerman) ; Reciprocity (Inggris), Wederkerigheid en Vergelding, Reciprociteit (Belanda), Reciprocidad (Spanyol), Reciprocita (Italia).

B. LUAS BIDANG ASAS TIMBAL BALIK
Sudargo Gautama; Pemakaian Hukum Asing bukanlah suatu pengorbanan; hanya akan dilakukan jika cocok, karena memenuhi rasa keadilan dan kebutuhan hukum dari para hakim dalam hubungan Internasional.
Persoalan Tombal balik dan Pembalasan berhubungan erat dengan masalah ; Pemakaian Hukum Asing.

C. PEMBEDAAN ASAS TIMBAL BALIK
Asas Timbal Balik dibedakan secara Formal dan Materiil.
Timbal Balik Formal; yaitu orang asing akan diperlakukan sama dengan warga sendiri dengan syarat di negara orang asing tersebut warga negara sendiri juga diperlakukan demikian.

KEGIATAN BELAJAR 2 : TEORI PEMAKAIAN HUKUM ASING