UNDANG UNDANG NO 16 TAHUN 2019 TENTANG PERKAWINAN



 UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA 

NOMOR 16 TAHUN 2019

TENTANG 

PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG 

NOMOR 1 TAHUN 1974

TENTANG 

PERKAWINAN


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK 

Menimbang :

a. bahwa negara menjamin hak warga negara untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah, menjamin hak anak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi sebagaimana diamanatkan dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

b. bahwa perkawinan pada usia anak menimbulkan dampak negatif bagi tumbuh kembang anak dan akan menyebabkan tidak terpenuhinya hak dasar anak seperti hak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, hak sipil anak, hak kesehatan, hak pendidikan, dan hak sosial anak;

c. bahwa sebagai pelaksanaan atas putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 22/PUU-XV/2017 perlu melaksanakan perubahan atas ketentuan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Mengingat :

1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 28B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 3019).


Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA 

dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN

Menetapkan :

UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN.

Pasal 1

Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3018) diubah sebagai berikut :


1. Ketentuan Pasal 7 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :

Pasal 7

(1) Perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun.

(2) Dalam hal terjadi penyimpangan terhadap ketentuan umur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), orang tua pihak pria dan/atau orang tua pihak wanita dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan dengan alasan sangat mendesak disertai bukti-bukti pendukung yang cukup.

(3) Pemberian dispensasi oleh Pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib mendengarkan pendapat kedua belah calon mempelai yang akan melangsungkan perkawinan.

(4) Ketentuan-ketentuan mengenai keadaan seorang atau kedua orang tua calon mempelai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dan ayat (4) berlaku juga ketentuan mengenai permintaan dispensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6).


2. Diantara Pasal 65 dan Pasal 66 disisipkan 1 (satu) pasal yakni Pasal 65A yang berbunyi sebagai berikut :

Pasal 65A

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, permohonan perkawinan yang telah didaftarkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, tetap dilanjutkan prosesnya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Pasal 11

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya. memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.


Dishkan di Jakarta

pada tanggal 14 Oktober 2019

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 

ttd

JOKO WIDODO.








TUGAS DAN WEWENANG PERADILAN AGAMA

 


A. MENGENAL PERADILAN AGAMA DI INDONESIA

Peradilan Agama si Indonesia merupakan Lembaga Peradilan Negara dan sekaligus juga Lembaga Peradilan Islam yang bertugas menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Hukum Islam dalam perkara-perkara yang terhadapnya berlaku dan tunduk pada hukum Islam guna memberi perlindungan hukum dan keadilan bagi pencari keadilan yang beragama Islam atau yang menundukkan diri pada hukum Islam karena perkaranya tunduk pada hukum Islam.

Indonesia adalah Negara Hukum yang dalam menjalankan kekuasaan Negara dan roda pemerintahan diatur oleh hukum. Demikian pula dalam menjalankan kekuasaan kehakiman melalui proses peradilan diatur oleh hukum. Pasal 2 ayat (3) UU Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa semua peradilan di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia adalah peradilan negara yang diatur dengan undang-undang. Atas dasar ketentuan ini, maka seluruh Peradilan Agama di Indonesia adalah Peradilan Negara yang diatur dengan undang-undang.

Islam merupakan agama samawi yang bersumber dari wahyu Allah SWT yang terhimpun dalam Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah SAW. Ajaran Islam terdiri dari 3 (tiga) unsur yang bersifat kumulatif dan konprehensif membentuk satu sitem, yakni akidah, syariah, dan akhlak, yang mana satu sama lain saling terkait serta saling mengisi.

Syariah menurut Mahmud Syaltout, merupkan suatu sitem atau tatanan hukum yang ditetapkan Allah, atau yang ditetapkan dasar-dasarnya saja, guna menjadi pedoman bagi umat manusia dalam berhubungan dengan Tuhannya, dengan saudaranya sesama muslim, dengan sesama umat manusia, dengan lingkungannya, dan dengan kehidupannya sendiri.

Tatanan Ibadah dan Muamalah
Tatanan syariah yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya dikategorikan sebagai ibadan mahdlah (ibadah murni). Sedang tatanan syariah yang mengatur hubungan orang Islam dengan saudaranya sesama muslim, dengan sesama umat manusia, dengan lingkungannya dan dengan kehidupannya sendiri dikategorikan sebagai tatanan muamalah dalam arti luas.

Diperlukan pengadilan untuk memberi perlindungan
Untuk menegakkan syariah islam ini diperlukan adanya peradilan Islam, yakni pengadilan yang bertugas menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan hukum Islam guna memberi perlindungan hukum dan keadilan bagi pencari keadilan ataupun pihak ketiga yang terkait dalam perkara agar pihak yang berhak berhasil dengan mudah memperoleh apa yang menurut nurani keadilan menjadi haknya.

Bentuk-bentuk hak keperdataan
Bentuk-bentuk hak keperdataan setiap orang ini dapat berupa : pertama, hak atas status hukum atau kepastian hukum; kedua, hak-hak kebendaanatau kepemilikan; dan ketiga, hak privasi atau hak kemerdekaan dan harga diri. Semua hak-hak tersebut harus mendapat perlindungan hukum dari negara.

Asal muasal hak keperdataan
Asal muasal hak-hak keperdataan seseorang ini dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis yang terdiri dari:
1) Hak yang diperoleh secara kodrati, yakni dari takdir Allah Ilahy Rabby. Hak-hak ini harus mendapat perlindungan dari hakim secara ex officio, jangan sampai terabaikan.
2) Hak yang dip[eroleh dari konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang bersumber dari konstitusi. Hak-hak ini merupakan hak konstitusional yang harus mendapat perlindungan dari hakim secara ex officio, jangan sampai terabaikan.
3) Hak yang diperoleh dari akad atau transaksi. Hak-hak ini hanya dapat diberikan manakala ada permintaan (petitum) dari yang berhak demi menghormati hak perdata yang bersangkutan dan pihak lain.

Semua hak keperdataan tersebut telah tertanam dalam hati nurani setiap insan. Hati nurani setiap insan adalah sama. Oleh sebab itulah maka semua hak manusia adalah tumbuh dan berkembang dari hati nurani. Dan itulah yang disebut dengan nurani keadilan.

Peradilan Agama adalah Peradilan Islam
Peradilan Agama adalah peradilan Islam yang dibentuk dan diselenggarakan berdasarkan syariah Islam bertugas menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan hukum Islam guna memberikan perlindungan hukum dan keadilan bagi pencari keadilan yang beragama Islam dan bagi mereka yang menundukkan diri pada hukum Islam sehingga pihak yang berhak berhasil dengan mudah memperoleh apa yang menurut nurani keadilan menjadi haknya.

Peradilan Agama merupakan pengadilan negara yang berada dibawah Mahkamah Agung. Peradilan Agama terdiri dari :
a. Pengadilan Agama sebagai pengadilan tingkat pertama yang berkedudukan di Kotamadya atau ibu kota kabupaten yang daerah hukumnya meliputi wilayah kotamadya atau kabupaten; dan
b. Pengadilan Tinggi Agama sebagai pengadilan tingkat banding yang berkedudukan di ibu kota provinsi yang wilayah hukumnya meliputi wilayah provinsi.
c. Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama berpuncak pada Mahkamah Agung.

Untuk daerah Provinsi Aceh, pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama ini terdiri dari :
a. Mahkamah Syar'iyah Kabupaten/Kota sebagai pengadilan tingkat pertama; dan
b. Mahkamah Syar'iyah Aceh sebagai pengadilan tingkat banding.

Semua Pengadilan Agama dan Mahkamah Syar'iyah dalam lingkungan Peradilan Agama berpuncak pada Mahkamah Agung, yakni pada Kamar Agama, sebagai Pengadilan Negara Tertinggi.


B. KEWENANGAN ABSOLUT PERADILAN AGAMA

Kewenangan Absolut Pengadilan Agama dan Mahkamah Syar'iyah terdiri dari 3 (tiga) bidang hukum, yaitu :
1. Perdata Agama
2. Ekonomi Syariah
3. Jinayat. Hal ini khusus untuk Mahkamah Syar'iyah di Provinsi Aceh.

Kewenangan absolut Peradilan Agama diatur melalui ketentuan Pasal 25 ayat (3) UU No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang mengamanatkan bahwa Peradilan Agama berwenang memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan perkara antara orang-orang yang beragama Islam sesuai ketentuan perundang-undangan.

Berdasarkan ketentuan perundang-undangan, kekuasaan pengadilan agama ini kemudian diatur dalam Pasal 49 UU Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah pertama dengan UU Nomor 3 tahun 2006 dan UU Nomor 50 Tahun 2009, khusunya pasal 1, 2, 49 dan penjelasan umum angka 2, serta peraturan perundang-undangan lain yang berlaku, antara lain : UU No. 1/1974, PP No. 28/1977, Inpres No. 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, Peraturan Mahkamah Agung Nomor 02 Tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, dan Permenag No. 2 tahun 1987 tentang Wali Hakim.

Pengadilan Agama bertugas dan berwenang untuk memberikan pelayanan hukum dan keadilan antara orang yang beragama Islam dalam bidang :
a. Perkawinan;
b. Waris;
c. Wasiat; 
d. Hibah;
e. Wakaf;
f. Zakat;
g. Infaq;
h. Shadaqah; dan 
i. Ekonomi Syariah.

Selanjutnya dalam penjelasan Pasal 49 UU No. 3 Tahun 2006 dinyatakan bahwa penyelesaian sengketa ekonomi syariah tidak hanya dibatasi di bidang perbankan syari'ah, melainkan juga di bidang ekonomi syariah lainnya.

Yang dimaksud dengan "antara orang-orang yang beragama Islam" adalah termasuk orang atau badan hukum yang dengan sendirinya menundukkan diri dengan sukarela kepada Hukum Islam mengenai hal-hal yang menjadi kewenangan Peradilan Agama sesuai dengan ketentuan Pasal ini.

Huruf a
Yang dimaksud dengan "perkawinan" adalah hal-hal yang diatur dalam atau berdasarkan undang-undang mengenai perkawinan yang berlaku yang dilakukan menurut syaria'ah, antara lain :
1. Izin beristri lebih dari seorang.
2. Izin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun, dalam hal orang tua wali, atau keluarga dalam garis lurus ada perbedaan pendapat.
3. Dispensasi kawin
4. Pencegahan perkawinan.
5. Penolakan perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah.
6. Pembatalan perkawinan
7. Gugatan kelalaian atas kewajiban suami dan istri
8. Perceraian karena talak
9. Gugatan Perceraian
10. Penyelesaian harta bersama
11. Penguasaan anak-anak
12. Ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak bilamana bapak yang seharusnya bertanggung jawab tidak mematuhinya
13. Penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami kepada bekas istri atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas istri.
14. Putusan tentang sah tidaknya seorang anak
15. Putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua
16. Pencabutan kekuasaan wali
17. Penunjukan orang lain sebagai wali oleh pengadilan dalam hal kekuasaan seorang wali di cabut.
18. Penunjukan seorang wali dalam hal seorang anak yang belum cukup umur 18 (delapan belas) tahun yang ditinggal kedua orang tuanya
19. Pembebanan kewajiban ganti kerugian atas harta benda anak yang ada di bawah kekuasaannya 
20. Penetapan asal usul seorang anak dan penetapan pengangkatan anak berdasarkan Hukum Islam
21. Putusan tentang hal penolakan pemberian keterangan untuk melakukan perkawinan campuran
22. Pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum Undang_Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan dijalankan menurut peraturan yang lain.

Huruf b
Yang dimaksud dengan "waris" adalah penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan bagian masing-masing ahli waris, dan melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut, serta penetapan pengadilan atas permohonan seseorang tentang penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan bagian masing-masing ahli waris.

Huruf c
Yang dimaksud dengan "wasiat" adalah perbuatan seseorang memberikan sesuatu benda atau manfaat kepada orang lain atau lembaga/badan hukum, yang berlaku setelah yang memberi tersebut meninggal dunia.

Huruf d
Yang dimaksud dengan "hibah" adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang atau badan hukum kepada orang lain atau badan hukum untuk dimiliki.

Huruf e
Yang dimaksud dengan "wakaf" adalah perbuatan seseorang atau sekelompok orang (wakif) untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syari'ah.

Huruf f 
Yang dimaksud dengan "zakat" adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan hhukum yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan syari'ah untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.

Huruf g
Yang dimaksud dengan "infaq" adalah perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain guna menutupi kebutuhan, baik berupa makanan, minuman, mendermakan, memberikan rezeki (karunia), atau menafkahkan sesuatu kepada orang lain berdasarkan rasa ikhlas, dan karena Allah Subhanahu Wata'ala.

Huruf h
Yang dimaksud dengan "shadaqah" adalah perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain atau lembaga/badan hukum secara spontan dan sukarela tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu dengan mengharap ridho Allah Subhanahu Wata'ala dan pahala semata.
Perkara-perkara tersebut di atas dikatagorikan sebagai perkara perdata agama. Selanjutnya perkara-perkara di bawah ini dikatagorikan sebagai perkara ekonomi syariah, yaitu :

Huruf i
Yang dimaksud dengan "ekonomi syari'ah" adalah pebuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari'ah, antara lain meliputi :
a. bank syari'ah;
b. lembaga keuangan mikro syari'ah.
c. asuransi syari'ah; 
d. reasuransi syari'ah;
e. reksa dana syari'ah;
f. obligasi syaria'ah dan surat berharga berjangka menengah syari'ah;
g. sekuritas syari'ah; 
h. pembiayaan syari'ah;
i. pegadaian syari'ah;
j. dana pensiun lembaga keuangan syari'ah; dan
k. bisnis syari'ah.


C. KEWENANGAN ABSOLUT MAHKAMAH SYARI'AH

Keberadaan Mahkamah Syar'iyah di Provinsi Aceh diatur dengan UU Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh. Pasal 128 UU Pemerintahan Aceh menetapkan bahwa :
(1) Peradilan syari'at Islam di Aceh adalah bagian dari sistem peradilan nasional dalam lingkungan peradilan agama yang dilakukan oleh Mahkamah  Syar'iyah yang bebas dari pengaruh pihak mana pun.
(2) Mahkamah Syar'iyah merupakan pengadilan bagi setiap orang yang beragama Islam dan berada di Aceh.
(3) Mahkamah Syar'iyah berwenang memeriksa, mengadili, memutus, dan menyelesaikan perkara yang meliputi bidang ahwal al syakhsiyah (hukum keluarga), muamalah (hukum perdata), dan jinayah (hukum pidana) yang didasarkan atas syari'at Islam.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai bidang ahwal alsyakhsiyah (hukum keluarga), muamalah (hukum perdata), dan jinayah (hukum pidana) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Qanun Aceh.

Kompilasi Hukum Islam yang berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 1/1991 dijadikan sebagai pedoman dalam menyelesaikan masalah-masalah perkawina, kewarisan dan perwakafan adalah menjadi tugas dan wewenang Pengadilan Agama dan Mahkamah Syar'iyah untuk menyelesaikan semua masalah dan sengketa yang diatur dalam Kompilasi Hukum Islam tersebut, melalui pelayanan dan perlindungan hukum dan keadilan dalam proses perkara.

Dengan kata lain, Pengadilan Agama dan Mahkamah Syar'iyah bertugas dan berwenang untuk menegakan Kompilasi Hukum Islam sebagai hukum materiil yang berlaku bagi masyarakat Islam di Indonesia.

Pelayanan hukum dan keadilan itu diberikan melalui penyelesaian sengketa keluarga dan harta perkawinan, dan atau penetapan mengenai status hukum seseorang dalam keluarga maupun status harta perkawinan.

Pelayanan  hukum dan keadilan itu dapat diberikan untuk memenuhi kebutuhan hukum dan keadilan sejak sebelum manusia lahir sampai setelah meninggal dunia, yang meliputi masalah-masalah sengketa dan hukum tentang :
I. Anak dalam kandungan;
II. Kelahiran;
III. Pemeliharaan anak;
IV. Perkawinan (Akad Nikah);
V. Hak dan Kewajiban suami isteri;
VI. Harta benda dalam perkawinan;
VII. Perceraian;
VIII. Pemeliharaan orang tua; 
IX. Kematian;
X. Kewarisan;
XI. Wasiat;
XII. Hibah;
XIII. Wakaf;
XIV. Shodaqoh;
XV. Ekonomi Syari'ah; dan
XVI. Jinayah.

D. ASAS PERSONALITAS KEISLAMAN SEBAGAI DASAR KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA DAN MAHKAMAH SYAR'IYAH.

Asas Personalitas keislaman menetapkan bahwa setiap orang Islam dan/atau badan hukum Islam adalah subjek hukum Islam dan karenanya terhadapmereka berlaku hukum Islam sehingga jika terjadi perselisihan harus diselesaikan menurut hukum Islam dan hal ini menjadi kewenangan absolut peradilan Islam.

Peradilan agama merupakan peradilan Islam di Indonesia yang bertugas menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan hukum Islam demi memberi  perlindungan hukum dan keadilan bagi mereka  yang beragama Islam atau yang menundukkan diri pada hukum Islam.

Ada dua asas untuk menentukan kekuasaan absolut Pengadilan Agma, yaitu apabila :
1. 




..................................................................................

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka hakim secara ex officio dapat mengambil langkah-langkah hukum yang diperlukan agar tercapai peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan sehingga pihak yang berhak berhasil dengan mudah memperoleh apa yang menjadi haknya. Ketentuan ini bersifat lex specialist sehingga tidak bertentangan dengan ketentuan mengenai larangan ultra petita yang merupakan lex generali.

Bantuan ini misalnya :
a. Menteapkan hak-hak para pihak di luar petitum yang menurut hukum dan/atau nurani keadilan harus dilindungi melalui amar putusan hakim.
b. Menambahkan amar kondemnatoir dan amar lain yang diperlukan agar putusan mengenai pokok perkara dapat di eksekusi dengan mudah.
c. Menambahkan amar dwangsom agar pihak terhukum mau dengan suka rela menyerahkan anak objek sengketa kepada pemegang hadanah sesuai putusan hakim

Dalam tiga hal tersebut tidak berlaku larangan ultra petita karena: pertama, tidak ada pihak-pihak yang dirugikan hak-haknya dalam putusan ex officio itu; kedua, hakim sudah mendapat mandat dari perundang-undangan untuk menjatuhkan putusan tambahan secara ex officio karena jabatannya; ketiga, putusan ex officio ini secara nyata untuk memberi perlindungan hukum dan keadilan agar pihak berhak memperoleh apa yang menurut nurani keadilan menjadi haknya dan hak yang diperoleh secar akonstitusional dapat diterimanya, dan karenanya harus dilindungi; keempat, purusan ex officio tersebut berguna untuk membantu agar pihak yang berhak berhasil dengan mudah memperoleh apa yang menurut putusan hakim menjadi hakya; dan kelima, putusan ex officio ini berfungsi untuk menyelesaikan masalah, tanpa menyisahkan masalah, tetapi juga tidak menambah masalah.

Penerapan kewenangan ex officio merupakan lex specialis, sedangkan larangan ultra petita merupakan lex generalis. Dalam keadaan demikian, maka berlakulah asas lex specialis derogat legi generali, artinya aturan yang bersifat khusus (spesial) mengesampingkan aturan yang bersifat umum. Oleh sebab itu dalam keadaan demikian tidak ada pertentangan anatara larangan ultra petita dengan ex officio hakim, karena antara keduanya diterapkan secara proposional pada tempatnya sendiri-sendiri.

M. LARANGAN ULTRA PETITA ADALAH DEMI KEADILAN

Berlakunya larangan ultra petita dalam sengketa mengenai hak-hak perdata yang diperoleh dari akad atau perjanjian adalah demi mewujudkan keadilan. Larangan ultra petita ini berlaku untuk melindungi hak-hak perdata pencari keadilan yang diperoleh dari akad atau perjanjian. Hak ini bersifat timbal balik dan berimbang antara penggugat dan tergugat. Hak-hak inilah yang harus dilindungi jika ada petitum. Hak yang diperoleh dari akad atau perjanjian  seperti ini hanya dapat dilindungi jika ada permintaan (petitum) dari pihak yang berkepentingan.
Hakim tidak boleh menjatuhkan putusan lebih dari yang diminta atau menjatuhkan putusan yang tidak diminta. Pelanggaran terhadap larangan ultra petita ini akan mengakibatkan ketidak-adilan. Tindakan inilah yang disebut melanggar larangan ultra petita dan sewenang-wenang sehingga mengakibatkan kerugian bagi pihak lain dalam perkara dan menimbulkan ketidakadilan (Pasal 189 ayat (3) R.Bg/178 ayat (3) HIR). Dalam sengketa mengenai hak-hak perdata yang berasal dari akad atau perjanjian inilah berlaku spenuhnya larangan ultra petita.

N. PELAYANAN PENGADILAN YANG PRIMA, ADIL, TERTIB, PRAKTIS, RAMAH, DAN MENYENANGKAN.

Pengadilan wajib memberikan pelayanan prima yang adil, tertib, praktis, ramah, dan menyenangkan.
a) Pelayanan prima merupakan suatu pelayanan terbaik dalam memenuhi harapan dan kebutuhan pencari keadilan. Dengan kata lain pelayanan prima merupakan suatu pelayanan yang memenuhi standar kualitas yang sudah ditentukan. Adanya Pelayanan Prima yang memuaskan akan sangat berguna untuk menjalin hubungan baik antara pengadilan dengan pencari keadilan, sehingga menciptakan rasa kedekatan pencari keadilan dengan pengadilan. Pelayanan prima perlu diperhatikan oleh setiap aparatur pengadilan khususnya untuk pengadilan perdata dan pengadilan agama.
b) Pelayanan yang adil adalah pelayanan yang tidak membeda-bedakan orang. Pelayanan yang adil tidak boleh membeda-bedakan agama, ras, suku, adat istiadat, maupun perbedaan kelamin dan lain sebagainya. Pasal 58 ayat (1) UU Peradilan Agama mengamanatkan agar pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang. Khalifah Umar Ibnu Khattab menginstruksikan agar pengadilan memberikan pelayanan yang sama kepada para pencari keadilan baik dalam bermuwajahah, dalam beracara, maupun dalam memberikan keputusan(Risalatul Qadla'). Harus dihindari adanya adagium: "setiap orang yang berkedudukan sama di depan hukum, tetapi belum tentu sama di marta penegak hukum".
c) Pelayanan yang tertib. Yakni pelayanan dengan melaksanakan 5 (lima) prinsip tertib pelayanan, yaitu:
1. Melaksanakan Prinsip Good Governance dan Budaya Malu dengan konsiten dan konsekuen
2. Melaksanakan Pakta Integritas dan menjauhi tindakan melawan hukum serta Korupsi, Kolusi dan Nepotisme/KKN.
3. Memberikan pelayanan yang cepat, tepat, dan tanpa biaya.
4. Memberikan informasi seluas-luasnya kepada masyarakat sesuai ketentuan peraturan yang berlaku
5. Melaksanakan tupoksi secara tertib administrasi, tertib hukum dan tertib pelaksanaannya serta serta akuntabilitas sesuai peraturan yang berlaku.
d) Pelayanan yang praktis. Yakni pelayanan yang mudah dimengerti, mudah dilaksanakan dan tidak berbelit-belit namun sederhana, cepat dan biaya ringan.
e) Pelayanan Yang Ramah. Pimpinan, Hakim dan Aparatur  Pengadilan, semuanya wajib memberikan pelayanan yang ramah, baik kepada sesama aparatur maupun kepada pencari keadilan, dengan sikap rendah hati, kasih sayang, supel, dan mempermudah segala urusan. Mereka ini adalah calon ahli surga. Sebaliknya orang yang suka mempersulit urusan, kasar dan suka menghina orang lain, tidak amanah, dan suka berdusta, mereka ini menjadi idaman dan sangat dirindukan oleh neraka.
f) Pelayanan yang menyenangkan. Yakni pelayanan yang dapat dirasakan sejuk dan menyenangkan di hati karena terjalin komunikasi dari hati ke hati yang humanis atau manusiawi dengan prinsip ale rasa beta rasa

O. TUGAS-TUGAS LAIN DI LUAR PERKARA

Selain itu, ada tugas lain Pengadilan Agama yang bukan merupakan perkara, yaitu pelayanan untuk :
1) Legalisasi Akta Keahliwarisan untuk keperluan pengambilan tabungan, deposito di Bank, pengurusan pensiun janda atau duda atau anak, balik nama sertifikat dan sebagainya, sebagai bukti keahliwarisan bagi yang bersangkutan dari almarhum.
2) Pemberian pertolomgam pembagian warisan di luar sengketa (pasal 107 ayat (2) UU-PA).
3) Penetapan atas permohonan itsbat rukyat hilal oleh Kemenag.
4) Penyuluhan hukum, jika diminta oleh pihak yang berkepentingan.
5) Memberikan fatwa kepada instansi pemerintah tentang Hukum Islam apabila diminta
6) Pelayanan riset untuk keperluan ilmiah
7) Mengawasi penasehat hukum
8) Tugas-tugas lain yang diserahkan kepada Pengadilan Agama.

P. KUNCI SUKSES STUDI PENERAPAN HUKUM

Dalam studi penerapan hukum, maka sekurang-kurang harus dikuasai 5 (lima) poin aspek kajian hukum, yaitu:

Pertama: Mengetahui apa dasar hukumnya. Yakni menguasai dasar atau sumber hukum yang menjadi objek kajian, baik dalam UUD 1945, UU atau PERPU, PP dan peraturan lainnya yang lengkap dengan pasal-pasalnya. Dengan mengetahui dan menghapal dasar atau sumber hukum objek kajian maka pengetahuan kita akan memiliki pijakan yang dapat dipertanggung-jawabkan.

Kedua: Mengetahui bagaimana norma (tatanan) hukumnya. Yakni menguasai tatanan hukum yang terkandung dalam setiap pasal dan penjelasannya dengan merinci bebrapa persoalan yang terkadnung didalamnya. Dalam hal ini sekurang-kurangnya ada 9 (sembilan) sudut pandang yang harus diketahui dari sumber hukum atau dari pasal-pasal tertentu dimaksud, yaitu :
1) Apa. Yakni apa saja yang diatur dalam pasal tersebut.
2) Siapa. Yakni siapa saja yang menjadi subjek hukum dalam kegiatan.
3) Berapa. Yakni berapa masalah yang diatur dalam pasal tersebut.
4) Bagaimana. Yakni bagaimana rangkaian tatanan hukum yang terkandung dalam pasal tersebut secara rinci, runtut, dan kronologis.
5) Mengapa. Yakni mengapa diatur demikian dan apa tujuannya.
6) Kapan. Yakni kapan tatanan hukum itu berlaku.
7) Di mana. Yakni dimana pelaksanaan norma hukum tersebut.
8) Apakah ada hubungannya dengan tatanan lain. Adakah korelasi ketentuan yang diatur dalam pasal tersebut dengan tatanan hukum lainnya.
9) Lain-lain yang dianggap perlu dan ada relevansinya dengan tatanan hukum tersebut.

Ketiga; Mengetahui apa tujuan pengaturan hukum tersebut? Setiap tatanan hukum yang dibuat pasti punya tujuan. Setidak-tidaknya tujuan hukum itu dapat dipilah menjadi 3 (tiga) sasaran, yaitu: pertama, untuk melindungi kebenaran dan kepastian hukum; kedua, untuk melindungi nilai-nilai keadilan dan kedamaian; dan ketiga, untuk  melindungi hak privasi subjek hukum.

Keempat; Mengetahui bagaimana tata cara pelaksanaan setiap aturan hukum dan apakah jika tatanan hukum ini telah dilaksanakan, maka tujuan hukum dapat tercapai. Hal ini berkenaan dengan praktik penerapan hukum.

Kelima: Mengetahui apakah ketentuan hukum ini tidak bertentangan dengan Konstitusi dan Hukum Syariah Islam. Jika tantanan hukum itu telah sesuai dengan Konstitusi dan Syariah Islam berarti itu sudag benar dan tepat. Namun jika ternayata terdapat pertentangan atau penyimpangan, maka harus dikaji dan ditinjau ulang untuk dibetulkan kembali sebagaimana mestinya. Hal ini berkaitan dengan praktik penemuan hukum .



UNDANG-UNDANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN 2009 ( UU NO. 22 TAHUN 2009)

 


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR 22 TAHUN 2009
TENTANG 
LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN 

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : 

a. bahwa Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan oleh Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagai bagian dari sistem transportasi nasional harus dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran berlalu lintas dan Angkutan Jalan dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi dan pengembangan wilayah;
c. bahwa perkembangan lingkungan strategis nasional dan internasional menuntut penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, otonomi daerah serta akuntabilitas penyelenggaraan negara;
d. bahwa Undang Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi, perubahan lingkungan strategis, dan kebutuhan penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan saat ini sehingga perlu diganti dengan undang-undang yang baru;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;

Mengingat :

Pasal 5 ayat (1) serta Pasa; 20  ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;


PENJELASAN
ATAS 
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR 22 TAHUN 2009
TENTANG 
LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

Berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa, Negara Kesatuan Republik Indonesia telah dianugerahi sebagai negara kepulauan yang terdiri atas beribu pulau, terletak memanjang di garis khatulistiwa, serta diantara dua benua dan dua samudera, mempunyai posisi dan peranan yang sangat penting dan strategis untuk mendukung pembangunan ekonomi, pemantapan integrasi nasional guna memperkukuh ketahanan nasional, serta menciptakan ketertiban dunia dan kehidupan berbangsa dan bernegara dalam rangka memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Lalu lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memjaukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sebagai bagian dari sistem transportasi nasional, Lalu Lintas dan Angkutan Jalan harus dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan, kesejahteraan, ketertiban berlalulintas dan Angkutan Jalan dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, otonomi daerah, serta akuntabilitas penyelenggaraan negara.

Dalam Undang-Undang ini pembinaan bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dilaksankan secara bersama-sama oleh semua instansi terkait (stakeholders) sebagai berikut :
1) urusan pemerintah di bidang prasarana Jalan, oleh kementerian yang bertanggung jawab di bidang jalan;
2) urusan pemerintah di bidang sarana dan prsarana Lalu Lintas dan angkutan Jalan, oleh kementerian yang bertanggungjawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
3) urusan pemerintah di bidang pengembangan industri Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh Kementrian yang bertanggung jawab di bidang industri;
4) urusan pemerintah di bidang pengembangan teknologi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan oleh kementerian yang bertanggung jawab di bidang teknologi; dan
5) urusan pemerintah di bidang registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi, Penegakkan Hukum, Operasional Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, serta pendidikan berlalu lintas oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pembagian kewenangan pembinaan tersebut dimaksudkan agar tugas dan tanggung jawab setiap pembina bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tersebut lebih jelas dan transparan sehingga penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dapat terlaksana dengan selamat, aman, tertib, lancar dan efisien, serta dapat dipertanggunghjawabkan.

Terhadap hal-hal yang bersifat teknis operasional, yang semula dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diatur dalam peraturan pemerintah dan peraturan pelaksanaannya, dalam Undang-Undang ini telah diatur secara tegas dan terperinci dengan maksud agar ada kepastian hukum dalam pengaturannya sehingga tidak memerlukan lagi banyak peraturan pemerintah dan peraturan pelaksanaannya.

Penajaman formulasi mengenai asas dan tujuan dalam Undang-Undang ini, selain untuk menciptakan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, lancar dan terpadu dengan moda angkutan lain, juga mempunyai tujuan untuk mendorong perekonomian nasional, mewujudkan kesejahteraan rakyat, persatuan dan kesatuan bangsa , serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa. Aspek keamanan juga mendapatkan perhatian yang ditekankan dalam pengaturan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Selain itu, didalam Undang-Undang ini juga ditekankan terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa (just culture) melalui upaya pembinaan, pemberian bimbingan, dan pendidikan berlalu lintas sejak usia dini serta dilaksanakan melalui program yang berksinambungan.

Dalam Undang-Undang ini juga disempurnakan terminologi mengenai Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menjadi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menjadi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas lalu lintas, angkutan jalan, Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Kendaraan Pengemudi, Pengguna Jalan, serta pengelolaannya.

Dalam rangka mengantisipasi perkembangan lingkungan strategis global yang membutuhkan ketangguhan bangsa untuk berkompetisi dalam persaingan global serta untuk memenuhi tuntutan paradigma baru yang mendambakan pelayanan Pemerintah yang lebih baik, transparan, dan akuntabel, di dalam Undang-Undang ini dirumuskan berbagai terobosan yang visioner dan perubahan yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Undang-Undang ini berdasar pada semangat bahwa penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang bersifat lintas sektoral harus dilaksankan secara terkoordinasi oleh para pembina beserta para pemangku kepentingan (stakeholders) lainnya. Guna mengatasi permasalahan yang sangat kompleks, Undang-Undang ini mengamanatkan dibentuknya forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tersebut merupakan badan ad hoc yang berfungsi sebagai wahana untuk menyinergiskan tugas pokok dan fungsi setiap instansi penyelenggara Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dalam rangka menganalisa permasalahan, menjembatani, menemukan solusi, serta meningkatkan kualitas pelayanan, dan bukan sebagai aparat penegak hukum.

Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tersebut mempunyai tugas melakukan koordinasi antarinstansi penyelenggara yang memerlukan keterpaduan dalam merencanakan dan menyelesaikan masalah lalu lintas dan Angkutan Jalan, sedangkan keanggotaan forum tersebut terdiri atas unsur pembina, penyelenggara, akademisi, dan masyarakat.

Untuk mempertahankan kelaikan kondisi jalan dan untuk menekan angka kecelakaan, dalam Undang-Undang ini telah dicantumkan pula dasar hukum mengenai Dana Preservasi Jalan. Dana Preservasi Jalan hanya digunakan khusus untuk kegiatan pemeliharaan, rehabilitasi, transparansi, keseimbangan dan kesesuaian. Dana Preservasi Jalan dikelola oleh Unit Pengelola Dana Preservasi Jalan yang dibentuk olah dan bertanggungjawab kepada Menteri yang memnidangi jalan, yang pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Dalam rangka pemberdayaan dan pengembangan industri di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,dalam Undang-Undang ini ditegaskan bahwa Pemerintah berkewajiban mendorong industri dalam negeri, antara lain dengan cara memberikan fasilitas, insentif, dan menerapkan standar produk peralatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pengembangan industri mencakup pengembangan prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dengan cara dan metode rekayasa, produksi, perakitan, dan pemeliharaan ser6ta perbaikan.

Untuk menekan angka kecelakaan Lalu Lintas yang dirasakan sangat tinggi, upaya kedepan diarahkan pada penanggulangan secara komprehensif yang mencakup upaya pembinaan, pencegahan, pengaturan, dan penegakan hukum. Upaya pembinaan tersebut dilakukan melalui peningkatan intensitas pendidikan berlalu lintas dan pentyuluhan hukum serta pembinaan sumber daya manusia.

Upaya pencegahan dilakukan melalui peningkatan pengawasan kelaikan jalan, sarana dan prasarana jalan, serta kelaikan kendaraan, termasuk pengawasan di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang lebih intensif.

Upaya pengaturan meliputi Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas dan modernisasi sarana dan prasarana Lalu Lintas. Upaya penegakan bhukum dilaksankan lebih efektif melalui perumusan ketentuan hukum yang lebih jelas serta penerapan sanksi yang lebih tegas.

Dalam rangka mewujudkan kesetaraan di bidang pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Undang-Undang ini mengatur pula perlakuan khusus bagi penyandang cacat, manusia usia lanjut, anak-anak, wanita hamil, dan orang sakit. Bentuk perlakukan khusus yang diberikan oleh Pmerintah berupa pemberian kemudahan sarana dan prasarana fisik atau nonfisik yang meliputi aksebilitas, prioritas pelayanan, dan fasilitas pelayanan.

Untuk meningkatkan pelayanan di bidang keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas, Undang-Undang ini mengatur dan mengamanatkan adanya Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang didukung oleh subsistem yang dibangun oleh setiap Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang terpadu. Pengelolaan Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dilakukan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan memperhatikan  ketentuan peraturan perundang-undangan, sedangkan mengenai operasionalisasi Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan angkutan Jalan dilaksanakan secara terintegritasi melalui pusat kendali dan data.

Undang-Undang ini juga menegaskan keberadaan serta prosedur pelaksanaan Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT) untuk menjamin kelancaran pelayanan administrasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang melipouti registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi serta Pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor dan Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas (SWDKLL).

Dalam rangka memajukan usaha di bidang angkutan umum, Undang-Undang ini juga mengatur secara terperinci ketentuan teknis operasional mengenai persyaratan badan usaha angutan Jalan agar mampu tumbuh sehat, berkembang, dan kompetitif secara nasional dan internasional. Selanjutnya, untuk membuka daerah terpencil di seluruh wilayah Indonesia, Undang-Undang ini tetap menjamin pelayanan angkutan Jalan perintis dalam upaya peningkatan kegiatan ekonomi.

Untuk menjamin terwujudnya penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang memenuhi standar keselamatan dan keamanan, Undang-Undang ini mengatur persyaratan teknis dan uji berkala kendaraan bermotor. Setiap jenis kendaraan bermotor yang berpotensi menyebabkan kecelakaan Lalu Lintas dan menimbulkan pencemaran lingkungan wajib dilakukan uji berkala.

Untuk memenuhi kebutuhan anglutan publik, dalam norma Undang-Undang ini juga ditegaskan bahwa tanggung jawab untuk menjamin tersedianya angkutan umum yang selamat, aman, nyaman dan terjangkau menjadi tanggung jawab Pmerintah dan dalam pelaksanaannya Pemerintah dapat melibatkan swasta.

Dalam Undangp-undang ini diatur pula mengenai Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas dengan tujuan untuk mengoptimalkan penggunaan jaringan jalan dan gerakan Lalu Lintas dalam rangka menjamin keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas.

Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas tersebut meliputi kegiatan perencanaan, pengaturan, perekayasaan, pemberdayaan dan pengawasan.

Untuk menangani masalah kecelakaan Lalu Lintas, pencegahan kecelakaan dilakukan melalui patyisipasi para pemangku kepentingan, pemberdayaan masyarakat, penegakan hukum, dan kemitraan global.

Pencegahan Kecelakaan Lalu lintas dimaksud, dilakukan dengan pola penahapan, yaitu program jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Selain itu, untuk menyusun program pencegahan kecelakaan dilakukan oleh forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Berkaitan dengan tugas dan wewenang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dibidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dalam Undang-Undang ini diatur bahwa dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsinya PPNS agar selalu berkoordinasi dengan Kepolisian Negara Republik indonesia sebagai koordinator dan Pengawas Penyidik Pegawai Negeri Sipil. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan serta adanya kepastian hukum sebagaimana telah diatur dalam peraturan  perundang-undangan, antara lain Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Dalam Undang-Undang ini, pengaturan dan penerapan sanksi pidana diatur lebih tegas. Bagi pelanggaran yang sifatnya ringan, dikenakan sanksi pidana kurungan atau denda yang lebih ringan. Namun, terhadap pelanggaran berat dan terdapat unsur kesengajaan dikenakan sanksi pidana yang jauh lebih berat. Hal ini dimaksudkan agar dapat menimbulkan efek jera bagi pelaku pelanggaran dengan tidak terlalu membebani masyarakat.

Se.lain sanksi pidana, dalam Undang-Undang ini juga diatur mengenai sanksi administratif yang dikenakan bagi perusahaan angkutan berupa peringatan, pembekuan izin, pencabutan izin, pemberian denda.

Ketentuan mengenai sanksi pidana dan administratif diancam pula kepada pejabat atau penyelenggara Jalan. Di sisi lain, dalam rangka menigkatkan efektivitas penegakkan hukum diterapkan sistem penghargaan dan hukuman (reward abd punishment) berupa pemberian insentif bagi petugas yang berprestasi.

Undang-Undang ini pada dasarnya diatur secara komprehensif dan terperinci. Namun untuk melengkapi secara operasional, diatur ketentuan secara tekniks ke dalam Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, dan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Dengan berlakunya Undang-Undang ini, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Untuk menghindari kekosongan hukum, semua peraturan pelaksanaan dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Undang-Undang ini.


Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
DAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN

Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG LALU LINTAS 
DAN ANGKUTAN JALAN


BAB  I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan :
1. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas Lalu Lintas, Angkutan Jalan, Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Kendaraan, Pengemudi, Pengguna Jalan, serta pengelolaannya.
2. Lalu Lintas adalah gerak kendaraan dan orang di Ruang Lalu Lintas Jalan.
3. Angkutan adalah perpindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan Kendaraan di Ruang Lalu Lintas Jalan.
4. Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah serangkaian Simpul dan/atau ruang kegiatan yang saling terhubungkan untuk penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
5. Simpul adalah tempat yang diperuntukkan bagi pergantian antarmoda dan intermoda yang berupa Terminal, stasiun kereta api, pelabuhan laut, pelabuhan sungai dan danau, dan/atau bandar udara.
6. Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah Ruang Lalu Lintas, Terminal, dan Perlengkapan Jalan yang meliputi marka, rambu, Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, alat Pengendali dan pengaman Pengguna Jalan, alat pengawasan dan pengamanan Jalan, serta fasilitas pendukung.
7. Kendaraan adalah suatu sarana angkut di jalan  yang terdiri atas Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Tidak Bermotor.
8. Kendaraan Bermotor adalah setiap Kendaraan yang digerakkan oleh peralatan mekanik berupa mesin selain Kendaraan yang berjalan diatas rel.
9. Kendaraan Tidak Bermotor adalah setiap Kendaraan yang digerakkan oleh Tenaga Manusia dan/atau hewan.
10. Kendaraan Bermotor Umum adalah setiap Kendaraan yang digunakan untuk angkutan barang dan/atau orang dengan dipungut bayaran.
11. Ruang Lalu Lintas Jalan adalah prasarana yang diperuntukkan bagi gerak pindah kendaraan, orang, dan/atau barang ysng berupa Jalan dan fasilitas pendukung.
12. Jalan adalah seluruh bagian Jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi Lalu Lintas umum, yang berada pada pemukaan tanah, dibawah permukaan tanah dan/atau air, serta diatas permukaan air, kecuali jalan rel dan jalan kabel.
13. Terminal adalah pangkalan Kendaraan Bermotor Umum yang digunakan untuk mengatur kedatangan dan keberangkatan, menaikkan dan menurunkan orang dan/atau barang, serta perpindahan moda angkutan.
14. Halte adalah tempat pemberhentian Kendaraan Bermotor Umum untuk menaikkan dan menurunkan penumpang.
15. Parkir adalah keadaan kendaraan berhenti atau tidak bergerak untuk beberapa saat dan ditinggalkan pengemudinya.
16. Berhenti adalah keadaan kendaraan tidak bergerak untuk sementara dan tidak ditinggalkan pengemudinya.
17. Rambu Lalu Lintas adalah bagian perlengkapan Jalan yang berupa lambang, huruf, angka, kalimat, dan/atau perpaduan yang berfungsi sebagai peringatan, larangan, perintah, atau petunjuk bagi pengguna jalan.
18. Marka Jalan adalah suatu tanda yang berada di permukaan Jalan atau di atas permukaan Jalan yang meliputi peralatan atau tanda yang membentuk garis membujur, garis melintang, garis serong, serta lambang yang berfungsi untuk mengarahkan arus Lalu Lintas dan membatasi daerah kepentingan Lalu Lintas.
19. Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas adalah perangkat elektronik yang menggunakan isyrarat lampu ysng dapt dilengkapi dengan isyarat bunyi untuk mengatur Lalu Lintas orang dan/atau Kendaraan di persimpangan atau pada ruas Jalan.
20. Sepeda Motor adalah Kendaraan Bermotor beroda dua dengan atau tanpa rumah-rumah dan dengan atau tanpa kereta samping atau Kendaraan Bermotor beroda tiga tanpa rumah-rumah.
21. Perusahaan Angkutan Umum adalah badan hukum yang menyediakan jasa angkutan orang dan/atau barang dengan Kendaraan Bermotor Umum.
22. Pengguna Jasa dalah perseorangan atau badan hukum yang menggunakan jasa Perusahaan Angkutan Umum.
23. Pengemudi adalah orang yang mengemudikan Kendaraan  Bermotor di Jalan yang telah memiliki Surat Izin Mengemudi.
24. Kecelakaan Lalu Lintas adalah suatu peristiwa di Jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan Kendaraan dengan atau tanpa Pengguna Jalan lain mengaikbatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda.
25. Penumpang adalah orang yang berada di kendaraan selain pengemudi dan awak kendaraan.
26. Pejalan kaki adalah setiap orang yang berjalan di Ruang Lalu Lintas Jalan.
27. Pengguna Jalan adalah orang yang menggunakan jalan untuk berlalu lintas.
28. Dana Preservasi Jalan adalah dana yang khusus digunakan untuk kegiatan pemeliharaan, rehabilitasi, dan rekonstruksi Jalan secara berkelanjutan sesuai dengan standar yang ditetapkan.
29. Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas adalah serangkaian  usaha dan kegiatan yang meliputi perencanaan, pengadaan, pemasangan, pengaturan, dan pemeliharaan fasilitas perlengkapan Jalan dalam rangka mewujudkan, mendukung, dan memelihara keamanan , keselamatan, ketertiban, dan kelancaran Lalu Lintas.
30. Keamanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah suatu keadaan terbebasnya setiap orang, barang, dan/atau Kendaraan dari gangguan perbuatan melawan hukum, dan/atau rasa takut dalam berlalu lintas.
31. KeselamtanLalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah suatu keadaan terhindarnya setiap orang dari risiko kecelakaan selama berlalulintas yang disebabkan oleh manusia, kendaraan, Jalan, dan/atau lingkungan.
32. Ketertiban Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah suatu keadaan berlalu lintas yang berlangsung secara teratursesuai dengan hak dan kewajiban setiap Pengguna Jalan.
33. Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah suatu keadaan berlalu lintas dan penggunaan angkutan yang bebas dari hambatan dan kemacetan di Jalan.
34. Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah sekumpulan subsitem yang saling berhubungan dengan melalui penggabungan, pemrosesan, penyimpanan, dan pendistribusian data yang terkait dengan penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
35. Penyidik adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.
36. Penyidik pembantu adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
37. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintah negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
38. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati/walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintah Daerah.
39. Menteri adalah pembantu Presiden yang memimpin kementerian negara dan bertanggung jawab atas urusan pemerintah di bidang Jalan, bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, bidang industri, bidang pengembangan teknologi, atau bidang pendidikan dan pelatihan.
40. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah pemimpin Kepolisan Negara Republik Indonesia dan penanggung jawab penyelenggara fungsi kepolisian yang meliputi bidang keamanan dan ketertiban masyarakat, penegak hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

Pasal 1
Cukup jelas,


BAB  II
ASAS DAN TUJUAN

Pasal 2
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diselenggarakan dengan memperhatikan :
a. asas transparan;
b. asas akuntabel;
c. asas berkelanjutan;
d. asas partisipatif;
e. asas bermanfaat;
f. asas efisien dan efektif;
g. asas seimbang;
h. asas terpadu; dan
i. asas mandiri.

Pasal 2
Huruf a
Yang dimaksud dengan "asas transparan" adalah keterbukaan dalam penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan kepada masyarakat luas dalam memperoleh informasi yang benar, jelas dan jujur sehingga masyarakat mempunyai kesempatan berpartisipasi bagi pengembangan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Huruf b
Yang dimaksud dengan "asas akuntabel" adalah penyelenggaraan Lalu Lintas dan angkutan Jalan yang dapat dipertanggungjawabkan.

Huruf c
Yang dimaksud dengan "asas berkelanjutan" adalah penjaminan kualitas fungsi lingkungan melalui pengaturan persyaratan teknis laik kendaraan dan rencana umum pembangunan serta pengembangan Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Huruf d
Yang dimaksud dengan "asas partisipatif" adalah pengaturan peran serta masyarakat dalam proses penyusunan kebijakan, pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan, penanganan kecelakaan, dan pelaporan atas peristiwa yang terkait dengan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Huruf e
Yang dimaksud dengan "asas bermanfaat" adalah semua kegiatan penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang dapat memberikan nilai tambah sebesar-besarnya dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

Huruf f
Yang dimaksud dengan "asas efisien dan efektif" adalah pelayanan dalam penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang dilakukan oleh setiap pembina pada jenjang pemerintahan secara berdaya guna dan berhasil guna.

Huruf g
Yang dimaksud dengan "asas seimbang" adalah penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang harus dilaksankan atas dasar keseimbangan antara sarana dan prasarana serta pemenuhan hak dan kewajiban Pengguna Jasa dan penyelenggara.

Huruf h
Yang dimaksud dengan "asas terpadu" adalah peyelenggaraan pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang dilakukan dengan mengutamakan keserasian dan kesalingbergantungan kewenangan dan tanggung jawab antarinstansi pembina.

Huruf i
Yang dimaksud dengan "asas mandiri" adalah upaya penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan melalui pengembangan dan pemberdayaan sumber daya nasional.

Pasal 3
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diselenggarakan dengan tujuan :
a. terwujudnya pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa.
b. terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa; dan
c. terwujudnya penegakkan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat.

Pasal 3
Cukup jelas


BAB   III
RUANG LINGKUP KEBERLAKUAN
UNDANG-UNDANG

Pasal 4
Undang-Undang ini berlaku untuk membina dan menyelenggarakan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, dan lancar melalui :
a. kegiatan gerak pindah kendaraan, orang, dan/atau barang di jalan;
b. kegiatan yang menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendukung Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan
c. kegiatan yang berkaitan dengan registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi, pendidikan berlalu lintas, Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, serta penegakan hukum Lalu Lintas dan angkutan Jalan,

Pasal 4
Cukup jelas

BAB   IV
PEMBINAAN

Pasal 5
(1) Negara  bertanggungjawab atas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan pembinaannya dilaksanakan oleh Pemerintah.
(2) Pembinaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. perencanaan;
b. pengaturan;
c. pengendalian; dan
d. pengawasan.
(3) Pembinaan Lalu Lintas dan Angklutan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksankan oleh instansi pembina sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya yang meliputi:
a. urusan pemerintah di bidang Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang Jalan;
b. urusan pemerintah di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
c. urusan pemerintah di bidang pengembangan industri Lalu Lintas dan angkutan Jalan oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang industri;
d. urusan pemerintah di bidang pengembangan teknologi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh kementrian negara yang bertanggung jawab di bidang pengembangan teknologi; dan
e. urusan pemerintah di bidang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi, Penegakan Hukum, Operasional Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, serta pendidikan berlalu lintas, olrh Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pasal 5
Cukup jelas

Pasal 6
(1) Pembinaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang dilakukan oleh instansi pembina sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) meliputi:
a. penetapan sarana dan arah kebijakan pengembangan sistem Lalu Lintas dan Angkutan Jalan nasional;
b. penetapan norma, standar, pedoman, kriteria, dan prosedure penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang berlaku secara nasional;
c. penetapan kompetensi pejabat yang melaksanakan fungsi di bidang Lalu Lintas dan Angkutan jalan secara nasional;
d. pemberian bimbingan, pelatihan, sertifikasi, pemberian izin, dan bantuan teknis kepada pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota; dan
e. pengawasan terhadap pelaksanaan norma, standar, pedoman, kriteria, dan prosedur yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah.
(2) Dalam melaksanakan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dapat menyerahkan sebagian urusannya kepada pemerintah provinsi dan/atau pemerintah kabupaten/kota.
(3) Urusan pemerintah provinsi dalam melakukan pembinaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan meliputi:
a. penetapan sarana dan arah kebijakan sistem Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi dan kabupaten/kota yang jaringannya melampaui batas wilayah kabupaten/kota;
b. pemberian bimbingan, pelatihan, sertifikasi, dan izin kepada perusahaan angkutan umum di provinsi; dan
c. pengawasan terhadap pelaksanaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi.
(4) Urusan pemerintah kabupaten/kota dalam melakukan pembinaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan meliputi:
a. penetapan sasaran dan arah kebijakan sistem Lalu Lintas dan Angkutan Jalan kabupaten/kota yang jaringannya berada di wilayah kabupaten/kota;
b. pemberian bimbingan, pelatihan, sertifikasi dan izin kepada perusahaan angkutan umum di kabupaten/kota; dan
c. pengawasan terhadap pelaksanaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan kabupaten/kota.

Pasal 6
Cukup jelas

BAB   V
PENYELENGGARAAN

Pasal 7
(1) Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dalam kegiatan pelayanan langsung kepada masyarakat dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, badan hukum, dan/atau masyarakat.
(2) Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi instansi masing-masing meliputi:
a. urusan pemerintah di bidang Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang jalan;
b. urusan pemerintah di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
c. urusan pemerintah di bidang pengembangan industri Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang industri;
d. urusan pemerintah di bidang pengembangan teknologi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang pengembangan teknologi; dan
e. urusan pemerintah di bidang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi, Penegakan Hukum, Operasional Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, serta pendidikan berlalu lintas, oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pasal 7
Cukup jelas

Pasal 8
Penyelenggaraan di bidang Jalan meliputi kegiatan pengaturan, pembinaab, pembangunan, dan pengawasan prasarana Jalan sebagaimana dimaksud Pasal 7 ayat (2) huruf a, yaitu:
a. inventarisasi tingkat pelayanan Jalan dan permasalahannya;
b. menyusun rencana dan program pelaksanaannya serta penetapan tingkat pelayanan Jalan yang diinginkan;
c. perencanaan, pembangunan, dan optimalisasi pemanfaatanruas jalan;
d. perbaikan geometrik, ruas Jalan dan/atau persimpangan jalan;
e. penetapan kelas Jalan pada setiap ruas Jalan;
f. uji kelaikan fungsi Jalan sesuai dengan standar keamanan dan keselamatan berlalu lintas; dan 
g. pengemabangan sistem informasi dan komunikasi di bidang prasarana Jalan.

Pasal 8
Cukup jelas

Pasal 9
Penyelenggaraan di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan angkutan Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b meliputi :
a. penetapan rencana umum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
b. Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas;
c. persyaratan teknis dan laik jalan Kendaraan Bermotot; 
d. perizinan angkutan umum;
e. pengembangan sistem informasi dan komunikasi di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
f. pembinaan sumber daya manusia penyelenggara sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan
g. penyidikan terhadap pelanggaran perizinan angkutan umum, persyaratan teknis dan kelaikan Jalan Kendaraan Bermotor yang memerlukan keahlian dan/atau peralatan khusus yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.

Pasal 9
Cukup jelas

Pasal 10
Penyelenggaraan di bidang industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf c meliputi :
a. penyusunan rencana dan program pelaksanaan pengembangan industri Kendaraan Bermotot;
b. pengembangan industri perlengkapan Kendaraan Bermotor yang menjamin Keamanan dan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan
c. pengembangan industri perlengkapan Jalan yang menjamin Keamanan dan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Pasal 10
Cukup jelas

Pasal 11
Penyelenggaraan di bidang pengembangan teknologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf d meliputi :
a. penyusunan rencana dan program pelaksanaan pengembangan teknologi Kendaraan Bermotor.
b. pengembangan teknologi perlengkapan Kendaraan Bermotor yang menjamin Keamanan dan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan
c. pengembangan teknologi perlengkapan Jalan yang menjamin Ketertiban dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Pasal 11
Cukup jelas

Pasal 12
Penyelenggaraan di bidang pengembangan teknologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf d meliputi :
Penyelenggaraan di bidang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi, Penegakan Hukum, Operasional Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, serta pendidikan berlalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf e meliputi :
a. pengujian dan penertiban Surat Izin Mengemudi Kendaraan Bermotor;
b. pelaksana registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor; 
c. pengumpulan, pemantauan, pengolahan, dan penyajian data Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
d. pengelolaan pusat pengendalian Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
e. pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli Lalu Lintas;
f. penegakan hukum yang meliputi penindakan pelanggaran dan penanganan Kecelakaan Lalu Lintas;
g. pendidikan berlalu lintas;
h. pelaksanaan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas; dan 
i. pelaksanaan manajemen operasional Lalu Lintas.

Pasal 12
Cukup jelas

Pasal 13
(1) Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimna dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dilakukan secara terkordinasi
(2) Koordinasi Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
(3) Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan bertugas melakukan koordinasi antarinstansi penyelenggara yang memerlukan keterpaduan dalam merencanakan dan menyelesaikan masalah Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
(4) Keanggotaan Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas unsur pembina, penyelenggara, akademisi, dan masyarakat.
(5) Ketentuan lebih lanjut megenai Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diatur dengan peraturan pemerintah.

Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan" adalah badan ad hoc yang berfungsi sebagai wahana untuk menyinergikan tugas pokok dan fungsi setiap instansi penyelenggara Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dalam rangka :
a. menganalisa permasalahan;
b. menjembatani, menemukan solusi, dan meningkatkan kualitas pelayanan; dan
c. bukan sebagai aparat penegak hukum.

Ayat (3)
Cukup jelas

Ayat (4)
Cukup jelas

Ayat (5)
Cukup jelas


BAB VI
JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

Bagian Kesatu
Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Pasal 14
(1) Untuk mewujudkan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang terpadu dilakukan pengembangan Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan untuk menghubungkan semua wilayah di daratan.
(2) Pengembangan Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sesuai dengan kebutuhan.
(3) Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas :
a. Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nasional;
b. Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Provinsi; dan
c. Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kabupaten/Kota.

Pasal 14
Cukup jelas


Pasal 15
(1) Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) huruf a disusun secara berkala dengan mempertimbangkan kebutuhan transportasi dan ruang kegiatan berskala nasional.
(2) Proses penyusunan dan penetapan Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperhatikan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.
(3) Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nasional memuat :
a. prakiraan perpindahan orang dan/atau barang menurut asal tujuan perjalanan lingkup nasional;
b. arah dan kebijakan peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan nasional dalam keseluruhan moda transportasi;
c. rencana lokasi dan kebutuhan Simpul nasional; dan
d. rencana kebutuhan Ruang Lalu Lintas nasional.

Pasal 15
Cukup jelas






MODUL SEMESTER SATU

More »

MODUL SEMESTER DUA

More »

MODUL SEMESTER TIGA

More »

MODUL SEMESTER EMPAT

More »

MODUL SEMESTER LIMA

More »

MODUL SEMESTER ENAM

More »

MODUL SEMESTER TUJUH

More »

MODUL SEMESTER DELAPAN

More »

ILMU ADMINISTRASI BISNIS

More »

PROFESI ADVOKAT

More »

SEMESTER SATU ADMINISTRASI BISNIS

More »

SEMESTER DUA ADMINISTRASI BISNIS

More »

SEMESTER TIGA ADMINISTRASI BISNIS

More »

SEMESTER EMPAT ADMINISTRASI BISNIS

More »

SEMESTER LIMA ADMINISTRASI BISNIS

More »

SEMESTER ENAM ADMINISTRASI BISNIS

More »

SEMESTER TUJUH ADMINISTRASI BISNIS

More »

SEMESTER DELAPAN ADMINISTRASI BISNIS

More »

NGOMPOL

More »

OPINI

More »